#VERNANDOSERIES 4 👸🏻
Dalam hidup, Aresh tak pernah menyesali semua pilihan yang telah dipilihnya. Kalau pun salah memilih, ia pasti berusaha mengatasi.
Tapi, semenjak hari di mana Nada tak sengaja menumpahkan jus alpukat untuk kesekian kali di jak...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
✨
"Kamu terlalu menunjukkan segala yang kamu punya untuk membuat hati aku merunduk. Padahal, bukan cinta seperti itu yang membuat aku takluk."
— Nada
✨
Sepanjang jalan menuju kelas, Aresh tak pernah memindahkan sedikit pun tangannya dari pundak Nada. Membuat seorang Denov yang berjalan di belakang menatap tak suka akannya.
Nada tidak masalah jika Aresh terus merangkul, karena ia memang sudah terbiasa. Namun, keberadaan sorot mata Denov yang selalu terpatri padanya, justru menjadi penyebab utama yang menjadikan risi kini memasok penuh isi hatinya.
Nada sebenarnya lelah memberitahu Denov bahwa ia sudah ada Aresh saat ini. Tapi mau bagaimana lagi? Laki-laki itu seolah menebalkan telinga di tiap kali mulutnya melontarkan kata yang memuat informasi itu. Alhasil, ia pun kehilangan cara lain untuk memberitahu.
"Wah, anak barunya ganteng banget!"
"Penggantinya kak Moka, nih!"
"Eh, tapi kok, kayaknya deket sama Nada, ya? Dari tadi gue perhatiin, si anak baru liatin Nada mulu."
Gadis di sebelahnya memutar bola mata. "Mentang-mentang cantik, semua cogan dia embat. Enggak Aresh, Rian, kak Moka, sekarang si anak baru."
"Terus, lo iri?" Temannya tertawa. "Jangan aneh-aneh, deh. Kita semua tahu, dia enggak cuman menang muka, otaknya pun juga encer. Wajar kalau banyak yang embat."
Gadis itu mendengus sambil memandang Nada tak suka.
Nada tidak mengenal dua gadis itu, mengingat di kelas dua belas ini, penghuni tiap kelas kembali di acak. Namun perkataan yang terlontar membuat kepalanya sukses menunduk, sementara di waktu yang sama, Aresh mengeratkan rangkulan itu. Sepertinya, laki-laki itu pun juga mendengarnya.
Aresh bahkan sengaja menghentikan langkah di depan dua gadis itu, menghadapkan tubuh secara penuh pada sang pacar, sambil melengkungkan punggung, sementara kedua tangannya mencubit kedua pipi itu gemas, hingga seluruh murid kelas dua belas IPA 1 yang sudah datang memusatkan atensinya pada mereka.
"Nada, cewek gue yang kemarin dapet peringkat satu lagi, lo mau kita duduk di bangku yang mana, Sayang?" Suara Aresh yang begitu lembut kala bertutur, sukses menyita perhatian Nada. Bahkan dalam sekejap, perkataan dua gadis tadi meluap entah ke mana.
"Di tengah? Eh, jangan. Nanti yang ada, mereka enggak fokus lihat ke papan tulis karena lo terlalu cantik."
"Atau di depan?" Aresh menolehkan kepala pada dua gadis tadi dengan disertai senyum miringnya. "Ah, jangan juga. Nanti ada yang nyinyir lagi."
Nada mengikuti arah pandang Aresh sekilas, di mana dua gadis itu tengah terbungkam saat ini.
"Gimana kalau di pojok belakang aja?" Kedua alis Aresh bergerak naik turun.