Hari Sabtu kali ini menjadi hari yang cerah bagi Juni Maharani. Dari bangun tidur, mandi, sampai sarapan Juni tidak berhenti bersenandung dengan riang.
Baju Pramuka terpasang dengan rapi di tubuh Juni. Rambut nya di gerai sebahu dengan jepitan berwarna coklat senada di bagian kiri nya.
Ratih dan Jeno di buat keheranan dengan tingkah Juni yang terbilang cukup aneh. Biasa nya membangunkan nya tidur saja bisa memakan waktu yang lama. Di suruh mandi susah nya minta ampun, dan malah cuci muka saja.
Juni bergabung dengan Ratih dan Jeno di meja makan. Bibir nya tidak berhenti tersenyum membuat Jeno bergidik ngeri.
"Ceria banget sih anak Bunda," ujar Ratih sambil menyendok nasi yang duduk di hadapan Juni, di samping nya terdapat Jeno.
"Iya dong Bun, harus. Kita kan harus mengawali hari dengan senyuman. " Jawab Juni.
"Hilih. Biasanya juga jalan ke meja makan mata masih merem melek, belek di mana-mana. Ini tumbenan senyam-senyum kayak SPG Yakult." Ujar Jeno menjatuhkan harga diri Juni di depan Ratih. Sedangkan sang Bunda hanya geleng-geleng tersenyum melihat kedua anak nya beradu mulut.
"Mana ada Juni kayak gitu. Abang jangan ngarang cerita dong!"
"Gak nyadar banget, dasar cucu Fir'aun!" gumam Jeno pelan sambil pokus menyantap sarapan nya.
"Heh Abang bilang apa tadi? Juni denger ya Abang ngatain Juni,"
"Mana ada," Acuh Jeno.
"Adaaaa! Abang tadi ngatain Juni cucu Fir'aun kan? Sejak kapan Bunda mertuaan sama Fir'aun?! Sejak kapannn. Ngadi-ngadi.."
"Sejak Bunda punya anak perempuan yang jarang mandi," ujar asal Jeno.
Juni mengerucutkan bibir nya kesal.
"Bundaaa.. Abang nih," Rengek Juni mengadu kepada Ratih.
"Sudah sudah, masih pagi udah berantem. Cepat habiskan sarapan kalian, nanti terlambat."
Selama sarapan Juni terus melirik Jeno dengan tatapan ingin memakan nya hidup-hidup. Namun Jeno hanya cengengesan karena berhasil merusak hari bahagia adik nya.
Juni meraih tas di kursi sebelah dan menyalami Ratih dan Jeno setelah menyelesaikan sarapan.
Juni bergegas keluar untuk berangkat sekolah dengan tergesa-gesa. Waktu bel berbunyi hanya tinggal 20 menit lagi, sedangkan perjalanan ke sekolah menggunakan angkutan umum memakan waktu lebih dari itu. Juni harus segera berangkat.
Andaikan Jini masih ada, Juni hanya butuh waktu 10 menit ke sekolah. Dan sekarang, ia harus merelakan motor kesayangan nya itu.
Saat Juni keluar dari pagar rumah, ia terkejut mendapati mobil yang terparkir dengan seseorang yang menyandar di samping nya.
"Hai,"
Sapa seseorang yang ternyata adalah Sakti. Dia berseragam Pramuka dengan gaya rambut maskulin nya. Tangan nya di lipat dada, di tambah senyuman yang berseri.
"Ngapain disini?" Tanya Juni bingung.
"Nunggu terong-terongan lewat! Ya jemput Lo lah cinta, gimana sih."
"Main cinta-cinta aja. Gue cekek juga nih," geram Juni dengan tingkah Sakti.
"Ihhhh seremmm." Sakti pura-pura takut. "Tapi Lo seneng kan? Ya kan? Ya kan?" Lanjut nya sambil menaikan alisnya menggoda.
"Ngapain sih Lo jemput Gue. Orang Gue mau naik Angkot juga."
"Emang gak mau Gue jemput kayak gini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
JUNIJANU
Teen FictionBagi Juni, mencintai adalah kutukan. Dan patah hati adalah buah nya. Tuhan memang tidak selalu terlihat adil di hadapan ciptaannya. Dan kini, Juni sedang menagih keadilan itu. 🍏 🍏 🍏 Juni Maharani, siswi SMA Trisuaka yang menyukai seorang Sakti J...