84 - Damn!

321 18 1
                                    

"TUNGGU!"

Sakti mengurungkan niat untuk memasuki ruang rawat Juni saat mendengar teriakkan seseorang dari jauh. Perempuan dengan rambut panjang yang digerai berjalan santai mendekati Sakti, Galang dan Jeno yang masih berdiri di sana.

Jeno menaikan sebelah alisnya karena tidak mengenal siapa perempuan itu, tapi dari seragamnya sama dengan SMK Trisuaka, Jeno yakin kalau itu adalah salah satu teman dari Juni.

"Saktiii..." Perempuan itu menarik Sakti yang sudah ingin membuka pintu namun aksinya terhenti begitu saja. "Gue cariin di kamar rawat lo gak ada, ternyata ada disini,"

Perempuan yang tak lain adalah Adilla memanyunkan bibirnya karena merasa kesal terhadap Sakti yang keluyuran dalam kondisi sakit. Tangannya setia memegang pergelangan tangan Sakti tanpa mau melepaskan, Adilla nyaman seperti itu. Sakti memandang wajah Adilla cukup lama, entah apa yang ia pikirkan, sorot matanya sulit untuk diartikan.

"Tau darimana gue disini?" Tanya Sakti dengan tenang.

"Galang,"

Sakti melirik kearah Galang yang mengedarkan pandangan ke atas pura-pura tidak mendengar percakapan didepannya. Ia tidak mau disalahkan karena telah memberitahu orang lain tentang keberadaan Sakti tanpa seizinnya, meskipun Adilla yang memaksa.

"Lo kenapa keluar? Udah tau lagi sakit gini, tangan juga di infus, ngapain jalan-jalan segala. Lo mau gak sembuh-sembuh?" cerocos Adilla yang terlihat mengkhawatirkan kondisi Sakti.

"Gue mau ketemu sama Juni, di ruangan ini, lo mau ikut?" Sakti menunjuk pintu didepannya menggunakan dagu dan tatapan terus mengarah kepada Adilla.

Adilla menyeritkan dahinya, merasa terganggu dengan nama yang disebutkan oleh Sakti. Kenapa Juni selalu menjadi penengah diantara kisah Adilla dan Sakti. Ia muak dengan semua sikap Sakti yang selalu memuja Juni dan sering melupakan dirinya.

"Nanti aja, lo harus kembali keruangan lo, gue gak mau liat lo kenapa-kenapa," Adilla menolak ajakan Sakti dan meminta agar Sakti kembali ketempat ia dirawat.

"Tapi gue mau ketemu Juni dulu, habis itu kita balik,"

"Gak boleh! Gue gak ngizinin lo, pokoknya lo harus stay di tempat tidur sebelum lo sembuh. Sekarang lo nurut dan ikut gue,"

Adilla mencoba menarik lengan Sakti namun tidak digubris. Sakti tetap berdiam diri dengan pandangan tak lepas dari Adilla yang menurutnya terlalu posesif. Padahal status mereka tidak lebih dari sahabat.

Adilla menengok kembali dan melihat Sakti yang terpaku tidak ada pergerakan. Tatapannya mulai berubah menjadi dingin, tidak menunjukkan ekspresi apapun kepada sahabatnya itu. Sakti mulai memperlihatkan ketidaksukaan terhadap perempuan yang ia jaga dan sayangi sepanjang waktu. Sakti berubah.

"Gue, mau, ketemu Juni!" Sakti berbicara pelan namun penuh penekanan, membuat Adilla sedikit menciut.

"Gu-gue bilang enggak ya enggak." Ucap Adilla kekeuh namun terbata-bata.

"Lo larang gue?"

"Gue cuma mau lo istirahat, jangan banyak gerak, biar sembuhnya juga cepet,"

"Tapi satu-satunya obat yang bisa bikin gue sembuh yaitu Juni. Gue gak butuh apapun lagi, cukup ketemu Juni dan gue bakal langsung sembuh,"

Adilla berdecak pelan, baru kali ini dia merasa tidak berguna untuk Sakti. Biasanya, perintah apapun yang ia lontarkan pasti dituruti oleh Sakti, tidak ada kata menolak dalam kamus persahabatan mereka berdua. Namun kali ini berbeda, Sakti yang dulu tidak sama lagi dengan Sakti yang ada dihadapannya sekarang. Adilla tidak berarti apa-apa lagi untuk seorang Sakti Janu Namaan, Adilla kalah dari Juni, untuk kesekian kalinya.

JUNIJANUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang