Jalan dengan pohon-pohon tabebuya itu masih sama. Setiap sore mereka mengunjungi danau pinggir jalan itu.
Alya tersenyum kecil mengingat acara rapat di sekolah Smara minggu lalu. Ia ditemani oleh Gino. Para orang tua siswa lain memuji Alya dan Gino (para orang tua siswa itu kira, mereka adalah orang tua Smara) karena bisa menyempatkan waktu untuk hadir.
Jika Alya boleh jujur, rapat kemarin adalah hal yang terbaik yang pernah ia lakukan selama mencoba menjadi ibu yang baik. Terlebih lagi ia ditemani oleh pria yang orang-orang kira adalah suaminya.
"Saya iri dengan isi pemikiran kamu yang bisa membuat kamu tersenyum-senyum sendiri, Lya," sahut Gino yang sedari tadi tak lepas untuk memperhatikan raut wajah Alya.
Alya mengerjapkan mata, lalu ia menggeleng salah tingkah. "Udah cukup olahraga sorenya?" tanyanya.
Gino pernah berkata bahwa berjalan di jalan mirip di negara Jepang itu sebagai olahraga sore selepas mereka kerja. Dan itu adalah hal rutin yang tak pernah mereka lewatkan.
"Lya," panggil Gino.
Alya menoleh.
"Ikut saya ke Jepang, ya?" ajak pria itu. "Perjalanan bisnis."
Tentu saja Alya menolak. "Saya tidak mau mengganggu."
"I'm lonely."
Wanita itu menghela napas. "Anda bisa pergi sama sekretaris, kan?"
"Saya ingin pergi sama kamu."
"Saya harus kerja—"
"I'm your boss."
Alya memutar bola matanya dengan malas. "Berapa hari?"
Gino langsung merangkul wanita itu, meninggalkan jalan dengan bunga-bunga tabebuya yang berserakan di tanah.
"Di Jepang sudah masuk musim gugur," sahut Gino bersemangat.
"Saya belum tentu mau ikut ke sana, lho."
"Lya," kata pria itu. "Please...."
Alya sedikit mengangkat dagunya, menatap wajah Gino yang penuh dengan harapan. Hembusan napas Alya menerpa wajah pria itu. "Oke," kata wanita itu.
"Ada harapan yang harus saya wujudkan di sana. Tapi, sayangnya sekarang di Jepang bukan musim semi."
Alya reflek menyentuh bunga tabebuya yang selalu Gino selipkan di telinganya. Tiba-tiba ia teringat sesuatu.
"Saya harap musim semi di Jepang nanti, saya bisa ke sana dan menyelipkan bunga sakura di telinga wanita yang saya cintai."
Apa ia wanita yang Gino maksud?
"Tahun depan kita ke Jepang, ya, Lya?" ajak Gino.
Alya hanya bergumam, ia segera masuk ke dalam mobil saat Gino membukakan pintu untuknya.
"No," panggil wanita di samping Gino, Alya merasa ganjil ketika mobil ini tak menuju ke arah rumahnya, melainkan sudah memasuki kawasan bandara. "Anda tidak mengantarkan saya pulang?"
"Bukannya kamu setuju saya ajak ke Jepang?"
"Sekarang?!" Mata Alya melotot kaget ketika Gino mengangguk. "Saya belum menyiapkan apapun."
"Apa saya terlihat sudah menyiapkan semuanya?" tanya balik Gino dengan tenang.
Alya mengernyitkan dahi tak mengerti. Gino sudah menggenggam lengannya, mengajaknya pergi meninggalkan negara kelahirannya tanpa persiapan apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hapless
Teen FictionKomitmen adalah landasan penting yang harus dimiliki pasangan dalam menjalin hubungan. Bagi Smara hidup orang dewasa itu rumit dan banyak drama. Komitmen bukan landasan orang tuanya untuk menjalin hubungan, tapi kesalahan yang menjadi landasan mere...