Dengan santai Sakti menjalankan mobil nya dan terus melirik ke sebelah kiri nya dimana Juni berada.Ya, Sakti yang telah menolong Juni dari preman tadi. Ingin menanyakan keadaan namun Juni masih terlihat ketakutan, alhasil Sakti mendiamkan nya saja.
Selama di perjalanan, Juni menangis. Meskipun tanpa suara, namun air mata nya memperlihatkan kalau Dia tidak sedang baik-baik saja.
"Ekhem," Sakti berdehem bertanda ingin memulai pembicaraan. Rasa gugup dan canggungnya membuat suasana begitu menegangkan.
"Gue tadi gak sengaja lewat dan liat Lo lagi di hadang preman, jadi Gue turun buat nyelametin Lo,"
Entah kenapa suasana terasa semakin canggung di antara keduanya. Juni juga semakin menangis dan tak bisa membendung air mata nya. Baru kali ini Sakti melihat Juni menangis seperti ini.
"Lo udah aman, Preman itu udah gak ada. Gak usah nangis." Ujar Sakti berusaha tidak khawatir dan menenangkan Juni.
Memangnya siapa Sakti sampai harus mengkhawatirkan Juni. Sakti dan Juni memang saling menyukai satu sama lain, tapi tak ada yang berani mengungkapkan kebenaran nya. Gengsi dan keadaan membuat mereka membungkam perasaan dan menyangkal dari semua orang kalau mereka saling menyayangi.
"Lo keliatan aneh kalo nangis,"
Juni seketika melirik Sakti tajam, setelah itu ia kembali menangis dan tidak memperdulikan Sakti yang mengoceh sendiri.
"Ma.. Maksud Gue ini kayak bukan Lo, soal nya Gue gak pernah liat Lo nangis sebelum nya gitu,"
"Biasa nya kan Lo suka teriak-teriak gak jelas, kayak gak punya beban hidup. Ternyata Lo bisa nangis juga."
"Juni?"
Yang di panggil namanya malah semakin terisak dan semakin menundukan kepalanya. Sakti terlihat cemas dan khawatir sekarang, ia tidak bisa menutupi rasa takut nya melihat keadaan Juni.
"Lo belum di apa-apain kan sama preman tadi? Juni jawab Gue!" Bukan nya menjawab, tangisan Juni malah semakin meninggi.
"Jangan bikin Gue khawatir Juni. Bilang sama Gue Lo di apain aja sama preman tadi." Cemas Sakti.
"Lo masih perawan kan?"
Sakti meringis karena mendapat geplakan dari Juni ke arah kepalanya. Siapa suruh memancing emosi nya disaat situasi seperti ini.
"Lo kira Gue udah gak perawan? Gila Lo!" Teriak Juni tak terima.
"Gue nanya ya, kenapa Lo sewot amat."
"Ya secara langsung Lo nuduh Gue kalo Gue udah gak perawan,"
"Kalo Lo gak ngerasa ya udah santai aja kali. Lagian Lo nangis kayak habis di perkosa orang aja sampe segitu nya," cerca Sakti.
"Ngomong gitu lagi Gue remukin tulang Lo!"
"Iiii atuttt," ujar Sakti pura-pura takut.
Suasana hening beberapa saat, tidak ada obrolan lagi di antara mereka berdua. Sakti sibuk menyetir dan Juni kembali menangis meskipun mulai sedikit tenang.
Sakti melirik ke arah Juni, Dia bingung kenapa Juni masih saja menangis.
"Lo kenapa masih nangis? Cengeng juga ternyata ya Lo,"
"Gue nangisin si Juni, Dia motor kesayangan Gue," tutur nya dengan bibir merengkut ke bawah .
"Jadi dari tadi Lo nangisin motor yang udah jelek itu? Hadeuh."
"Lah kenapa emang nya kalo Gue nangisin motor Gue?"
"Heran aja kenapa Lo sempet sempet nya nangisin motor, padahal harga diri Lo hampir melayang. Lo gak kasian sama badan sendiri?"
KAMU SEDANG MEMBACA
JUNIJANU
Teen FictionBagi Juni, mencintai adalah kutukan. Dan patah hati adalah buah nya. Tuhan memang tidak selalu terlihat adil di hadapan ciptaannya. Dan kini, Juni sedang menagih keadilan itu. 🍏 🍏 🍏 Juni Maharani, siswi SMA Trisuaka yang menyukai seorang Sakti J...