Mata bermanik abu sayu yang Zira lihat ketika ia sedang mencari keberadaan putranya. Melvin duduk di belakangnya. Ini acara pertunangan Alya dan Gino, tapi para tamu sempat-sempatnya mewawancara mereka terkait perceraian mereka.
Zira memilih menjauh, langkahnya menjadi pelan karena ada dua janin yang ditanggung dalam perutnya. Keputusan yang salah ia mengenakan heels, ia hampir saja tergelincir jika seseorang tak langsung menahan lengannya.
"Makasih," sahut Zira.
Pria yang tadi menolongnya melepaskan sepatu pentofelnya. "Pakai sepatu aku."
"Nggak usah, Mel."
Melvin langsung berjongkok, melepas heels yang Zira pakai dan menggantinya dengan sepatunya. "Kamu mau ke mana? Toilet? Biar aku antar."
"Aku bisa sendiri." Setelah itu, Zira pergi menjauhi Melvin. Langkahnya yang lambat dan berat membuat Melvin mudah membuntutinya.
"Hati-hati licin." Melvin memegangi tangannya ketika mereka sampai di toilet.
"Aku tau. Kamu bisa pergi, Mel. Ini toilet wanita."
"Aku tunggu di sini. Hati-hati, ya, Ra." Melvin diam di depan pintu bilik toilet yang Zira gunakan.
Zira cukup lama di toilet. Sengaja. Ia ingin Melvin pergi. Namun, melihat ke bawah pintu toilet, masih ada kaki Melvin yang hanya menggunakan kaus kaki saja.
"Udah selesai, Ra?" tanya Melvin ketika Zira memutuskan keluar toilet.
Zira mengangguk. "Ada sandal di mobil aku. Pakai lagi aja sepatu kamu, Mel."
"Pakai dulu sepatu aku, biar aku yang ambil sandal kamu." Melvin kembali menggandengnya. "Mana kunci mobil kamu?"
"Kamu gak lupa 'kan kalo kita udah cerai, Mel?" bisik Zira.
Pria berjas hitam itu tersenyum tipis, ia mendekatkan bibirnya ke telinga Zira. "Kalau pengadilan tahu kamu hamil, perceraian itu gak sah, Cantik."
Zira tersenyum miring. "Gak ada aturan yang melarang perceraian saat hamil, Mel," balas wanita itu.
Melvin menatap tenang mata biru itu. "Kunci mobil kamu mana?"
"Aku bisa ngambil sendiri." Zira melepaskan gandengan mereka dan pergi ke parkiran meskipun Melvin tetap membuntutinya.
Tatapan yang Zira dan Melvin dapatkan dari orang-orang sekitarnya jika disuarakan akan seperti ini, "Katanya cerai, tapi masih bareng-bareng?" atau "Kayaknya berita kemarin hoax. Mereka gak cerai keliatannya."
Zira membuka pintu mobilnya, lalu mengganti sepatu pantofel Melvin dengan sandalnya. Zira perlahan duduk di kursi mobil, tentunya dibantu oleh Melvin.
"Kamu bisa pergi sekarang, Mel," ucap Zira.
Zira baru saja hendak menutup pintu mobilnya dan menelepon Reon agar segera ke parkiran. Namun, Melvin tiba-tiba membuka kembali pintu mobilnya dan berjongkok di hadapannya.
"Lya, ada apa?"
"Kita gak punya waktu, No. Kita harus ke Jepang."
Zira dan Melvin melihat kedua mempelai yang beberapa menit yang lalu saling bertukar cincin.
Itu Gino dan Alya.
Melvin bersembunyi ketika ada mereka.
"Pindah. Biar aku yang nyetir," ujar Melvin.
Zira menggeleng. "Mel. Aku gak mau ngejar mereka. Itu bukan urusan aku."
"Aku mau antar kamu pulang, bukan ngejar mereka."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hapless
Teen FictionKomitmen adalah landasan penting yang harus dimiliki pasangan dalam menjalin hubungan. Bagi Smara hidup orang dewasa itu rumit dan banyak drama. Komitmen bukan landasan orang tuanya untuk menjalin hubungan, tapi kesalahan yang menjadi landasan mere...