"Janu, Lo kenapa?"Sakti mendongkak dengan lemas, ia mengembangkan senyuman ketika mendapati Juni di hadapannya. Sakti tahu kalau Juni akan datang untuknya.
Sakti berdiri dengan tertatih dan tangan menyangga pada sisi jembatan. Dia berusaha berdiri tegak dan menyamakan tinggi dengan Juni.
"Gue tahu Lo pasti datang,"
"Gue tanya, Lo kenapa?" Alih Juni yang tidak tega melihat keadaan Sakti.
"Gue kangen Lo," jawab asal Sakti.
Juni menghela nafas berat mulai tersulut emosi oleh candaan Sakti. Bisa-bisanya sedang terluka seperti itu mencoba membuat Juni tertawa.
"Lo bisa gak serius dikit?"
"Bisa,"
Juni menjeda waktu beberapa detik lalu kembali bertanya.
"Apa yang terjadi sama Lo? Kemana Lo ngilang tadi siang?"
"Gue gak tau, ketika sadar, Gue ada di tengah hutan di Pondok Rango,"
"Pondok Rango? Jauh banget dari sini," ujar Juni tak percaya. "Lo tau siapa orang yang sudah bawa Lo itu?"
Sakti menggeleng pelan.
"Gue gak kenal sama mereka, kayaknya itu suruhan orang buat nyelakain Gue."
"Terus kenapa Lo bisa sampe sini? Kenapa gak langsung pulang aja? kenapa nyuruh Gue kesini?"
Sakti tersenyum kecil mendengar pertanyaan Juni yang bertubi-tubi, rasanya Sakti ingin menjawil pipi gembulnya.
"Sambil duduk sini, kaki Gue pegel." Sakti meraih tangan Juni dan mengajaknya duduk di bahu trotoar. Juni hanya menurut dan ikut duduk di sampingnya.
"Lo dingin gak?" Tanya Sakti menoleh kearah Juni.
"Sedikit,"
Sakti kemudian merapatkan badannya dengan Juni membuat suasana menjadi canggung.
"Lo ngapain nempel-nempel ke Gue? Cari kesempatan Lo ya?" Ujar Juni.
"Hehe. Ya enggaklah. Ini tuh biar Lo gak kedinginan banget, gitu aja gak tahu." Ucap Sakti nyengir.
"Bilang aja Lo modus!"
Sakti tertawa dengan merdu sehingga membuat lesung pipinya terlihat sangat jelas. Juni begitu terpesona melihat keindahan sang pencipta.
"Gue lanjut gak nih cerita?" Ujar sakti yang mendapat anggukan dari Juni.
Sakti menatap lurus kearah jalanan dan diikuti dengan Juni di sampingnya.
"Gue bisa keluar dari hutan makan waktu lima jam, kebanyakan muter-muter gak nemu jalan. Sampe Gue udah gak kuat, Gue haus."
Juni menengok kepada sakti. "Lo haus?"
"Sekarang enggak."
"Setelah Gue keluar dari hutan, Gue nebeng mobil pick up yang lewat. Terus Gue diturunin disini."
"Kenapa gak pulang?"
"Naik apa? Gue gak pegang uang, badan Gue juga lemes, makanya nyuruh Lo kesini."
Hangat. Nada suaranya begitu hangat, membuat Juni tidak lagi kedinginan. Raut wajah lelah terpancar dari lelaki berlesung pipi ini.
"Kok Lo bisa nelpon Gue?" Tanya Juni heran.
"Gue minjem HP tukang sate keliling. Untung Dia percaya sama Gue, padahal sekarang lagi marak pencurian dengan modus minjem HP."
Juni hanya mengangguk menyimak penjelasan dari Sakti. Rasa canggung mulai menghilang dengan sendirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUNIJANU
Novela JuvenilBagi Juni, mencintai adalah kutukan. Dan patah hati adalah buah nya. Tuhan memang tidak selalu terlihat adil di hadapan ciptaannya. Dan kini, Juni sedang menagih keadilan itu. 🍏 🍏 🍏 Juni Maharani, siswi SMA Trisuaka yang menyukai seorang Sakti J...