36 - Pengaruh Juni

595 38 0
                                    

Dea dan Anya di buat melongo melihat Juni masuk kelas bersama dengan Sakti. Mata nya tak berkedip dan terus mengikuti pergerakan Juni yang mulai duduk di samping Dea dan berpisah dengan Sakti.

Juni meletakan tas di meja lalu membenarkan rambut yang sedikit berantakan. Juni menengok dan mendapati kedua teman nya yang sedang menganga tanpa ada pergerakan seperti patung.

"Ka.. kalian kenapa?" Tanya Juni heran.

"JUNI!" Panggil Anya tak sabaran. "Sejak kapan Lo sama Sakti Deket kayak tadi?" Lanjut nya.

"Gue gak salah liat kan, Lo jalan barengan sama Sakti? Lo hutang cerita sama kita." Ujar Dea dengan rambut di ikat dan bando di kepalanya.

"Apa sih kalian sok kaget gitu, biasa aja kali. Sampe mata mau keluar kayak gitu."

"Gimana mau biasa, Lo itu baru jalan bareng cowok paling ganteng di SMA Trisuaka. Ya ampun, beruntung banget Lo, Jun." Seru Anya heboh, namun tak mampu terdengar oleh Sakti di bangku nya.

Sakti hanya bisa melihat Juni sedang berbincang dengan kedua teman nya, namun tidak tau apa yang menjadi topik pembicaraan mereka. Di samping nya ada Galang yang terdiam dengan tatapan lurus ke depan, tak ada ekspresi di wajah nya.

"Ceritain sama kita Juni."pinta Dea penasaran. Dia mengoyang-goyangkan lengan Juni tak sabar.

"Iya nanti Gue ceritain."

"SEKARANG!" Seru Anya dan Dea bersamaan.

Juni menggaruk tengkuknya nya bingung. Jika sudah seperti ini, mau tak mau harus menuruti kemauan teman nya. Kalau tidak, Juni pasti di anggap yang tidak-tidak.

"Gue gak tau harus mulai cerita dari mana,"

"Dari mana aja, terserah. Cepetan ceritain." Dea menggeser kursi nya lebih dekat dengan Juni, menghapus jarak antara kedua nya. Anya juga memajukan wajah nya dari meja depan dengan antusias.

Juni menghela nafas pasrah, tak bisa membantah keinginan teman nya. Tak ada alasan Juni merahasiakan nya lagi, Juni harus bersiap menceritakan semua nya. Sudah banyak yang ia rahasiakan dan sudah banyak yang ia sembunyikan. Sekarang waktu nya ia memberitahu.

"Jadi gini..."

"BU WIRA DATENGG!"

Sontak semua murid bergegas berlari ke bangku nya dan duduk dengan rapih. Bu Wira memasuki kelas sambil membawa anak perempuan nya yang berumur tiga tahun, seketika seisi kelas menyambut kedatangan nya dengan menggoda anak Bu Wira itu.

Juni tidak jadi untuk menceritakan kepada Anya dan Dea, waktu nya kurang tepat. Mereka bertiga fokus menghadap depan dengan pikiran yang berkeliaran entah kemana.

"Lo hutang cerita pokok nya." Bisik Dea kepada Dea.

Terlihat Bu Wira sedang membujuk anak nya agar turun dari pangkuan nya.

"Nanti malem nginep di rumah Gue, besok Minggu kan? Nanti Gue ceritain semua nya dari A sampai Z." Ujar Juni menyarankan.

"Asyiappp,"

___

Pelajaran telah selesai, para murid mulai meninggalkan kelas satu persatu.

Sakti melihat Juni keluar bersama teman nya sambil tertawa sekali-kali, sungguh menyejukkan kalbu nya.

Galang berdiri dan meninggalkan bangku nya tanpa suara, Dia tidak berbicara pada Sakti ataupun Tama sejak pelajaran pertama.

"Eh Lang, Tungguin Gue napa? Buru-buru amat." Celetuk Tama yang duduk di belakang Sakti.

Galang berhenti dan menurut untuk menunggu Tama.

Sakti terlihat membereskan buku nya lalu mengikuti langkah Tama yang mendekati Galang.

