"Maaf,"
Satu kata yang Sakti lontarkan ketika melihat Juni berlari menjauh tanpa menengok sedikit pun.
Sakti menyisir rambut nya kebelakang dengan kedua tangan nya, air hujan membuat rambut sang pemilik menjadi jatuh dan basah.
Sebuah rasa yang sulit di artikan oleh nya kini, tubuh nya mematung layak nya tak bernyawa. Ia biarkan menyatu dengan hujan, berdamai dengan dingin.
Sakti membalikan badan nya perlahan, sekujur tubuh nya mendadak lemas entah kenapa. Bibir nya mulai bergelatuk kedinginan, di tambah hati yang kesepian.
Sakti melangkah dan membiarkan semua nya berakhir tanpa hasil. Ia berjalan mendekat ke arah mobil dan mengambil payung yang sempat ia jatuhkan.
"TUNGGU!"
Sakti sontak membalikan tubuh nya dan melihat sosok Juni di ujung persimpangan.
Juni berlari mendekati Sakti yang masih dalam keterkejutan nya. Juni kembali dengan ekspresi yang berbeda, seragam nya sudah tidak lagi berbentuk dan Juni tidak peduli itu.
Juni menghamburkan pelukan begitu saja pada Sakti. Dekapan nya sangat erat membuat Sakti bisa merasakan detak jantung nya yang memburu.
Sakti dibuat semakin terkejut dengan perlakuan Juni. Sakti tidak bisa berkata-kata lagi. Entah harus senang tau bagaimana ia mengekspresikan nya.
"Gue kalah,"
Juni berucap dengan posisi masih mendekap tubuh Sakti.
"Gue suka sama Lo, Gue gak suka liat Lo bareng Adilla, Gue cemburu." Akunya.
"Gue ngaku kalah,"
Juni tidak bisa menahan lagi. Cukup sudah ia mengelak bahwa ia tidak menyukai Sakti. Juni kalah melawan diri nya sendiri.
Juni ingin menjadi egois sekali-kali. Tidak mementingkan orang lain bukan berarti tidak peduli. Kadang menjaga diri jauh lebih penting dari pada mengasihani orang lain.
Tidak peduli apa pendapat Sakti, tidak peduli komentar orang-orang nanti. Juni hanya ingin meringankan beban di dada nya, membuang kerisauan dalam benak nya.
"Janu, peluk Gue balik." Ringkih Juni dengan nada gemetar.
Sakti sedikit bimbang, namun detik selanjutnya ia membalas pelukan Juni. Mata nya ia pejamkan, merasakan setiap sentuhan tangan nya. Di elus rambut Juni dengan lembut berharap bisa menenangkan jiwa nya.
Dada nya menghangat saat Juni memanggil dengan sebutan Janu. Kata yang ia tunggu-tunggu keluar dari mulut Juni, dan hari ini penantian itu berakhir. Sakti tersenyum hangat bersamaan hujan yang mengakhiri tugas nya.
"Gue tau kalo Lo masih suka sama Gue, Lo gak mungkin lupain Gue gitu aja,"
Ucap Sakti dengan tenang, Hujan yang menghilang membuat nya tidak perlu lagi mengeraskan suara.
Juni melepaskan pelukan lalu menatap Sakti dengan malu-malu. Ia tidak tau apakah tindakan nya ini akan menjadi bahan ejekan oleh Sakti.
"Jangan ngetawain Gue," ujar Juni sedikit menunduk dengan suara pelan.
"Siapa yang ngetawain?"
"Lo lah,"
"Kenapa Gue ngetawain? Dan apa yang harus Gue ketawain? Apa Juni?" Sakti berseru dengan mata menyorot Juni.
"Gue tau kalo Lo lagi gak bercanda. Gue tau kalo yang Lo bilang tadi itu tulus dari hati, Gue tau," lanjut nya.
"Juni?" Panggil Sakti.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUNIJANU
Teen FictionBagi Juni, mencintai adalah kutukan. Dan patah hati adalah buah nya. Tuhan memang tidak selalu terlihat adil di hadapan ciptaannya. Dan kini, Juni sedang menagih keadilan itu. 🍏 🍏 🍏 Juni Maharani, siswi SMA Trisuaka yang menyukai seorang Sakti J...