56 - Cerita Pagi Hari

341 29 0
                                    

Pagi hari ini begitu cerah, kicauan burung bersenandung di batang pepohonan. Terik matahari masuk pada celah jendela kamar Sakti yang membuatnya terbangun karena merasa silau. Sakti mengucek matanya dan menggeliat panjang. Rasanya menyegarkan sekali dengan kondisi tubuh yang sudah pulih sepenuhnya.

Sakti beranjak dari kasurnya dengan nyawa yang masih belum terkumpul, ia berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Ia butuh waktu setengah jam untuk mandi, kebanyakan ia menyanyi tidak jelas walaupun dengan suara yang bisa membuat rumah bergerak.

Setelah melakukan konser di kamar mandi, ia bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Sudah tiga hari tidak masuk dan rasanya begitu lama bagi Sakti.

Sakti merindukan teman-teman,  rindu suasana kelas, dan yang pasti ia merindukan sosok Juni Maharani. Tapi, ada dua hal yang tidak Sakti rindukan, yang pertama adalah pelajaran sekolah, dan yang kedua adalah Bu Imas. Guru yang selalu memberi hukuman terhadap Sakti.

Dengan seragam yang melekat ditubuhnya, Sakti keluar menuju meja makan dengan dasi yang diikat pada kening. Memang spesies murid yang diincar banyak guru.

Saat tiba di meja makan, Sakti mendapati Wiguna dan Mira sedang menyantap sarapan dengan lahap. Sakti mencibirkan bibirnya seperti anak kecil.

"Ih, kok gak nungguin Sakti sih,"

Sakti duduk disebelah Wiguna dengan bibir yang cemberut. tangannya menopang dagu sehingga membuat pipinya mengembung sama persis seperti Caca yang sedang  merajuk.

"Bunda kira kamu masih tidur dan gak berangkat sekolah dulu, jadi kita sarapan gak nungguin kamu," tutur Mira yang duduk bersebrangan dengan Sakti.

Sakti mengambil nasi dengan wajah masih di tekuk, "Sakti kan mau sekolah, udah lama gak beli cilok mang justin. Uuu kangen." ujar Sakti lebay.

Mang justin yang dimaksud Sakti adalah tukang Cilok di kantin SMA Trisuaka. Nama aslinya itu Ucup, namun style rambutnya mirip dengan Justin Bieber dengan warna oranye menyala. Oleh sebab itu murid Trisuaka memanggilnya dengan panggilan Mang Justin.

"Emangnya kamu sudah sembuh?" Tanya Wiguna melirik kearah Sakti.

Sakti seketika membusungkan dada dihadapan orangtuanya dengan percaya diri, melebarkan senyumnya lalu menepuk dadanya tiga kali.

"Udah kok, liat nih Sakti udah gak apa-apa, senyumnya aja berseri gini, kepala Sakti udah gak pusing, badan Sakti juga udah enakan, liat nih." ujar Sakti memamerkan lesung pipinya yang teramat dalam.

Wiguna dan Mira hanya menggelengkan kepala seraya tersenyum melihat tingkah anaknya yang begitu menggemaskan.

Meskipun Sakti anak pertama, Namun Mira dan Wiguna selalu memanjakannya sama seperti Caca. Materi yang cukup membuat mereka tidak kesulitan mengabulkan setiap keinginan Sakti.

"Iya, Bunda percaya." Ujar Mira terkekeh.

"Kepala kamu kenapa diiket gini? Lagi sakit kepala?" Tanya Wiguna menunjuk dasi yang berada di kening Sakti.

Sakti lantas memegang kepalanya lalu merapikan jambul katulistiwa dengan percaya diri, berharap orangtuanya akan terpesona melihat ketampanan dirinya. Padahal, Mira bergidik ngeri melihatnya.

"Ayah gak tau? Ini tuh style anak muda jaman sekarang. Cuma modal kayak gini aja, cewek-cewek pada klepek sama Sakti,"

Bukannya terlihat senang, Wiguna justru melotot dan menepuk pundak Sakti sedikit keras.

"Jadi selama ayah di Tokyo kelakuan kamu kayak gini? Siapa yang ngajarin kamu jadi murid bandel?"

Sakti terkejut karena mendapat semprotan dari Wiguna, padahal tadi ia berharap mendapat pujian.

JUNIJANUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang