Dalam sejarah Smara, menyaksikan pria memasak itu hanya terjadi di televisi atau tukang dagang pria di luar rumahnya. Namun, kemarin malam dan hari Minggu pagi ini, terlukis sejarah baru. Ia melihat pria yang sedang memasak di rumahnya, ayahnya.
Smara melirik sekilas ayahnya yang masih sibuk berkutat dengan bahan-bahan makanan, menimbulkan aroma pasakan yang membuat air liur Smara hampir menetes. Smara menggeleng, ia langsung masuk ke kamar mandi.
"Ibu?" Smara memanggil Alya setelah keluar dari kamar mandi.
"Ibu lagi jogging," sahut Melvin, ia meletakkan tiga piring di meja makan. "Ayah masak nasi goreng, sini sarapan bareng."
Smara melamun, apakah ini mimpi? Ibunya pulang tiba-tiba dan ayahnya menginap di rumah, Smara yakin kemarin Melvin tidur sekamar dengan ibunya. Kemarin malam mereka makan mie bersama sambil menonton film Frozen. Sekali lagi, apakah ia bermimpi?
"Diajak makan malah bengong." Pundak Smara dirangkul oleh Alya yang baru saja selesai jogging di sekitar perumahan, wanita itu membawa Smara mendekati meja makan.
Melvin tersenyum. "Kamu juga sarapan, Al. Aku juga buatin nasi goreng buat kamu."
Hati Smara kembali menghangat. Sarapan pagi bersama ayah dan ibunya, sesuai daftar keinginan yang terpendam.
"Tadi jogging dapat berapa kilometer?" tanya Melvin kepada Alya.
"Tiga kilo, mungkin," jawab Alya. Wanita itu berdecak kagum, pasakan Melvin enak dan sangat layak dimakan.
Melvin menoleh ke putrinya. "Smara, besok ujian 'kan?"
Smara mengangguk. Perkataan Melvin membuat dirinya sedikit lesu.
"Kamu ikutan les atau belajar sendiri?"
Smara melirik brosur bimbingan yang sengaja ia simpan di meja makan kemarin sore. "Smara gak les, tapi aku mau ikutan promo ini." Smara menunjukkan brosur yang ia dapati dari tante-tante yang menyebar brosur sewaktu pulang sekolah kemarin.
"Kupas tuntas soal-soal ujian nasional dalam sehari." Alya membaca brosur itu. "Seratus ribu, cuma dua jam belajarnya? Itu penipuan. Jangan ikutan promo itu, Ra."
"Al," tegur Melvin. "Smara mau ikutan bimbingan itu?" tanyanya kepada Smara.
Smara mengangguk.
"Ya udah ikutan, Ayah yang bayar." Melvin tersenyum.
Alya langsung menatap Melvin. "Mel, itu pasti penipuan! Mana ada kupas tuntas soal-soal ujian nasional dalam dua jam doang, harganya mahal banget lagi."
"Smara kamu siap-siap sekarang. Di brosur itu mulai pembelajarannya jam sepuluh, sebentar lagi. Kamu tenang aja, Ayah izinin kamu, Ayah bakal antar kamu."
Smara tak bisa untuk menyembunyikan senyumnya, ia segera bersiap-siap meninggalkan orang tuanya di meja meja makan.
"Mel, pasti itu bimbingan yang gak bener. Lebih baik kita panggilin guru privat," tutur Alya yang masih tak mengizinkan Smara mengikuti promo bimbingan itu
Melvin menatap Alya, ia tersenyum. "Al, putri kita ada keinginan buat belajar. Kamu harusnya dukung dia. Dukung apapun keinginan putri kita, selagi itu benar."
"Tapi aku skeptis itu bimbingannya benar atau enggak. Kalo itu penipuan gimana?"
"Itu tugas kita buat mengawasinya. Kita bisa laporin kalo bimbingan itu gak benar." Melvin menatap Alya sambil tersenyum hangat.
Mata cokelat Alya terarah ke manik abu sayu Melvin. Wanita mana yang tak jatuh cinta dengan sosoknya? Pria tampan dengan sejuta daya tariknya. Alya mengakui ia mencitai pria itu. Kecerdikan Melvin, kemampuan berstrategisnya, dan cara berpikir cowok itu yang membuat Alya makin jatuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hapless
Fiksi RemajaKomitmen adalah landasan penting yang harus dimiliki pasangan dalam menjalin hubungan. Bagi Smara hidup orang dewasa itu rumit dan banyak drama. Komitmen bukan landasan orang tuanya untuk menjalin hubungan, tapi kesalahan yang menjadi landasan mere...