16 - Telfonan

993 111 4
                                    

Jodoh itu udah di siapin Tuhan,
Jadi gak usah bingung,
Tungguin aja di rumah,
Ntar juga ada dateng bertamu.

xxtxi23
🍏

Tengah malam hampir berlalu, Namun Juni sibuk berkutat dengan buku Diary nya. Tangan nya terus menggerakan Pulpen yang membuat nya menari - nari di atas kertas. Ia duduk bersila di atas kasur dengan bantal sebagai tumpuan untuk menulis.

Cicak yang sedang lewat pada dinding kamar Juni pun sempat mengintip tulisan sang gadis. Jujur dia penasaran, Apa yang membuat Juni tidak sadar akan kehadiran dirinya.

'Ya Allah!
Sakti itu jodoh Juni atau bukan sih. Kalo bener jodoh Juni, jangan rumit - rumit ya alur-nya. Juni gak suka! Juni capek. Biarin Sakti aja yang nyamperin, terus Juni bagian duduk di teras rumah nungguin Sakti. Setelah itu bahagia selamanya.
Tapi, Kalo Sakti bukan jodoh Juni. Tolong hilangkan saja dia dari muka bumi bagaimana pun cara nya. Biar Juni bisa Move on dari Sakti, Biar Juni bisa ketemu jodoh dalam kondisi hati kosong tanpa nama siapa pun. Soalnya kalau Sakti masih berada di belahan muka bumi, Juni akan tetap suka sama Sakti. Soalnya Juni baperan. Apalagi melihat pesona Sakti, Juni gak tahan, Ya Allah.'

"Ckckckck." Juni mendengar suara cicak dengan nyaring di kamar nya. Suara nya seperti sedang mentertawakan seseorang.

"Berisik!"

Juni melempar bantal ke arah cicak yang sedang menempel di dinding. Juni merasa kesal karena konsentrasi nya buyar. Ia melihat jam dinding menunjukan pukul 12 lewat 25 menit, sudah terlalu malam untuk Juni masih menyalakan lampu kamarnya.

Juni menutup buku Diary lalu menyimpan di atas nakas samping kasur nya. Dia merebahkan badan dan menarik selimut sampai menutupi leher nya.

Seketika pikiran nya melayang pada kejadian tadi siang di lapangan Sekolah. Apa maksud nya Sakti mencium bibir nya. Kalau saja Sakti tidak dekat dengan Adilla, Juni pasti bahagia sekali mendapat adegan tersebut.

Sakti itu nyebelin, sering membuat Juni kesal. sifat nya juga jauh dari kata baik. Juni jadi heran sendiri, kenapa bisa - bisa nya dia menyuki Sakti.

Drrt.. Drrt..

Juni meraih ponsel nya yang bergetar di atas nakas. Siapa orang menghubungi nya tengah malam seperti ini.

Janu is Calling...

"Ngapain dia nelfon jam segini?" Juni bergumam membaca nama yang tertera di layar ponselnya.

Juni menjawab panggilan tersebut dan mendekatkan ponsel ke telinga nya. Tidak ada suara apa pun di sebrang sana. Apa jangan - jangan Sakti hanya mengisengi nya saja.

"Hallo?" Juni mencoba memecah keheningan. Namun tidak ada sahutan sama sekali.

"Hallo? Ada orang disana?" ujar Juni sekali lagi. Tetap tidak ada sahutan dari Sakti. Lalu apa maksud nya dia menelpon Juni tengah malam.

"Udah lah gue matiin aja. Gajelas ni orang."

"Jangan."

Juni mengurungkan niat untuk memutuskan sambungan telfon nya saat mendengar suara di ujung sana.

"Mau apa Lo nelfon gue jam segini? Ganggu orang lagi tidur aja." Ujar Juni berbohong. Padahal dia sama sekali belum tidur.

"Gue mau minta pertanggung jawaban."

Heh? Apa maksud nya yang Sakti katakan. Juni tidak merasa telah menghamili orang, kenapa ia harus bertanggung jawab.

"Tanggung jawab apaan. Gue gak ngehamili Elo ya."

JUNIJANUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang