Upacara hari ini begitu melelahkan, matahari yang begitu terik membuat pada murid mengumpat karena merasa kepanasan. Apalagi kaum wanita, mereka tidak berhenti mendumel karena make up nya yang luntur akibat terik matahari.
"Panas banget anjir, Gue sampe keringetan gini." Ujar Dea kepada kedua temannya.
Mereka baru saja sampai didalam kelas dan langsung mengumpat saat mendudukkan dirinya pada kursi.
"Iya, mana lama banget lagi amanatnya. Udah kayak ikan asin lagi di jemur tau gak," timpal Juni.
"Sampe banyak yang pingsan tadi saking panasnya," ucap Anya.
"Palingan juga pura-pura, masa bisa lebih dari 10 orang yang pingsan. Mana kebanyakan cewek centil lagi yang pingsan." Sahut Dea sambil mengibaskan buku pada wajahnya.
"Iya juga ya, harusnya Gue juga ikutan pura-pura pingsan tadi biar gak kepanasan. Siapa tau yang gendong Gue tuh kakak kelas ganteng." Seru Anya.
"Hilih, gaya Lo! Yang ada keburu ilfeel mereka kalo liat yang pingsan itu Lo."
"Dih, emangnya kenapa sama Gue? Gue kan cantik kayak artis Tiktok Filipina itu loh."
Dea memutar matanya malas. "Halu Lo ketinggian!"
Juni hanya tersenyum melihat kedua temannya selalu bertengkar meskipun itu masalah kecil.
Juni jadi terpikir tentang Sakti, bagaimana kondisinya sekarang. Kenapa Dia tidak sekolah hari ini, Juni jadi mencemaskannya.
Semalam,Sakti mengantar Juni sampai rumah menggunakan angkutan umum, kemudian ia pulang ke rumahnya seorang diri.
"HEH, SINI LO!"
Tanpa diduga, Adilla menarik tangan Juni dengan paksa, sampai didepan kelas, Juni berhasil terlepas dari tarikannya
"Apa-apaan sih Lo! Main tarik orang aja." Bentak Juni tidak terima.
"Lo yang apa-apaan! Pasti gara-gara Lo kan Sakti hilang?" Tuduh Adilla.
Semua murid Didalam kelas mendadak terfokus kepada Juni dan Adilla yang beradu mulut didepan kelas.
Dea dan Anya hanya menyaksikan di tempat duduknya masing-masing, tidak berniat untuk melerai.
"Gak salah Lo nuduh Gue? Kalo mau nyalahin orang yang masuk akal dong." Timpal Juni.
"Lo itu pengaruh buruk bagi sakti. Semenjak sakti deket sama Lo, Dia jadi sering terkena masalah."
"Sejak kapan Gue deket sama Dia, kapan?"
"Halah, muna Lo!"
Galang dan Tama yang baru masuk kelas, langsung menghampiri Juni dan Adilla yang sedang berseteru.
"Ada apaan nih ribut-ribut?" Celetuk Tama.
"Nih orang nih ya, yang udah nyebabin Sakti hilang." Ujar Adilla menunjuk Juni.
"Atas dasar apa Lo bisa nuduh kayak gitu? Bukannya Lo sahabat Dia, harusnya tau dong dimana Dia sekarang." Juni tersulut emosi akibat tuduhan Adilla tanpa sebab.
"Kalian itu harusnya bekerja sama buat mecahin kasus Sakti, bukannya saling salahin kayak gini." Timpal Galang menengahi keduanya.
Galang berusaha menghilangkan rasa kecewanya kepada Sakti dan fokus untuk mencari keberadaannya. Se-kecewa apapun Galang terhadap Sakti, ia tetap mengkhawatirkan sahabatnya itu.
"Nih orang ngeselin, main nuduh orang aja." Sahut Juni.
"Gue gak nuduh, tapi emang kenyataannya Lo itu pengaruh buruk terhadap Sakti." Kekeh Adilla dengan pendiriannya.
"Emangnya selama ini Lo pengaruh baik bagi Sakti? Gitu? Sok suci banget Lo!"
"Apa Lo bilang?"
"SOK SUCI! Budek Lo?"
"Lo berani ya sama Gue,"
Adilla tanpa diduga menjambak rambut Juni dengan kuat. Tak mau kalah, Juni membalas menjambak Adilla balik. Alhasil, mereka saling menjambak satu sama lain.
Dea dan Anya yang melihat langsung menghampiri dan berusaha memisahkan keduanya.
"Aduh. Kenapa jadi ruwet gini sih masalahnya?" Tama berseru panik.
Galang hanya memperhatikan keributan antara Juni dan Adilla, dan yang mereka ributkan adalah sahabatnya sendiri.
"Lepasin temen Gue, nenek lampir!" Anya berusaha melepaskan cekalannya Adilla dari rambut Juni.
"Temen Lo aja yang lepasin Dilla!" Sahut Sania, teman Adilla.
"Udah tau temen Lo yang mulai duluan."
"Temen Lo tuh!"
"Temen Lo!"
Kini, Anya dan Sania juga ikut-ikutan saling menjambak. Suasana semakin ricuh, ada yang memisahkan, ada yang merekam, ada juga yang hanya menonton.
Tiba-tiba Galang mendapat telepon dari seseorang. Dia mengangkat dan menyimak si penelpon dengan serius.
Tak lama, Galang mematikan telepon lalu memasukannya kedalam Saku seragam.
"BERHENTIII!!"
Semua orang langsung berhenti mendengar teriakan Galang yang begitu kencang. Layaknya sedang bermain challenge, tak ada satupun yang bergerak ataupun bersuara. Posisi Juni dan Adilla sedang saling Jambak dengan Dea yang berusaha melerai, ada Anya dan Sania dengan posisi saling menarik seragam, juga murid lain sebagai penonton. Semuanya tidak ada yang bergerak sedikitpun. Galang merasa bingung kenapa semuanya berhenti bergerak, padahal Dia hanya menyuruhnya berhenti bertengkar. Galang jadi malu sendiri dibuatnya.
"Sakti udah ketemu, sekarang lagi di rumah sakit. Jadi dimohon kalian berhenti bertengkar!"
Semua orang akhirnya kembali bergerak setelah mendengar penuturan Galang. Juni dan Adilla melepas jambakan, Mereka terkejut sekaligus senang mendengar Sakti sudah di temukan. Sedangkan Juni terlihat biasa saja, karena memang sudah tau dari semalam.
"Beneran Lo, Lang?" Tanya Adilla antusias.
"Iya. Barusan Tante Mira yang telpon."
"Pulang sekolah Gue mau nengok Sakti, awas kalo Lo ikut-ikutan!" Tunjuk Adilla kepada Juni dengan sinis.
"Dih, biarin."
"Udah, Udah. Jangan berantem lagi napa. Nanti kalo ketahuan guru bisa berabe. Kalian semua juga kembali duduk ke bangku masing-masing, ngapain ngumpul." Ujar Galang.
Semua orang kembali duduk ke bangku masing-masing sebelum ada guru yang masuk dan ketahuan ada keributan baru saja.
"Awas aja Lo!" Delik Adilla sambil berjalan menuju mejanya.
"Apa?" Sewot Juni tak mau kalah.
"Udah Juni, gak usah diladenin" Dea menarik Juni ke tempat mejanya agar tidak melirik Adilla terus.
Galang dan Tama akhirnya bernafas lega karena semuanya kembali seperti semula. Ia menatap ke sekeliling kelas, semuanya sudah aman terkendali.
"Heran, kok gak ada yang rebutin Gue ya?" Celetuk Tama kepada Galang disampingnya.
"Makanya, banyakin sedekah! Bukannya tebar pesona."
Galang meninggalkan Tama dan berjalan menuju tempat duduknya.
"Kayak yang suka sedekah aja Lo Abu Lahab!"
___
To Be Continue
JUNIJANU BAGIAN 45
Juni Maharani
Sakti Janu Namaan
KAMU SEDANG MEMBACA
JUNIJANU
Teen FictionBagi Juni, mencintai adalah kutukan. Dan patah hati adalah buah nya. Tuhan memang tidak selalu terlihat adil di hadapan ciptaannya. Dan kini, Juni sedang menagih keadilan itu. 🍏 🍏 🍏 Juni Maharani, siswi SMA Trisuaka yang menyukai seorang Sakti J...