Gino memandangi papan reklame digital yang berdiri menjulang di dekat gedung-gedung pencakar langit. Gambar sosok wanita cantik tersenyum dengan balutan jas elegan terpampang jelas, CEO perusahaan itu. Terdapat undangan digital yang mengajak setiap orang agar datang ke perayaan ulang tahun perusahaan tersebut. Terbuka untuk umum.
Besok akan diakan acara besar yang dipastikan pasangan pemegang perusahaan itu hadir. Zira dan Melvin.
Kepulan asap tipis keluar dari mulut serta hidung Gino, malam ini begitu dingin. Ia menyembunyikan kedua tangannya di saku mantel. Apa mungkin itu menjadi alasan lain Zira ingin mengundur perceraiannya?
"13 menit, 9 detik." Suara itu memecah hening dalam lamunan Gino. "Anda telah berdiri di sana selama itu dan hanya mengamati papan itu. Hebat," lanjut suara itu.
Gino mengarahkan kepalanya ke arah suara. Terlihat sosok wanita dengan jaket kulit hitam dengan wajah terhias senyum. Ia pernah melihatnya.
"Alya?" panggil pria itu.
"Waw, Anda ternyata mengetahui nama saya. Satu kehebatan lagi yang Anda punya." Alya berdiri di samping Gino dan mengamati sekilas papan digital itu. "Saya rasa Anda juga tahu siapa saya, 'kan?" lanjutnya.
Gino hanya diam.
Alya mengeluarkan sesuatu dari jaket kulitnya, sebuah saputangan. "Ini milik Anda. Terima kasih sudah mengusap darah di sudut pipi saya waktu itu."
Tamparan dari Zira kepada Alya, Gino mengingat itu. Pertemuan pertama mereka.
"Saya tidak menerima kembali barang yang telah saya berikan." Gino melirik wanita di sampingnya. "Dan apa yang Anda mau sampai menguntit saya?"
"Menguntit?" Alya tertawa lirih. "I think that's my passion. Ralat, that's half of my life."
Gino berbalik, meninggalkan wanita itu. Namun, langkahnya ada yang mengimbangi dari samping.
"Pertama, Anda bisa berdiri lama menatap satu objek. Kedua, Anda tahu siapa saya. Ketiga, apa Anda memiliki kepribadian ganda atau Anda pembosan?" Alya menatap dari samping pria itu, langkahnya terburu-buru agar bisa sejajar. "First impression saya ke Anda terpatahkan. Anda sekarang tidak seramah waktu itu. Apa Anda sedang dalam mood buruk?"
Gino menghela napas, ia berhenti melangkah. "Apa yang Anda mau?" tanyanya mulai gusar.
Alya tersenyum. "Berdiskusi. Tapi, bukan di sini."
Tiga detik Gino menatap senyum itu. Setelahnya ia berjalan ke arah mobilnya yang terparkir di tepi jalan. Dan tentunya bersama wanita itu.
* * *
Sampai kapan?
Pertanyaan itu selalu menghantui Zira. Sampai kapan ia harus tunduk pada peraturan yang ia ciptakan?
Peraturan dimana ia jangan gugup setiap ketemu Melvin; harus berani menatap mata elang pria itu, bagaimanapun situasinya; jangan terlalu sering menghela napas atau melirik ke arah lain; senyum senatural mungkin dan improvisasi keadaan layaknya ia seorang istri yang begitu mencintai suaminya.
Sampai kapan pria itu jujur? Sampai kapan ia berbohong kepada Melvin? Kapan Melvin akan tahu semua rahasianya? Kapan Melvin akan tahu bahwa ia sedang mengandung bukan darah dagingnya?
Dan banyak lagi sampai kapan yang harus ia pertanyakan.
Zira menatap Reon yang sedang memainkan gawai sambil tersenyum-senyum. Bahkan sebagai bundanya ia tak pernah membuat senyum itu.
Senyum Reon. Senyum yang mirip dengan ayahnya.
"Bunda? Dari kapan di sana?" tanya Reon.
Tatapan menelisik Reon membuat Zira merasa sudah biasa mendapatkannya. Tatapan yang sama dengan ayahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hapless
Teen FictionKomitmen adalah landasan penting yang harus dimiliki pasangan dalam menjalin hubungan. Bagi Smara hidup orang dewasa itu rumit dan banyak drama. Komitmen bukan landasan orang tuanya untuk menjalin hubungan, tapi kesalahan yang menjadi landasan mere...