74 - Wikal Sanjaya

277 20 0
                                    

Sakti tertunduk menahan semua yang kini ia rasakan. Darah yang mulai mengering pada dadanya masih begitu perih. Bibirnya bergelatuk ingin menghajar pria codet itu sekarang juga.

Seragam yang semula putih bersih, sekarang penuh dengan noda darah. Kancing dibiarkan terbuka dan memperlihatkan dada Sakti yang menyedihkan.

Sakti melihat pintu terbuka dan memperlihatkan pria codet itu datang dari luar bersamamu dua anak buahnya. Di tangannya membawa sebotol miras yang tinggal setengah lagi.

Sakti mendongkak dan memberi tatapan tidak suka kepada mereka yang terlihat habis bersenang-senang. Kondisinya begitu kacau akibat minuman, Sakti jadi was-was takut terkena kekejaman mereka lagi, apalagi dalam keadaan tidak sadar, pasti lebih menyeramkan.

"Hai, anak muda. Mau minum?" Tawar pria codet tepat diwajah Sakti yang membuatnya menjauhkan diri karena tercium bau alkohol. Dia mengangkat tinggi-tinggi botol minuman berwarna hijau itu sambil sesekali meneguknya.

"Gak!" Tolak Sakti mentah-mentah.

"Coba seteguk dan kau akan terbang," ucap pria codet itu meracau. Sedangkan dua anak buahnya berdiri dibelakangnya. "Mau?" Tawarnya lagi.

"Cih! Gak Sudi!"

"Sikapmu sama persis dengan ayahmu. Keras kepala," ujar pria itu sambil menyentuh rambut Sakti namun di tepisnya.

"Apa hubungan lo sama ayah gue. Apa salah ayah gue sampai lo segitu bencinya?" Tanya Sakti.

Bukannya menjawab, pria codet itu malah tertawa dan membuat Sakti terlihat kesal dan ingin menghajar wajahnya.

"Gue itu nanya bukannya ngelucu! Ngapain ketawa?  Gila nih orang,"

Setelah berhenti tertawa, dia menatap Sakti dengan dingin. Berubah seratus delapan puluh derajat, bibirnya menyeringai dan matanya yang merah akibat minuman keras.

"Oke. Saya akan menceritakan semuanya. Masa lalu yang membawaku kedalam hidupmu. Tapi..."

"Ada bayarannya untuk itu. Jaman sekarang tidak ada yang gratis," lanjutnya.

"Apa bayarannya?" Tanya Sakti.

Tangan pria Codet itu terangkat dan mulai meraba dada Sakti yang penuh dengan sayatan atas ulahnya. Ia sengaja menyentuh luka itu tanpa ragu, membuat Sakti meringis menahan sakit. Posisi yang masih diikat membuatnya jadi tidak bisa berkutik.

"Argh!" Ringis Sakti saat luka itu kembali berdenyut dan terasa begitu perih.

"Itu dia. Bayarannya adalah suara ringisan kesakitan mu. Aku suka,"

Sakti berdesis meratapi nasibnya yang akan seperti apa setelah ini. Tapi jika tidak menuruti, ia tidak akan tahu apa tujuan mereka selalu mencelakai dirinya. Sakti harus menanggung resiko demi sebuah jawaban.

"Oke. Aku akan mulai,"

Sakti meneguk ludah bersiap mendapat jawaban yang sebenar-benarnya. Setelah ini tidak akan ada lagi yang mengganjal di pikirkannya.

"Pertama. Perkenalkan namaku Wikal Sanjaya. Atau sering dipanggil Jay."

Baru perkenalan saja, Sakti sudah terkejut. Nama Jay pernah Mira sebut saat berbincang beberapa hari lalu. Lelaki yang konon katanya pernah berhubungan dengan Mira meskipun status sudah bertunangan dengan Wiguna.

"Aku adalah teman sekolah ayah dan ibumu. Dulu, aku dan Wiguna adalah sepasang sahabat. Baik buruknya dia, aku tau. Kebiasaan kami disekolah waktu itu yaitu membuat konser dadakan di kantin, membuat semua penjual disana ramai-ramai mengejar karena merasa terganggu."

JUNIJANUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang