46 - State Assets

206 35 9
                                    

Terlalu konyol untuk dipecahkan oleh logika.

Terlalu dalam untuk diselesaikan oleh perasaan.

Dan terlalu dingin untuk disebut keluarga.

Meski terpaksa, Reon mulai beradaptasi dengan keluarga barunya, ia tinggal di rumah Melvin yang katanya rumah itu adalah rumah peninggalan kakeknya juga rumah yang banyak menyimpan kenangan masa-masa remaja Melvin dan Zira.

Kata Smara, orang tua gadis itu adalah intelijen. Tapi, Reon rasa Smara salah.

Orang tua mereka—meski Reon masih belum bisa sepenuhnya menganggap Melvin ayah kandungnya—bukan intelijen. Terlalu banyak rahasia yang bertebaran bahkan seperti sengaja dibiarkan.

Dan terlalu banyak tanda tanya yang bergelantung jika memang Melvin sepintar perkiraannya. Bagaimana bisa orang cerdik itu dibohongi selama enam belas tahun oleh istrinya sendiri?

"Saya tidak sesempurna itu." Melvin menjawab pertanyaan Reon usai peluru melesat dan mengenai papan sasaran.

Dari jauh Reon melihat papan sasaran yang kini berlubang tepat di tengah-tengah. Sempurna, tak melesat. Reon bahkan sempat kagum di rumah ini memiliki ruang latihan menembak.

"Saya bukan Tuhan yang serba tahu." Melvin menggeserkan pistol yang ia pakai ke dekat jemari Reon. "Mau nyoba?" tanyanya.

Pria itu terlalu tenang, bahkan ketika Reon bisa saja menarik pelatuk ke arah kepala Melvin.

Reon memilih menggeleng.

"Atau kamu masih belum puas dengan jawaban saya?" tanya pria itu.

Reon memperhatikan mata sang ayah, mirip dengannya. Kelabu. Dan sejak awal mereka bertemu, pria itu tak mengenalinya sebagai anaknya.

"Reon cuma gak tau harus bersikap kayak gimana ke Smara," lirih laki-laki berusia lima belas tahun itu.

Keduanya terdiam.

"Smara sampai pindah rumah. Dia kecewa," lanjut Reon.

Melvin menyimpan kembali pistol yang sudah ia gunakan. Pria itu melirik arloji di pergelangan tangannya.

"Saya harus pergi," ucap Melvin.

"Ke rumah Smara?" tanya Reon. "Percuma. Smara dan ibunya udah pergi."

Melvin menepuk kedua bahu putranya sambil tersenyum. "Saya bukan Tuhan yang serba tahu, tapi informasi-informasi yang berdatangan dengan sendirinya membuat saya jadi serba tahu. Terima kasih atas informasinya, My Son."

Informasi-informasi datang dengan sendirinya kepada seorang informan? Pria itu pasti memiliki banyak mata dan telinga dimana-mana, dan Reon menjadi salah satu mata dan telinga untuk pria itu.

Reon jadi teringat Smara, gadis yang serba tahu urusan orang-orang dewasa. Sama seperti Melvin, informan yang mendapatkan informasi dari mana-mana.

Melvin pergi keluar dari ruangan. Namun, langkah pria itu terhenti tiba-tiba ketika baru saja melangkahi kosen pintu, seperti ada yang menghalanginya.

"Mau ke mana, Mel?" Dari suaranya saja Reon tahu itu adalah bundanya.

Reon mendekati pintu ruangan, mengintip sekilas dan melihat bundanya yang berpakai rapi seperti hendak pergi ke kantor.

"Pergi tugas, Ra."

Semendadak itu?

Reon melirik Melvin yang tak membawa apa-apa. Hanya saja di balik pakaian serba hitam pria mungkin saja terdapat sesuatu.

HaplessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang