Terima kasih banyak untuk supportnya di chapter 1 kemarin 😭😭😭 ily gengs 🤍💗
—
Happy Reading!
✨
“Ngadepin si bego, enggak akan pernah cukup kalau cuman pakai sabar."
— Aresh
✨
Di bawah pohon rindang, di temani hening juga angin yang memainkan anakan rambut, Nada duduk bersila dengan punggung menyender pada batang pohon. Sementara beberapa daun yang sudah menguning hingga cokelat, mulai berguguran, dan satu-duanya mendarat pada buku di pangkuan.
Irisnya kemudian mengabsen remaja-remaja yang berlalu di sekitar, yang dominan memegang ponsel, atau bercengkrama antar sesama, juga lawan jenis.
Meski mereka terlihat asyik, Nada lebih menyukai dunianya sendiri. Dunia bentukannya, yang dipenuhi buku, juga keheningan.
Banyak yang bertanya mengapa Nada tidak suka membentuk pertemanan, terlebih dengan kaum perempuan. Namun, gadis itu selalu menjawab dengan menarik senyuman.
Vernando.
Menyandang nama belakang itu, nama Nada begitu melambung di telinga orang-orang. Bahkan, dari semenjak dia menginjakkan kaki di pelataran SMA GUSTAV.
Si legendaris murid GUSTAV, Ramasyah Leonand Vernando, yang juga merupakan kakak keduanya itu, adalah alasan mengapa para gadis mengulurkan tangan, ingin berkenalan. Membuat Nada jadi malas berdekatan, karena tak ada yang sungguh-sungguh menjalin pertemanan.
Hanya Rian, dan beberapa anggota OSIS saja yang sudah satu tahun enam bulan menemaninya di sekolah ini. Selebihnya, hanyalah orang asing di mata gadis cantik itu.
Membaca dua paragraf yang tertera di buku geografi milik sekolah, Nada menengadahkan kepala kala melihat sepasang sepatu putih berdiri di hadapannya.
Sebuah gelas plastik berisi jus alpukat dan roti lapis yang terulur pun langsung menyambut Nada, membuat senyum cantik gadis itu tertarik dengan sederhana.
"Makasih, Rian." Nada yang begitu bahagia pun segera menyeruput jus itu, hingga tandas seperempat.
Rian duduk bersila di samping Nada, membiarkan pundaknya dijadikan tempat gadis itu untuk bersandar. Karena sudah terbiasa, laki-laki itu sama sekali tak keberatan tiap kali Nada berlaku demikian.
Berada didekat Nada, Rian merasa nyaman. Tingkah lucu, polos, dan apa adanya yang gadis itu tunjukan padanya juga orang lain, membuat Rian merasa seperti memiliki seorang adik.
Nada sendiri juga merasakan hal yang sama. Meski dalam konteks sosial, sikap Rian lebih terkesan dewasa, Rian tetaplah seorang adik baginya. Mengingat, umurnya berbeda 2 bulan lebih tua dengan laki-laki yang juga merupakan sepupu jauhnya itu.
Masih berada di posisi sama, Nada memakan roti lapis itu, memakannya dengan mata yang kembali larut pada buku bacaan.
"Pelajaran kelas IPA belum cukup buat otak kamu, Nad? Sampai pinjam buku astronomi segala."
Nada menyungging senyum, sementara mulutnya masih asyik mengunyah roti.
"Belajar itu enggak harus yang ada di jadwal pelajaran, Yan. Dan belajar astronomi, adalah salah satu bentuk dari rasa penasaran aku akan tata surya kita dan luarannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Firefly • completed
Подростковая литература#VERNANDOSERIES 4 👸🏻 Dalam hidup, Aresh tak pernah menyesali semua pilihan yang telah dipilihnya. Kalau pun salah memilih, ia pasti berusaha mengatasi. Tapi, semenjak hari di mana Nada tak sengaja menumpahkan jus alpukat untuk kesekian kali di jak...
