Hari Rabu kali ini, sekolah Trisuaka di bebaskan karena ada rapat Guru. Para murid bebas jika ingin pulang atau tetap berada di sekolah.
Sakti dan Galang memilih untuk bermain basket bersama teman kelas lain nya. Keringat yang bercucuran membuat para kaum hawa teriak menggila.
Sedangkan Tama asik berfoto ria dengan para wanita. Dia senang menjadi rebutan seolah dirinya seorang pangeran.
"Eh nonton basket yuk. Seru tuh kayak nya,"
Anya bersaran ketika melewati lapangan basket bersama Juni dan Dea.
"Hayu. Banyak cowok cakep lagi disana. Siapa tau ada yang nyantol," seru Dea semangat.
Juni melirik ke arah lapangan yang di kerumuni banyak wanita.
Dia melihat ada Sakti dan Galang menjadi salah satu pemain disana. Juni jadi ragu untuk mengikuti saran teman nya.
Susah payah Juni menjauhi Sakti maupun Galang. Dia tidak mau terlibat lagi dengan kedua manusia itu. Sudah cukup kemarin membuat batin nya tersiksa.
"Enggak ah, Gue mau pulang aja."
Dea menatap Juni kecewa.
"Ih kok Lo gitu sih, gak setia kawan. Ayok lah nonton bentaran, habis itu kita pulang,"
"Iya Jun, liat tuh kayak nya seru gitu. Gue mau liat si Sakti keringetan anjir, pasti hot banget." Lanjut Anya menggebu.
"Tapi Gue di suruh Bunda ke toko Kue," ujar Juni beralasan.
"Itu kan sore, sekarang baru juga jam sepuluh. Masih lama kali." Tutur Dea.
Juni kembali melirik ke arah lapangan sekali lagi, Dia melihat Sakti sedang menguasai bola lalu memasukan nya kedalam ring dan berhasil. Sakti dan Galang berpelukan atas kemenangan nya, sungguh persahabatan yang manis.
Namun, Juni meringis melihat pemandangan seperti itu. Juni takut menjadi perusak antara persahabatan mereka suatu saat nanti.
Kenapa harus mereka berdua? Kenapa?
"Ya udah deh. Tapi nonton bentaran ya, habis itu Gue mau ke toko kue Bunda." Ucap Juni akhirnya mengalah.
"Nah gitu dong, yuk!" Dea dan Anya menggandeng tangan Juni dan berjalan ke pinggir lapangan dengan riang.
Selama menonton pertandingan basket, hati Juni berdetak tak karuan. Tatapan nya terus menjauh dari Sakti dan Galang. Melihat nya saja sudah membuat Juni gelisah, apalagi jika harus berdekatan.
Di sebelah kiri Juni, terdapat Adilla bersama teman teman nya yang sedang meneriaki Sakti.
Juni jadi ingat kejadian beberapa waktu lalu, ketika Adilla mengatakan kalau Dia menyukai Sakti. Juni jadi tak enak hati karena merasa telah merebut kekasih orang lain, meskipun Sakti dan Adilla hanya sebatas sahabat.
"SAKTI! SEMANGATT!"
Adilla terlihat begitu bahagia menyemangati Sakti sambil meloncat loncat.
Sakti yang sadar,membalas teriakan Adilla dengan senyuman dan kedipan mata. Sontak para wanita yang melihat ikut terpesona dan teriak kegirangan. Pesona Sakti, begitu kuat sehingga membuat siapapun akan melirik nya.
"SAKTI! SAKTI! SAKTI!"
Dea yang berdiri di dekat Adilla merasa terganggu karena begitu berisik.
"Berisik banget sih nih orang," gumam Dea namun masih bisa terdengar oleh telinga Adilla.
"Apa Lo bilang? Lo ngatain Gue berisik?" Timpal Adilla.
Juni dan Anya ikut melirik ke arah samping.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUNIJANU
Teen FictionBagi Juni, mencintai adalah kutukan. Dan patah hati adalah buah nya. Tuhan memang tidak selalu terlihat adil di hadapan ciptaannya. Dan kini, Juni sedang menagih keadilan itu. 🍏 🍏 🍏 Juni Maharani, siswi SMA Trisuaka yang menyukai seorang Sakti J...