Dengan cepat, Sakti mengejar penguntit yang selalu mengikuti Juni itu. Sakti berhasil menyamakan kecepatan berlarinya dan jarak antara mereka semakin terkikis.
Penguntit itu berlari memasuki gang-gang kecil untuk menghindari kejaran, namun Sakti tak menyerah begitu saja. Bibirnya bergelatuk dan matanya menajam melihat lelaki yang terus menjauhinya.
Saat Sakti berhasil menghapus jarak, ia langsung menarik ujung jaket si lelaki misterius itu dan membantingnya kebelakang membuat sang empu terjatuh tak berdaya.
Sakti menatap tajam sambil berkacak pinggang, mulutnya terbuka tak bisa menahan nafasnya yang memburu akibat kelelahan. Ia tersenyum menyeringai seolah memberi peringatan kepada lelaki didepan.
Lelaki itu setia menutupi wajahnya dengan kupluk jaket. Kepalanya menunduk menghindari tatapan dari Sakti. Ia ingin bangkit namun Sakti dengan cepat mencegah.
"Siapa lo?" Sakti bertanya dengan nada yang masih bisa di kontrol.
Tidak ada jawaban dari sang empu membuat Sakti menggeram kesal. Keringatnya bercucuran dan membasahi seragam putihnya.
"Gue tanya lo siapa? Apa tujuan lo selalu ngikutin Juni? Punya masalah apa lo sama dia?"
Bukannya menjawab, lelaki itu justru berdiri dan membenahi dirinya. Dengan santai ia membuka kupluk dan menunjukan wajahnya yang selalu ia tutupi.
Sakti tidak mengenal siapa laki-laki ini, Sakti mengira ia masih berumur 20 tahunan. Tidak ada yang aneh, namun mengapa lelaki ini selalu menutupi wajahnya.
Dengan tatapan meremehkan, ia menyunggingkan senyum terhadap Sakti, tidak ada ketakutan diwajahnya yang membuat Sakti meludah kasar ke sembarang arah.
"Apa masalah lo dengan Juni? Sejak kapan lo menjadi penguntit?"
Sakti mencoba bertanya kembali dan berharap mendapatkan jawaban kali ini.
"Lo gak perlu tau," jawab lelaki itu dengan melayangkan senyuman.
"Gue berhak tau!"
"Lo siapa nya dia?"
"Dia pacar gue."
Lelaki itu menaikan sebelah alisnya tidak percaya.
"Masa?"
"Ya masih calon sih. Tapi sebentar lagi juga kita pacaran." Jawab Sakti kikuk.
Dari kejauhan, terlihat Juni berlari kearah keduanya. Setelah sampai, dia mengatur nafasnya yang tidak beraturan. Juni berdiri disamping Sakti dan menyaksikan Lelaki misterius bersama.
Lelaki itu tersenyum kepada Juni dan menundukkan kepalanya sebagai sapaan. Dia tidak melarikan diri, justru berdiri tegap dihadapan Sakti dan Juni.
"Lo kenal dia?" Sakti bertanya kepada Juni.
Juni menggeleng dengan yakin. "Gue gak kenal sama sekali. Tapi gue kayak pernah liat, dimana yah, gue lupa." Ujarnya mengetuk-ngetuk kepalanya.
"Lo siapa sih?" Tanya Juni begitu penasaran.
"Lo tinggal kasih tau siapa nama lo, gitu aja susah amat!" Pekik Sakti yang greget akan tingkah si lelaki yang tidak ia kenal.
"Nama gue Bayu," ujar di lelaki dengan santai dan tanpa beban.
Juni terus berpikir keras mencoba mengingat siapa lelaki ini sebenarnya, namun otaknya tidak bisa diajak bekerja sama sekarang.
"Kenapa lo selalu nguntit gue?" Tanya Juni meminta penjelasan.
"Lo ngerasa kalo gue ngikutin Lo?"
"Ya iyalah. Buktinya setiap gue kejar lo pasti lari,"
"Ya karena gue maunya lari, kenapa lo yang ribet."
Sakti tidak bisa berdiam diri terus-terusan, ia harus mendapat jawaban yang sebenar-benarnya. Dengan perlahan Sakti mendekati Bayu dan ditepuk pundaknya.
"Jujur, apa tujuan lo sebenarnya. Kalo lo suruhan orang, lo gak usah takut, kita bakal ada di pihak lo." Ujar Sakti dingin dan menekan setiap Kalimatnya.
"Gue gak ngerti apa yang lo omongin." Serkah Bayu.
"Lo gak usah pura-pura ya! Atau lo mau gue hajar dulu biar lo ngaku?" Ujar Sakti yang sudah habis kesabarannya.
Sakti siap melayangkan pukulan tepat pada wajah Bayu, namun Juni menahannya. Juni menggelengkan kepala kepada sakti tanda perintahnya.
"Jangan pake kekerasan, gue gak suka." Larang Juni dengan halus.
"Tapi dia gak bisa diajak bicara baik-baik, Jun. Gue udah sabar, tapi dianya yang mancing." Sungut Sakti dengan nada tinggi.
Bayu tersenyum lantas sedikit memundurkan dirinya karena jarak yang terlalu dekat dengan Sakti.
"Oke gue bakal jujur." Bayu menjeda kalimatnya beberapa detik lalu melanjutkannya lagi.
"Gue emang selalu ngikutin lo diem-diem. Tapi gue punya alasan, dan untuk alasannya gue gak bisa kasih tau,"
"Kenapa? Lo pasti suruhan orang kan?" Ucap Juni tak sabar.
"Nanti lo juga bakal tau sendiri,"
"Kalo ujung-ujungnya gue bakal tau, kenapa gak di kasih tau sekarang aja?"
"Karena itu bukan tugas gue. Tugas gue hanya ngikutin dan nyari tau tentang kehidupan lo,"
Sakti tiba-tiba menarik kerah Bayu dengan kuat, ia tidak peduli kalau Bayu lebih tua darinya. Ia tidak bisa menahan lagi dan ingin meluapkan emosinya.
"Bilang sama gue, siapa yang udah nyuruh Lo!" Sakti menekan kalimatnya dan melebarkan matanya tepat pada wajah Bayu. Tangannya tidak berhenti menarik kerah baju dan mengangkatnya tinggi-tinggi.
Bayu hanya tersenyum miring, amarah Sakti tidak membuat pendiriannya goyah. Ia tetap dengan tekadnya untuk tidak memberitahu tujuan sebenarnya.
"Sorry, gue harus pergi."
Bayu melepaskan tangan Sakti dari bajunya dengan paksa. Setelah terlepas, Bayu merapihkan kerah baju dan mengibasnya dengan tangan, seolah telah terkena oleh noda kotor.
"Lo gak bisa pergi sebelum ngasih tau siapa yang udah nyuruh lo," ancam Sakti.
Tanpa diduga, Bayu melayangkan pukulan pada wajah Sakti dan membuatnya terjerembab ke tanah.
Selagi Juni membantu Sakti berdiri, Bayu berlari dengan kencang dan menghilang dari pandangan Sakti serta Juni. Ia berhasil lolos.
Sakti dan Juni hanya bisa mengumpat dan menatap Bayu yang sudah tidak terlihat lagi. Akhirnya, mereka memutuskan untuk kembali.
___
To be continued
JUNIJANU BAGIAN 64
Juni Maharani
Sakti Janu Namaan
Hai, apa kabar?
Semoga baik-baik saja dan dijauhkan dari segala musibah.
Covid-19, banjir, longsor, gempa, gunung meletus, dan juga pesawat jatuh. Semoga semuanya segera berakhir. Agar kita semua bisa bahagia kembali seperti sebelum mereka datang tanpa permisi 🤲
Jangan pernah lupa bagaimana cara bahagia, oceee💋
Yang nunggu Sakti dan Juni jadian di pending dulu ya,
Sekarang akan fokus ke konflik masalah yang ruwet.
Stay tune
IG : xxtxi23
KAMU SEDANG MEMBACA
JUNIJANU
Teen FictionBagi Juni, mencintai adalah kutukan. Dan patah hati adalah buah nya. Tuhan memang tidak selalu terlihat adil di hadapan ciptaannya. Dan kini, Juni sedang menagih keadilan itu. 🍏 🍏 🍏 Juni Maharani, siswi SMA Trisuaka yang menyukai seorang Sakti J...