Sudah malam hari dan tidak ada perkembangan tentang Sakti. Alhasil Semua orang yang berada di rumah Juni kembali pulang ke rumahnya masing-masing.
"Kasian ya Mira, pasti sedih banget mikirin Sakti," ujar Ratih kepada kedua anaknya.
"Om Wiguna sudah dikasih tau?" Tanya Juni penasaran.
"Sudah, katanya besok pulang dari Tokyo, Dia khawatir dengar anaknya hilang." jawab Ratih.
"Sibuk banget ya om Wiguna itu, pantesan gak pernah liat, orang kerjanya di luar negeri."
"Iya, Dia punya perusahaan disana, makanya jarang sekali pulang ke indo."
"Pantes aja rumahnya kayak istana presiden. Orang kaya,"
"Kenapa kalian jadi gibahin bokapnya Sakti?" Celetuk Jeno.
"Idih, biarin." Ujar Juni. "Eh, Bang. Si Bulbul beneran dibawa pulang sama Caca?"
Juni mengubah topik pembicaraan dan beralih kepada kakaknya.
"Iya, kalo gak dikasih, ntar nangis lagi tuh anak."
"Udahlah, ikhlasin aja Bulbul buat Caca. Kan Abang bisa beli lagi kucing yang baru."
"Enak aja, Abang melihara Bulbul tuh dari kecil, sudah Abang anggap kayak adik sendiri." Ujar Jeno sewot.
"Sejak kapan Abang punya dua adik?"
"Sejak Bulbul dimasukin kedalam Kartu Keluarga."
"SEJAK KAPAN?"
Juni tidak habis pikir dengan Jeno, bagaimana bisa Dia sesayang itu dengan seekor kucing. Padahal, Juni saja tidak pernah diperlakukan sesayang itu.
"Sudah sudah, malu kedengar sama tetangga. Lebih baik kalian tidur, ini sudah malam." Ujar Ratih memerintah kepada kedua anaknya.
Jeno dan Juni beranjak dari sofa dan pergi ke kamarnya masing-masing. Ratih hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan anaknya yang sudah beranjak dewasa.
"Darma, anakmu sudah besar sekarang."
___
Juni mengunci pintu kamar dan berniat segera tidur. Hari ini cukup melelahkan baginya. Juni mematikan lampu kemudian merebahkan tubuhnya di atas spring bed berwarna putih.
Baru satu detik memejamkan mata, Juni terbangun karena mendengar panggilan dari handphone-nya.
Dengan malas, Juni meraih handphone dari atas makasih dan menjawab panggilan tersebut.
"Hallo." Sapa Juni dengan mata yang terpejam.
[ "Juni," ]
Juni terjolak kaget mendengar suara yang tidak asing ditelinga. Seketika ia merubah posisi menjadi terduduk. Tidak mungkin ia salah dengar.
[ "Juni?" ] Sapa seseorang dari sebrang sana.
"Sakti? Ini Lo kan?"
[ "Bukan," ]
"Terus ini siapa? Kok suaranya mirip banget sama Sakti." Tanya Juni begitu penasaran.
[ "Siapa bilang Gue Sakti, Gue kan Janu." ]
Terdengar suara kekehan yang begitu indah di sebrang sana membuat Juni mengembangkan senyumnya, namun detik berikutnya ia merubah ekspresi wajah.
"LO KEMANA AJA! GAK TAU APA ORANG-ORANG NYARIIN LO!"
[ "Lo khawatir ya sama Gue?"]
"Idih, enggak ya! Bunda Lo tuh yang khawatir banget sama Lo. Lagian Lo ngilang kemana sih?"
KAMU SEDANG MEMBACA
JUNIJANU
Teen FictionBagi Juni, mencintai adalah kutukan. Dan patah hati adalah buah nya. Tuhan memang tidak selalu terlihat adil di hadapan ciptaannya. Dan kini, Juni sedang menagih keadilan itu. 🍏 🍏 🍏 Juni Maharani, siswi SMA Trisuaka yang menyukai seorang Sakti J...