Juni kini sudah berada di ruang UKS. Viona, teman seangkatan yang baru saja menolongnya. Dan sekarang Juni sudah berganti pakaian dengan baju olahraga dan jaket di bagian luarnya.
Viona memang terkenal murid yang baik. Meskipun tidak famous, tapi sikapnya itu sudah diketahui banyak orang. Juni dan Viona berbeda kelas karena jurusannya yang berbeda. Namun, Juni masih mengenalnya semenjak satu regu saat kemping tahun lalu.
Kondisi Juni semakin membaik setelah diberi oksigen buatan dan obat sesak nafas. Juni terduduk di kursi sambil memegangi kepalanya yang pusing.
"Kepala lo masih pusing?" Tanya Viona disamping Juni.
"Iya,"
"Obatnya udah diminum kan?"
"Udah kok, Vi."
"Yaudah, lo tidurin aja, biar nanti mendingan."
Juni melirik Viona yang terlihat khawatir dengan kondisi Juni. Meskipun bukan teman sekelas, tapi dia begitu baik dan peduli terhadap Juni.
"Makasih ya, Vi, udah nolongin gue." Ujar Juni lembut.
"Anytime. By the way, lo punya masalah apa sama si Adilla?"
"Lo tau?" Kaget Juni karena Viona tau kalau ia bertengkar dengan Adilla. Viona mengangguk.
"Sebenarnya, tadi tuh gue lagi panggilan alam. Terus gue denger keributan di toilet sebelah. Gue gak langsung cek soalnya masih betah, hehe. Pas gue cek, lo udah sendiri dengan kondisi lemes." Jelas Viona.
"Tapi gue sempet liat Adilla keluar dari toilet lo, jadi gue yakin pasti dia yang udah ngelakuin itu sama Lo. Jahat banget sih tuh orang." lanjutnya.
Juni mengangguk paham. Lalu ia lebih mendekatkan dirinya kepada Viona.
"Jangan kasih tau siapa-siapa ya kalo Adilla udah jahatin gue,"
"Kenapa?" Viona menaikan sebelah alisnya heran.
"Ya pokoknya jangan aja. Oke?"
Viona menghela nafas pasrah dan mengikuti kemauan Juni. Toh dia bukan siapa-siapa diantara mereka berdua. Jadi Viona tidak ingin ikut campur dalam masalah orang lain.
"Iya, gue gak bakal cerita sama siapa-siapa."
Juni tersenyum mendengar Jawaban Viona. Rasanya Juni nyaman saat berbicara dengan Viona, padahal ia baru kali ini saling tatap dan mengobrol seperti ini.
"Lo mau istirahat disini atau ikut kelas selanjutnya? Sebentar lagi mau bel," tanya Viona dengan ramah.
"Disini aja, Vi. Gue mau tidur. Kepala gue masih pusing."
"Mau gue temenin?"
Juni menggeleng dengan cepat. "Gak usah! Tolong panggilin temen gue aja, Dea sama Anya. Maaf ya gue nyuruh lo." Ujar Juni tidak enak hati.
"Gak-papa kali, gak usah minta maaf segala." Ujar Viona mengibaskan tangannya ke udara. "Kalo gitu gue panggilin temen lo dulu ya,"
Juni mengangguk dan membiarkan Viona keluar meninggalkan dirinya. Juni menghela nafas mengingat kejadian barusan. Mengapa Adilla begitu membenci Juni hanya karena ia mencintai.
Juni berdiri dan berjalan menuju ranjang untuk menidurkan diri. Entah kenapa pusing di kepalanya tidak kunjung hilang. apa mungkin efek dari banyak pikiran.
Setelah berbaring, Juni memejamkan matanya dan langsung terlelap begitu saja. Sampai ia tidak sadar, pintu UKS terbuka dan seseorang telah masuk kedalam. Dan itu adalah Sakti.
Ia mendekati Juni yang tengah tertidur pulas. Sakti sengaja menggantikan Dea dan juga Anya saat mendengar kalau Juni sedang berada di UKS. Sakti khawatir dengan kondisi Juni yang belakangan ini banyak masalah yang menerpanya. Sakti tau kalau Juni sedang tidak baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUNIJANU
Teen FictionBagi Juni, mencintai adalah kutukan. Dan patah hati adalah buah nya. Tuhan memang tidak selalu terlihat adil di hadapan ciptaannya. Dan kini, Juni sedang menagih keadilan itu. 🍏 🍏 🍏 Juni Maharani, siswi SMA Trisuaka yang menyukai seorang Sakti J...