30 - Kebenaran

680 53 3
                                    

Janu jatuh hati ketika Juni sudah mati (perasaan)

___

"NGACO!"

Juni berusaha menyangkal kalo yang baru saja berbicara itu adalah seorang Sakti Janu Namaan. Mana mungkin Sakti suka padanya , apa alasan Sakti bisa menyukai gadis yang tidak memiliki kelebihan seperti Juni.

"Siapa juga yang ngaco. Gue emang suka sama Lo,"

"Sorry ya, Gue gak bakal mempan sama omongan bulshit Lo itu,"

Juni tetap menyangkal, Namun Sakti juga semakin gigih mengutarakan pikiran nya.

"Kenapa sih Lo gak percaya amat sama Gue. Harus nya Lo seneng dong di sukai balik sama gebetan."

"Kata siapa Lo gebetan Gue,"

"Kata buku Diary Lo."

Juni menghela nafas berat, sudah berapa kali Juni katakan kalau menyukai Sakti hanyalah masa lalu, kenangan kelas satu dimana waktu itu masih terkonfirmasi virus alay bin lebay.

"Denger ya, Gue gak suka Lo sama sekali. Pernah suka sama Lo itu adalah kesalahan terbesar yang pernah Gue lakuin. Jadi Lo gak usah ke GR an."

"Tetep aja Lo pernah suka sama Gue, dan sekarang Gue juga suka sama Lo. Kita jadi sama sama suka." Kekeh Sakti.

"Dulu ya dulu. Sekarang ya sekarang."

"Gue gak peduli mau dulu ataupun sekarang. Kita tetep saling suka. Jadi ayo pacaran."

"GILA! udah mah ngeyel, maksa lagi. Gak malu apa tuh muka?"  Sungut Juni emosi.

Kenapa jadi Sakti yang terlihat bucin sekarang? Apakah Juni harus senang mengetahui fakta terbaru ini. Tapi menurutnya, Sakti terlalu protektif membeberkan perasaan nya.

Apa Sakti tidak pernah mengatakan cinta sebelumnya? Ngajak pacaran kayak ngajak berantem.

"Juni, Gue mau jujur sama Lo,"

"Selama ini..."

Dengan khidmat, Sakti menceritakan semua isi hati nya yang selama ini ia pendam. Tentang perasaan nya terhadap Juni, namun ia harus menutupi kenyataan karena Galang terlebih dahulu mengatakan bahwa Dia menyukai Juni.

Sakti memilih mengalah dan merelakan Juni untuk sahabatnya.

Tapi lama kelamaan, Sakti tidak bisa menahan nya lagi. Makin kesini rasa suka terhadap Juni semakin  besar, maka dari itu ia memilih menjadi egois.

Sekali kali egois memang perlu di lakukan, ketika hati semakin terasa sakit karena menjadi baik.

"Kalo ujung ujung nya Lo bakal kayak gini, ngapain harus bohong sama Galang?" Tanya Juni sehabis mendengarkan cerita Sakti.

"Gue gak bohong, Gue cuma gak cerita aja sama Dia."

"Terus kenapa sekarang berani ngomong ? Lo gak takut gimana reaksi Galang tau semua ini,"

Sakti mengambil nafas dalam seraya menatap Juni lekat.

"Biar plong aja. Gue gak bisa nahan lagi buat bilang kalo Gue suka sama Lo, apalagi setiap Deket sama Lo kayak gini."

Juni tau kalau Sakti tidak sedang berbohong, namun ia hanya sedikit aneh saja dengan situasi seperti ini.

Juni di Landa bingung, Sakti dan Galang menyatakan cinta di waktu yang sama.

Juni baru percaya kali ini, kalau Dia memang cantik. Buktinya ia di rebutin dua lelaki tampan di sekolah nya.

"Terus mau Lo gimana sekarang?" Tanya Juni kebingungan.

"Terserah Lo. Lo tinggal pilih mau nerima Gue apa Galang,"

"Kenapa harus milih, Gue gak suka sama Lo atau pun Galang."

"Tapi Lo harus milih Juni,"

"Kok Lo maksa sih!"

"Bodo,"

"Gila!"

Juni baru tau kalau sifat Sakti itu pemaksa. Kalau tau dari dulu mah Juni tidak akan pernah menyukai nya, yang ada kalau pacaran sama Dia bisa bisa capek hati.

Juni tidak tahan lagi, Dia lebih baik pulang sendiri daripada harus terus meladeni Sakti.

"Mau kemana Lo,"

Sakti menarik tas yang di pakai Juni membuat sang pemilik menghentikan aksi nya keluar dari mobil.

"Lepas! Gue mau pulang," berontak nya namun ia kalah tenaga dengan Sakti yang terus memegangi tas Juni.

"Gue anter,"

"Gak mau, Gue mau pulang sendiri."

"Gue anter Juni!"

"Enggak!"

"Nurut bisa gak sih!"

"Gak bisa, emang siapa Lo."

"Tetep diem atau Gue perkosa disini."

Juni meneguk ludah mendengar ucapan Sakti barusan. Tempat ini sepi, bisa saja kalau Sakti memperkosa nya sekarang juga.

Juni bungkam dan tak berani bergerak, dia kembali duduk dengan gelisah di samping Sakti.

Sakti menutup pintu mobil yang sempat terbuka, membiarkan Juni terdiam ketakutan di tempatnya. Padahal Sakti tidak serius dengan ucapan nya.

"Gitu dong nurut,"

Sakti kembali menjalankan mobil nya dengan kecepatan normal. Entah apa yang ia lakukan sampai-sampai berani berbuat seperti itu terhadap Juni.

Suasana menjadi terasa horor, Juni takut ketika Sakti berubah menjadi dingin. Sebelum nya ia cerewet dan pemaksa, sekarang ia dingin dan menakutkan. Cepat sekali merubah sikap dalam waktu bersamaan.

"Sakti," panggil Juni takut.

"Udah Gue bilang, panggil Gue Janu," ucap nya dingin.

"Tapi..."

"Mau Gue cipok?"

"Eh eh enggak. Iya Gue panggil Lo Janu nih, puas!" Ucap Juni terpaksa.

"Coba ulang,"

"Ja... Janu," ucap nya sedikit gugup.

"Iya, apa Juni?"

Sial, kenapa Sakti berubah menjadi manis seperti ini.

"Anu..."

"Anu apa?"

Juni menggaruk rambut nya tak gatal, ia seperti sedang menahan sesuatu.

"Anu, Gue mau pipis, udah kebelet."

"Oh mau pipis, kirain apa. Baru ngomong aja udah kerangsang, apalagi kalo di praktekin,"

"Ish! Apaan sih!" Pukul Juni geram.

"Gue kebelet dari tadi ini,"

"Iya iya, ini nyari POM bensin dulu."

Mereka pun mencari tempat yang tersedia toilet umum lalu melanjutkan perjalanan.

Bukan nya senang, Juni merasa terkena kutukan karena di sukai oleh seorang Sakti. Coba saja kalau Sakti menyukai nya dulu, mungkin akan menjadi anugrah yang terindah.

Juni berharap ini adalah mimpi, ia tidak mau di takdir kan dengan lelaki semacam Sakti. Juni sepenuhnya tidak lagi menyukai nya.

Janu jatuh hati ketika Juni sudah tidak menyukai.

___

To Be Continue

JUNIJANU BAGIAN 30

Juni Maharani

Sakti Janu Namaan

Saat kita mencintai, tidak selamanya akan mencintai.
Kadang terlalu kecewa juga bisa membuat membenci.

JUNIJANUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang