Semenjak Sakti sadarkan diri, Mira tidak berhenti bertanya tentang apa yang sudah terjadi kepadanya. Namun, Sakti belum siap untuk menceritakan semuanya.
"Nanti Sakti cerita semuanya, tapi gak sekarang."
Selalu itu jawaban dari mulut Sakti di setiap pertanyaan Mira. Bukannya tidak sabar, tapi Mira penasaran apa saja yang telah terjadi kepada anaknya.
"Bunda sudah makan?" Tanya Sakti kepada Mira yang menemani dirinya di rumah sakit.
Sakti memang di rawat inap karena terdapat luka yang cukup dalam pada dada sebelah kirinya.
"Sudah."
"Dimana?"
"Tadi dirumah."
"Berarti itu pagi, kalo siang belum. Iya kan Bunda?'
Mira menghela nafas pelan, sedang sakit saja masih memikirkan Kondisi orang lain. Mira bangga sekaligus terharu melihat Sakti.
"Iya, nanti Bunda makan." Ujar Mira mengelus rambut Sakti.
"Kenapa gak sekarang?"
"Sebentar lagi Ayahmu datang, dia sudah sampai bandara, nanti Bunda makan bareng Ayah diluar."
Sakti terkejut mendengar kalau Wiguna pulang dari Tokyo.
"Ayah pulang?"
"Iya sayang. Dia khawatir sekali dengar kamu hilang kemarin."
Sakti tersenyum lebar tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Wiguna jarang sekali pulang ke Indonesia saking sibuknya, makanya Sakti begitu senang mendengar kepulangan Ayahnya.
"Kamu senang?" Tanya Mira.
"Iya Bunda," angguk Sakti antusias.
"Ya sudah sekarang kamu istirahat, Bunda mau keluar dulu."
Sakti hanya mengangguk dan melayangkan senyuman kepada Mira.
Setelah kepergian Mira, Sakti menidurkan dirinya sampai tidak terasa terlelap begitu saja. Tubuhnya memang butuh istirahat setelah di keroyok dan berlama-lama di hutan kemarin.
Ia tidak sadar, ada seseorang yang baru saja masuk ke ruangannya. Dia mengambil duduk di samping ranjang Sakti.
Dia adalah Adilla, dengan seragam yang masih melekat ditubuhnya.
"Sakti," sapa Adilla pelan, karena takut membangunkan Sakti.
"Siapa yang udah berbuat jahat Sama Lo kayak gini?" Tanya Adilla kepada Sakti yang terlelap tidur.
"Gue khawatir banget sama Lo,"
"Gue gak tega liat Lo kayak gini,"
Adilla terus bercerita meskipun tidak Dapat jawaban.
"Gue..."
"Gue.. sebenarnya suka sama Lo Sakti, Gue gak bisa nahan lebih lama lagi." Aku Adilla sedikit gugup takut Sakti mendengar penjelasannya.
"Gue gak suka liat Lo bareng Juni. Gue cemburu."
"Kapan Lo bakal sadar kalo Gue selalu ada di samping Lo, selalu berharap kalo Lo suka Gue balik."
"Gue gak suka setiap kali Lo cerita tentang Juni. selalu muji Dia, tapi gak pernah Lo muji Gue sekalipun."
"Lo itu sahabat Gue bukan sih?"
"Egois gak sih kalo Gue berharap kalian berdua gak akan pernah bersatu. Selamanya berjauhan melawan arah."
Adilla mengelus rambut Sakti dengan pelan, betapa ia mengagumi ciptaan Tuhan dihadapannya ini. Adilla sudah jatuh dengan pesona Saktidari sekian lama. Namun, Tuhan tidak pernah mengizinkan agar keduanya saling mencintai.
"Gue mau Lo hanya ada untuk Gue, bukan si cewek ngeselin itu. Gue mau hanya Gue satu-satunya wanita yang selalu ada disamping Lo."
Tanpa sadar, air mata Adilla longsor dan membasahi pipi, Dia menangis dalam diam.
"Gue..."
CEKLEK
Terdengar suara pintu yang terbuka, membuat Adilla segera menghapus air matanya dan tidak lagi melanjutkan ucapannya.
Disana, ada Galang dan Tama dengan kresek ditangannya, mereka membawakan Sakti buah-buahan, sungguh pertemanan yang romantis.
"Lo udah ada disini?" Tanya Galang kepada Adilla.
Adilla mengangguk tanpa ragu.
"Udah lama?"
"Lumayan,"
"Sakti gimana?"
"Dia lagi istirahat kayaknya, Gue gak tega bangunin,"
Galang dan Tama hanya mengangguk sebagai jawaban. Mereka menatap temannya yang tengah terbaring dengan lemah dengan luka di sekujur tubuhnya.
Adilla berdiri dari tempat duduknya membuat Galang dan Tama meliriknya.
"Mau kemana?" Tanya Galang.
"Gue mau pulang, mau ganti seragam. Nanti Gue kesini lagi."
"Mau kita anter?"
"Gak usah. Tolong jagain Sakti ya buat Gue."
"Siap Bu bos!"
"Enak ya jadi Sakti, punya sahabat sebaik dan secantik Lo. Kayaknya bener deh, Gue harus rajin sedekah biar dideketin banyak cewek." Ujar Tama mengiri kepada Sakti.
"Apaan sih Lo, Tam, Biasa aja kali." Adilla tersenyum malu sambil mengibaskan tangannya di udara.
"Kalo gitu, Gue pulang dulu ya,"
"Tunggu,"
Tidak disangka, Sakti menahan tangan Adilla supaya tidak pergi kemana-mana. Adilla sungguh terkejut mendapat perlakuan seperti itu. Sejak kapan Sakti terbangun dari tidurnya.
"Jangan pergi, tetap disini."
___
To Be Continue
JUNIJANU BAGIAN 46
Juni Maharani
Sakti Janu Namaan
KAMU SEDANG MEMBACA
JUNIJANU
Teen FictionBagi Juni, mencintai adalah kutukan. Dan patah hati adalah buah nya. Tuhan memang tidak selalu terlihat adil di hadapan ciptaannya. Dan kini, Juni sedang menagih keadilan itu. 🍏 🍏 🍏 Juni Maharani, siswi SMA Trisuaka yang menyukai seorang Sakti J...