Tumben sekali, Juni bangun tidur tanpa harus dibangunkan oleh Jeno atau Ratih. Biasanya Juni tidak akan bangun sebelum Jeno mengancam akan membakar Novelnya. Juni tidak rela jika itu terjadi, karena betapa susahnya ingin sebuah novel dan akhirnya berhasil beli dari tabungannya.
Kini Juni sedang sibuk menyisir rambutnya menghadap cermin lemari. Kali ini ia memilih untuk menguncir rambutnya dan diberi jepitan kupu-kupu disebelah kirinya.
Juni tersenyum lebar menatap pantulan dirinya pada cermin. Meskipun sering tidak percaya diri, namun kali ini mencoba memberanikan diri untuk memperlihatkan pipi chubby-nya.
Setelah selesai, Juni menuruni tangga dengan tas yang ia sampaikan pada pundak kanannya. Juni berjalan menuju meja makan yang sudah tersedia aneka lauk pauk yang telah disediakan oleh Ratih.
Juni terkejut saat mendapati laki-laki yang bukan anggota keluarganya namun ikut makan bersama Jeno dan Ratih. Kalian juga pasti sudah bisa menebaknya.
"Elo?" Pekik Juni setiba di ruang makan. Ia mengambil duduk di samping Ratih.
Didepannya, ada Jeno dan laki-laki yang disebutkan tadi di atas.
"Selamat pagi Juni," sapa Jeno kepada sang adik dengan riang.
"Selamat pagi calon pacar," orang di samping Jeno ikut menirukan kalimag yang baru saja Jeno ucapkan.
Laki-laki itu tak lain dan tak bukan adalah Sakti Janu Namaan. Ia kini sedang melayangkan senyuman kepada Juni yang membuatnya bergidik ngeri.
Entah sejak kapan Sakti berada dirumahnya dan sekarang sedang sarapan bersama dengan keluarganya. Sungguh, pagi ceria Juni langsung lenyap ditelan senyuman Sakti.
"Bunda, kenapa ada dia disini?" Tanya Juni kepada Ratih di depannya yang sibuk menyantap sarapan.
"Dia mau jemput kamu sekolah, sayang. Sekarang kan kamu udah gak naik motor lagi." Jawab Ratih tenang.
Juni menghela nafas panjang lalu beralih menatap Jeno yang fokus dengan makanan dihadapannya.
"Abang juga ngizinin dia buat jemput Juni?"
Jeno menengok Juni dengan santainya.
"Iya, kenapa enggak?" Ucapnya mengedikan bahu.
"Ish! Biasanya kan abang protektif kalo ada cowok yang deketin Juni. kok sekarang malah di lolosin sih!" Pekik Juni menatap Jeno tidak suka.
"Emergency,"
"Maksudnya?"
"Abang izinin Sakti buat jemput lo, dan imbalannya dia bakal balikin Bulbul sama abang," ujar Jeno nyengir.
Juni terkejut mendengar alasan dari mulut Jeno.
"Jadi abang numbalin Juni cuma demi kucing keriting itu?!" Ujar Juni tidak terima dengan alasan Jeno.
"Kok bahasanya numbalin sih. Ini kan demi kebaikan kita bersama juga,"
"Kebaikan apa yang abang maksud, bilang sama Juni apa?"
Jeno menghentikan aksi makannya lalu menatap Juni dengan pasti. Sakti hanya setia menjadi penonton adegan antara adik dan kakak
"Kebaikannya adalah keluarga kita kembali lengkap. Bulbul kan adik Lo juga, iya kan?" Ujar Jeno menaik-turunkan alis tebalnya.
BRAK
Tanpa disangka, Juni menggebrak meja makan dengan keras lalu berdiri, membuat semua orang tersentak kaget.
"KELUARGA KITA GAK AKAN PERNAH LENGKAP KALO GAK ADA AYAH!"
Setelah mengucapkan itu, Juni bergegas keluar rumah tanpa sarapan terlebih dahulu. Jeno meneguk ludah dan terlihat mematung melihat adiknya yang begitu marah. Ia menyesali perkataannya sendiri. Jeno tidak bermaksud mengingatkan Juni tentang Darma, namun siapa sangka kalau Juni menghubungkan obrolannya dengan masa lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUNIJANU
Teen FictionBagi Juni, mencintai adalah kutukan. Dan patah hati adalah buah nya. Tuhan memang tidak selalu terlihat adil di hadapan ciptaannya. Dan kini, Juni sedang menagih keadilan itu. 🍏 🍏 🍏 Juni Maharani, siswi SMA Trisuaka yang menyukai seorang Sakti J...