Happy Reading! 🤗
✨
"Cemburu bilang aja, kali. Gue enggak akan bunuh lo, kok."
- Aresh
✨
Ruangan itu tetap sama, bercat putih, memiliki gorden abu cukup tebal, lengkap dengan alat-alat canggih penunjang kesehatan di dalamnya. Juga pada sebuah brankar di atas sana, di mana ada seorang laki-laki dewasa yang tetap saja tertidur pulas dengan posisi sama seperti hari kemarin.
Aresh meraih tangan yang sedikit keriput termakan usia itu, lalu menyenderkan dahi pada bagian punggungnya.
Bagi Aresh, hal paling menyakitkan dalam hidupnya, adalah, ketika dia dapat menggenggam raga orang yang paling disayang, namun tidak merasakan kehadiran mereka walau tangan sudah begitu erat merengkuhnya.
Dan itu ia rasakan setelah sang ayah dinyatakan koma oleh seorang dokter, usai musibah kecelakaan hebat yang menimpa sang ayah, satu tahun silam.
Ddrrtt Ddrrtt
Merasakan adanya getaran dari saku hoodie, Aresh melepas tautan tangannya dengan sang ayah, dan meletakkannya dengan hati-hati di atas perut.
Begitu ponsel sudah berada di genggaman, Aresh mulai membaca pesan yang berkunjung di sana.
Dean : Resh, bentar lagi mau dimulai. Lo katanya mau ke sini?
Pupil itu melebar, tak lama, raganya pun bangkit, dan pergi sesudah ia berpamitan dengan sang ayah.
Bubu-buru, ia melangkah ke luar, menyusuri lorong rumah sakit, hingga kaki itu sampai pada pelataran parkir di mana mobilnya kini tengah berada. Dengan segera, Aresh masuki mobil, dan mengendarainya menuju tempat tujuan.
Sirkuit balapan cukup besar yang berada di pinggir kota, adalah tempat yang Aresh maksud. Begitu mobil telah terparkir rapi, tungkainya pun dengan cepat melangkah masuk, setelah sebelumnya menyapa penjaga tempat tersebut, yang sudah dikenalnya cukup lama.
"Akhirnya ini anak dateng juga." Dean, satu dari empat laki-laki di tribun, yang mengenakan topi terbalik, juga dengan jaket bermerek ternama, menyapa kala mendapati kedatangan Aresh.
Mereka adalah empat mahasiswa tahun kedua, yang begitu terkenal di kampus mereka.
Aresh terkekeh, lalu menyambut uluran tangan mereka satu per satu dengan tanpa ragu.
"Udah nunggu lama, Bang?"
"Udah lumutan, malah, Resh," celetuk Arleo, laki-laki berkaus putih bertuliskan, 'I'm a player, you're the game' yang sudah duduk terlebih dulu di sampingnya saat ini.
Aresh mendengus geli, "paling lo juga baru dateng."
"Lo cenayang?" Arleo beringsut mendekat, sementara Aresh menggeleng heran sembari berpindah tempat.
Duduk di antara Kean dan Ethan yang berada satu tingkat lebih tinggi, rupanya lebih nyaman ketimbang duduk satu baris bersama Dean dan Arleo, yang seakan tak bisa berhenti berbicara itu.
Lalu, pandangan Aresh jatuh pada garis start di mana ada sekitar sepuluh mobil tengah berada di sana untuk persiapan balap touring.
Lomba ini diadakan bukan untuk mencari pemenang, namun untuk latihan adu kecepatan antar mobil jenis sedan atau hatchback, yang dilakukan di tiap bulan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Firefly • completed
Teen Fiction#VERNANDOSERIES 4 👸🏻 Dalam hidup, Aresh tak pernah menyesali semua pilihan yang telah dipilihnya. Kalau pun salah memilih, ia pasti berusaha mengatasi. Tapi, semenjak hari di mana Nada tak sengaja menumpahkan jus alpukat untuk kesekian kali di jak...