"Yuk beb," rangkul Tama kepada Galang. "Eh mau main futsal dulu gak? Si Rendi ngajakin Gue tadi pas istirahat."

"Ayok lah, Gue lagi gak mau pulang cepet," jawab Sakti di samping Tama.

"Sip. Lo gimana, Lang? Mau gak?" Tanya Tama.

"Sama Dia?" Galang menunjuk Sakti tidak suka. "Ogah!"

"Ya ampun! Kalian berdua kenapa lagi sih! Hobi banget berantem, udah kayak cewek tau gak." Ujar Tama dramatis di tengah-tengah Galang dan Sakti.

Galang sepenuh nya tidak terima melihat kedekatan Sakti bersama Juni. Bagaimana pun, ia menyukai Juni sudah dari lama.

"Dia nya aja yang kekanakan, diemin kita gak jelas!" Sakti berujar tanpa melihat pada Galang.

"Gak nyadar banget sama kesalahan Lo sendiri,"

"Salah apa lagi Gue? Gak pernah bener Gue di mata Lo."

Galang berjalan mendekati Sakti lalu menunjuk-nunjuk pada seragam Sakti.

"Lo udah rebut Juni dari Gue, gak punya hati banget Lo." Ujar Galang penuh penekanan.

"Cewek lagi," gumam Tama dengan malas.

"Gue? Ngerebut? Gak salah Lo?" Sakti tertawa hambar.

"Sejak kapan Juni itu milik Lo?" Lanjut nya.

"Tapi Lo tau kan Gue suka sama Juni, dan Lo dengan seenak nya jalan bareng Dia."

"Juni gak suka sama Lo, Dia suka nya sama Gue. Lo harus nya larang Dia buat suka sama Gue, bukan nya marahin Gue gak jelas." Ucap Sakti angkuh.

"Lo bilang Gue gak jelas? Lo gak bisa apa jaga perasaan Gue? Lo temen Gue bukan sih!"

Tama hanya bisa menggaruk kepalanya nya yang tak gatal, ia bingung harus bagaimana membuat kedua teman nya kembali akur. Tama lelah selalu menjadi penengah.

"Gini ya teman-teman. Bisa gak kalian selesain masalah secara baik-baik, kita bicarain dengan kepala dingin. Bisa gak?" Saran Tama menengahi.

"Lo bisa diem gak?" Ujar Galang memperingati Tama.

"Ayo lah bro. Cewek tuh bukan cuma si Juni doang. Masih banyak cewek di luaran sana yang lebih dari Dia. Kalian itu ganteng, gak bakal susah dapetin cewek."

"Lo aja yang cari cewek lain sana, ngapain ngarepin Juni terus. Udah tau Dia gak suka sama Lo," ujar Sakti kepada Galang.

Galang menatap Sakti dengan dalam. Raut wajah nya penuh kekesalan namun berusaha ia tahan. Galang tidak percaya Sakti akan melakukan itu semua terhadap dirinya. Galang kira Sakti adalah teman yang baik, ternyata tidak.

"Gue kecewa sama Lo, Sak."

Galang pergi meninggalkan kelas yang sudah sepi setelah mengucapkan kalimat terkahir nya. Sakti hanya menatap nya dengan ekspresi tenang tanpa ada ke khawatiran.

"Jadi main futsal gak?" Teriak Tama bertanya kepada Galang yang sudah di ambang pintu.

"Lo aja," jawab Galang lalu melanjutkan langkah nya dan meninggalkan Tama dan Sakti berdua di dalam kelas.

Tama lalu melirik Sakti di samping nya.

"Karena Lo pertemanan kita hancur. Gue harap Lo gak lupa diri dan ngelupain kita cuma gara-gara cewek."

Tama memperingati Sakti dengan nada serius,tatapan nya dingin, tidak ada raut bercanda pada wajah nya. Dia lelah menghadapi Sakti yang selalu egois dan tidak memikirkan orang lain.

Tama keluar dari kelas dengan perasaan yang sulit di artikan. Dia membiarkan Sakti seorang diri dengan pikiran nya yang kalut. Sakti harus menyadari kalau apa yang ia lakukan adalah kesalahan.

___

To Be Continue

JUNIJANU BAGIAN 36

Juni Maharani

Sakti Janu Namaan

JUNIJANUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang