51 - Mengejar Pelaku

374 30 0
                                    

Setelah memutuskan pulang dari rumah sakit. Juni bersama Jeno menuju ke Toko Kue Bundanya. Mereka ingin menengok Ratih yang sibuk dengan Kue-kuenya.

"Beneran mau ikut ke toko Kue?" Tanya Jeno memastikan lagi kepada Juni.

Juni yang sibuk memainkan ponselnya melirik Jeno yang sedang menyetir di depannya.

"Ikut lah Bang. Masa Juni mau ditinggal sendiri di rumah."

"Ini udah malem loh. Emang gak ngantuk?"

"Malem juga baru jam tujuh elah, Bang. Dikira Juni anak kecil apa, tidur cepet."

Jeno terkekeh sambil melihat Juni yang terlihat kesal dibalik kaca mobil. Pipinya mengembung membuat Jeno tidak tahan ingin menjawil dan memainkannya.

"Tapi bagi Abang kamu itu masih kecil. Setiap lagi kesel gitu, sama banget ekspresinya waktu kamu umur sembilan tahun. Kan Abangmu ini jadi gemess.."

Juni memang memiliki kebiasaan. Disaat sedang kesal, ia selalu mengembungkan pipinya dengan bibir yang di tekuk kebawah. Sama persis dengan anak kecil yang ingin dibelikan gula kapas namun tidak diberi izin orang tuanya. Gemas sekali.

"Juni itu udah besar tau! Udah kelas dua belas. Udah delapan belas tahun. Berangkat sekolah juga sendiri. Terus dimana kayak anak kecilnya."

"Mau kamu udah nikah ataupun punya anak. Kamu tetep adik Abang yang berumur sembilan tahun, gak akan pernah berubah." Ujar Jeno yang fokus mengemudi.

"Iya-in aja deh, biar cepet." Ujar Juni sambil mematikan ponselnya dan menyimpan disampingnya.

"Mau mampir makan dulu?" Tanya Jeno.

"Enggak deh, langsung ke toko kue aja. Nanti kemaleman."

"Oke. Siap laksanakan tuan putri."

Juni tertawa kecil melihat tingkah Jeno yang begitu memanjakannya. Jeno memang menyebalkan, sering membuat Juni kesal setengah mati. Tapi, kasih sayangnya tidak perlu diragukan. Layaknya seorang kakak terhadap adiknya, Jeno pun begitu menyayangi Juni begitu besar lebih dari apapun.

Jeno kembali sibuk menyetir dan fokus dengan jalanan. Ia mengabaikan Juni yang entah sedang apa dikursi belakang.

Setelah sampai di Toko Kue Bundanya, Jeno menengok kebelakang dan mendapati Juni sedang tertidur pulas.

"Katanya udah besar, gak suka tidur cepet. Pas di cek, Eh tau-tau udah tidur pules." Jeno menggeleng kepala tak habis pikir.

Jeno pun menggoyangkan kaki Juni untuk membangunkannya.

"Juni, Bangun. Udah sampe ini."

"Sampe mana?" Tanya Juni dengan mata yang masih terpejam.

"Surga,"

"Hah, Surga? Emangnya Juni udah mati? Kapan? kok gak inget. Berarti sekarang Juni ada di akhirat ya?" Ujar Juni langsung terbangun.

Jeno menepuk jidat melihat kepolosan adiknya yang haqiqi. Bagaimana bisa ia percaya dengan ucapannya.

"Makanya kalo tidur tuh baca bismillah, jadi ngaco gini kan."

"Jadi Juni masih hidup?" Tanya Juni polos.

"Menurut anda?"

"Gak tau, masih remang-remang."

"Bodo amat! Kumpulin nyawa dulu, Abang duluan masuk toko, nanti nyusul."

"Iya,"

Jeno meninggalkan Juni sendiri di mobil dan masuk terlebih dahulu kedalam toko kue untuk menemui Ratih.

Sedangkan Juni sedang sibuk mengucek matanya dan memperhatikan sekeliling. Ia ingat sekarang, kalau tadi ia sedang berada di perjalanan menuju toko kue Ratih.

"Alhamdulillah, ternyata masih hidup." Ucap Juni mengusap wajah dengan kedua tangannya seperti sehabis berdoa.

Setelah itu Juni keluar dari mobil dan menyusul Jeno yang sudah tertinggal jauh dari parkiran.

Juni masuk kedalam toko kue dengan mendorong pintu kaca, ia melihat pengunjung yang lumayan ramai. Pasti Ratih sedang sibuk di belakang menyiapkan pesanan para pelanggan.

Saat Juni mengedarkan pandangan, ia melihat seseorang yang mencurigakan. Seorang lelaki dengan sepatu Converse, celana jeans dan jaket hitam yang menutupi wajahnya dengan kupluk. Sama seperti orang yang mengikuti Juni beberapa hari yang lalu.

"Dia?" Gumam Juni.

"Ngapain Dia di toko kue Bunda."

"Apa Dia mau nyelakain Bunda?"

Juni terus menebak apa maksud dibalik lelaki misterius itu. Juni jadi was-was setiap kali bepergian semenjak diikuti oleh orang ini.

Juni melihat lelaki misterius berjalan keluar dengan wajah yang terus tertunduk kebawah. Entah ada apa dibawah sana sampai tidak ada niatan untuk memikirkan kedepan.

Dengan sigap, Juni langsung mengikuti lelaki itu yang berjalan menyusuri trotoar.

"Tunggu!" Teriak Juni memperingatkan.

Bukannya berhenti, lelaki itu malah mempercepat langkahnya membuat Juni ikut mengejarnya.

"Berhenti Lo!"

"Tunjukin wajah Lo didepan Gue! Siapa Lo!"

Tak ada jawaban dan langkah si lelaki yang semakin membesar. Juni jadi sedikit kualahan mengejarnya.

"Heh! berhenti napa."

Juni sedikit ngos-ngosan dan kesusahan mengejar si lelaki misterius. Ia memegangi dadanya yang terasa sesak, pasti Asma-nya kambuh lagi.

Juni melihat batu seukuran kepalan tangan dan langsung mengambilnya lalu ia lemparkan kedepan.

"Ya ampun!"

Juni terkejut karena lemparannya tepat sasaran. Batu yang ia lemparkan mengenai kepala bagian belakang si lelaki dan berhasil membuatnya berhenti.

Lelaki itu terlihat mematung beberapa saat. Sepertinya Dia marah karena telah dilukai oleh Juni.

Juni semakin terkejut saat lelaki misterius berbalik arah dan menatap tajam, wajahnya tetap tidak dikenali karena memakai masker hitam, semua serba hitam.

Lelaki itu berjalan perlahan mendekati Juni yang terlihat gemetar. Juni jadi takut sekarang, tatapannya begitu menyeramkan.

"Jangan mendekat!" Bukannya menjauh, lelaki itu malah semakin mendekat.

Juni meneguk ludah dengan lutut yang terus gemetar, ia takut sekali sekarang. Rasanya ia ingin berlari secepat kilat dan menghilang dari tempat itu.

Begitu jarak mereka semakin dekat, Juni segera berbalik dan berlari secepat mungkin. Ia tidak pernah setakut ini.

"BUNDAAA." Teriak Juni sambil terus berlari ketakutan.

Lelaki misterius itu hanya melihat Juni yang berlari terbirit-birit, ia tak bisa menahan tawa saat melihat Juni melupakan sepatunya yang copot dan meninggalkannya begitu saja.

Tanpa ada niatan untuk mengejar Juni, Lelaki itu pun kembali melanjutkan perjalanannya sambil memegangi kepala bagian belakang yang terasa berdenyut.

___

To Be Continue

JUNIJANU BAGIAN 51

Juni Maharani

Sakti Janu Namaan

IG: xxtxi23

JUNIJANUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang