Dengan langkah santai, Sakti memasuki kelas 12 IPA 1. Ia berangkat cukup siang sehingga sudah banyak siswa yang menempati tempat duduknya dikelas.
Kebanyakan orang-orang sibuk berdiskusi, lebih tepatnya menggosip selagi bel masuk belum berbunyi. Sebagian disana menyadari kedatangan Sakti lalu melakukan bisik-bisik bersama teman disampingnya.
Sakti melihat Galang dan Tama sedang asik berceloteh bersama yang lain, entah apa yang mereka bicarakan.
"Wih bebeb Sakti akhirnya sekolah juga," pekik Tama saat melihat Sakti berjalan menuju kearahnya.
Galang ikut menengok dan sudah mendapati Sakti duduk disebelahnya. Ia hanya mengambil nafas panjang lalu membuangnya dengan sekejap.
"Hallo epribadehh, pada kangen kan sama Aa' tampan se-Indonesia raya ini?" Sakti menyapa sambil menaik-turunkan alisnya jahil.
"Yo'i. Gimana kondisi lo, Sak?" Tanya Tama selalu mendahului.
"Gak liat muka gue berbunga-bunga gini? Udah jelas gue sehat wal'afiat, aman sentosa."
"Widih berbunga-bunga, dikira taman mini apa. Tapi syukur deh kalo lo udah sehat. Tadinya kita sekelas mau jenguk lo kalo hari ini masih belum sekolah." Tutur Tama lalu melirik kearah Galang. "Iya kan Lang?"
Galang menyahuti dengan menganggukkan kepala santai. Ia tidak berminat untuk mengeluarkan suara dan berbicara kepada Sakti. Sepertinya Galang kembali ke beberapa hari yang lalu, disaat Sakti mengkhianati pertemanannya. Dia terpaksa baik saat Sakti sakit kemarin. Dan karena sekarang sudah sembuh, Galang kembali lagi dengan sikap semulanya.
"Lo gak nanya kabar gue?" Sakti mengajak Galang berbincang.
"Udah tau,"
"Ya sekedar basa-basi gitu,"
"Buang waktu,"
Sakti mengedikan bahunya tak acuh, ia tidak mempermasalahkan sikap Galang yang sedikit aneh dari biasanya.
"SAKTII! Lo apa kabar?"
Itu suara Adilla saat memasuki kelas dan mendapati Sakti didalamnya. Wajahnya berseri karena bisa melihat Sakti setelah berhari-hari tidak tatap muka.
Sakti mendongkak dan menatap Adilla dengan sumringah. "Baik kok, Dil. Buktinya sekarang gue bisa sekolah. Malahan nih ya, kata bunda, gue itu makin ganteng, emang iya, Dil?"
Adilla terkekeh mendengar kalimat Sakti yang selalu menjunjung tinggi rasa percaya diri.
"Bunda Lo bener, Lo makin ganteng apalagi dengan style kayak gini, bisa bikin cewek-cewek pingsan,"
Sakti menyengir kuda saat Adilla memuji dirinya.
"Oh ya dong, pesona seorang Sakti kan memang tidak bisa dielak oleh apapun dan siapapun." Ujar Sakti membusungkan dada.
"Tingkat kepedean lo itu mesti dipertanyakan deh. Soalnya ini tuh udah melewati kadar overdosis." Sahut Tama kepada Sakti yang sibuk memuji dirinya sendiri.
"Gue bukan muji diri sendiri, tapi menerima kenyataan kalo gue itu terlahir tampan tak terbantahkan."
"Astagfirullah," Tama menggelengkan kepala tak'jim. "Takabur lo ya!"
"Bukan takabur, tapi bersyukur."
"Ngeles mulu lo anak buah Fir'aun!"
"Kayak gak pernah sombong aja,"
"Gue sombong juga ada batas wajar, tau tempat, tau kondisi, gak overdosis kayak lo,"
"Nah barusan lo nyombong?" Serkah Sakti.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUNIJANU
Teen FictionBagi Juni, mencintai adalah kutukan. Dan patah hati adalah buah nya. Tuhan memang tidak selalu terlihat adil di hadapan ciptaannya. Dan kini, Juni sedang menagih keadilan itu. 🍏 🍏 🍏 Juni Maharani, siswi SMA Trisuaka yang menyukai seorang Sakti J...