Untuk kedua kalinya, Juni harus bolos sekolah bersama Sakti. Pasti banyak pelajaran yang sudah terlewati dan Juni akan ketinggal materi, apalagi sebentar lagi menghadapi ujian, Juni jadi gelisah memikirkannya.
Saat ini, Sakti dan Juni sedang perjalanan pulang sehabis dari rumah sakit. Selama itu pula Juni hanya diam dan mengikuti Sakti dari belakang. Layaknya seperti seorang ayah yang mengantar anaknya.
Juni termenung di kursi mobil sebelah Sakti mengemudi. Saat di periksa oleh Dokter, penyakit Asma Juni memang sedang parah akibat seringnya banyak masalah akhir-akhir ini. Namun, untungnya Juni tidak perlu di rawat inap, Juni hanya perlu minum obat dengan rutin.
Sakti yang fokus mengemudi sesekali melirik Juni lalu kembali menatap ke jalanan.
"Kata Dokter, lo gak boleh kecapean," Sakti membuat obrolan supaya tidak terlalu sunyi bak Padang pasir.
"Iya, tau."
"Gak boleh makan pedes,"
"Iya,"
"Gak boleh banyak pikiran,"
"Iya,"
"Tapi kalo mikirin gue, gak-papa."
Juni melirik Sakti dengan ekor matanya. Ia begitu muak dengan tingkah Sakti yang selalu semena-mena dan kurang ajar terhadapnya. Juni tidak mau meladeni Sakti karena kondisi badannya yang belum pulih.
Pusing yang melanda kepalanya sudah mulai reda dan sekarang digantikan dengan rasa kantuk yang begitu berat.
"Lo mau makan apa?" Tanya Sakti tanpa meminta persetujuan terlebih dahulu.
"Siapa juga yang mau makan,"
"Gue tau kok lo lagi laper kan? Kita mampir dulu, setelah itu baru pulang." Tutur Sakti sambil fokus mengemudi.
"Gue gak laper!" Juni terus mengelak meskipun perutnya berbunyi dan terdengar oleh Sakti.
"Mau makan apa?" Sakti mengulang kembali pertanyaan yang sama, ia tau kalau Juni sedang lapar namun tidak mau mengakuinya.
"Sumpah ya, lo ngeselin banget."
Sakti hanya terkekeh mendengar Juni yang terlihat kesal padanya.
"Gue aja yang nentuin oke. Kita ke chicken noodle soup."
Juni memutar matanya malas, ia pasrah mengikuti Sakti yang katanya mau mampir dulu. Sebenarnya Juni memang lapar, tapi bukannya sebentar lagi juga pulang, kenapa harus makan di luar.
Setelah sampai di suatu tempat, Sakti mengajak Juni untuk ikut turun dari mobil. Dengan hati-hati Juni mengikuti Sakti entah mau kemana.
Sakti memasuki sebuah rumah makan yang terlihat sederhana. Mereka mengambil duduk di sudut kiri.
"Ini tempat apa?" Tanya Juni kepada Sakti.
Sakti menjawab dengan menunjuk spanduk yang terpajang di tembok dekat ia duduk.
"Mie ayam?" Juni mengeja kata yang bertuliskan besar di spanduk.
"Iya,"
Juni menepuk jidatnya merasa dibodohi. Ia kira, Sakti akan mengajaknya makan di tempat yang mewah bak bintang lima, karena status Sakti yang orang kaya. Eh, ternyata di ajak ke rumah makan yang menu nya mie ayam semua.
"Kok tadi gak bilang mau makan mie ayam?" Tanya Juni masih bingung.
"Bilang,"
"Kapan? Gue gak denger."
"Tadi di mobil," tutur Sakti. "Gue bilang mau ke Chicken noodle soup. Kalo bahasa Indonesianya Mie ayam." Lanjutnya dengan tersenyum lebar.
Juni terperangah mendengar kalimat Sakti yang begitu aneh. Juni kira Sakti akan mengajaknya ke restoran mewah, ternyata ke tempat mie ayam, cuman namanya aja yang di pelesetin.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUNIJANU
Teen FictionBagi Juni, mencintai adalah kutukan. Dan patah hati adalah buah nya. Tuhan memang tidak selalu terlihat adil di hadapan ciptaannya. Dan kini, Juni sedang menagih keadilan itu. 🍏 🍏 🍏 Juni Maharani, siswi SMA Trisuaka yang menyukai seorang Sakti J...