37 - A Stranger

215 35 7
                                    

Zira tak tahu lagi bagaimana cara merubah penampilannya agar tidak menarik perhatian orang lain. Apakah potongan rambut bob aneh? Apakah netra yang bersoflen warna hitam terlalu mencolok dengan kulit wajahnya yang putih bersih? Atau lipstik merah yang mewarnai bibirnya yang menjadi perhatian orang-orang?

Selain penampilannya yang menjadi beban pikiran, wanita itu juga setiap pagi selalu mual dan muntah. Tak jarang ia sering merasa keram perut.

"Reon," panggil Zira.

Putranya itu tak terlihat di kamar kecilnya. Zira yakin putranya itu sedang jalan-jalan, aktivitas baru putranya selain mencak-mencak ingin kembali ke Jakarta.

Zira bersiap-siap, hari ini ia akan melamar kerja di toko kue. Sebelum berangkat kerja, Zira melirik jam di dinding. Persidangan yang ia tinggalkan pasti sedang berlangsung.

"Maling!"

Zira langsung keluar rumah, warga berlarian, dan di dekat ujung gang terbentuk kerumunan. Seseorang yang diteriaki maling sedang dipukuli.

"Berhenti!" Zira membelah kerumunan, ia tak tega dengan anak laki-laki yang hanya bisa melindungi diri dengan kedua tangannya dari pukulan warga.

Anak laki-laki itu mendongakkan wajah, matanya yang berair langsung terbelalak. "Ibu," panggilnya.

Napas Zira tercekat ketika melihat anak laki-laki itu. "R-reon?"

"Oh, dia ibunya."

"Jangan-jangan ibunya yang nyuruh anaknya maling."

"Mereka penduduk baru. Ternyata maling!"

"Usir mereka!"

"Setuju! Usir mereka! Kampung kita gak bakal aman lagi!"

Para warga gelap mata, tak memberikan Zira kesempatan membela atau setidaknya mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Mereka mendorong Zira dan Reon secara paksa hingga keluar gang.

Mulut Zira akhirnya memilih terkunci rapat, ia sudah kalah massa dan suara. Zira hanya bisa menggenang air di matanya.

"Bu, Reon gak maling," lirih Reon. "Reon cuma minjam barang ke orang, tapi orang itu tiba-tiba neriakin Reon maling."

Zira memejamkan matanya, meski baru beberapa hari, ia sudah tahu tabiat warga di sekitarnya yang kurang welcome kepada mereka.

"Kamu minjam barang apa, Reon?" tanya Zira. "Apa yang kamu butuh? Tinggal bilang ke Bunda."

Reon tidak menjawab.

Sambil berjalan menuju toko kue tempat Zira akan melamar kerja, wanita itu mengusap lembut kepala Reon. "Kita pendatang baru. Kita nggak tau 'kan gimana sifat orang-orang di sini. Jadi, jangan mudah percaya orang lain, Reon. Mereka yang terlihat baik, belum tentu baik aslinya."

"Maaf, Bunda."

Mereka sampai di toko minimalis dengan semerbak bau kue yang menguar hingga keluar toko. Zira mengajak Reon masuk ke toko itu.

"Duduk di sini, Bunda mau ketemu sama pemiliknya." Setelah berkata demikian, Zira berlalu.

Zira berlari kecil menuju dapur toko ketika mendengar suara keluhan. Ada seorang wanita yang sedang mencoba mengangkat sebuah karung. Segera Zira membantu wanita itu.

"Pasti kalau ada pegawai lain gak bakal kesusahan kayak gini," keluh wanita itu. "Makasih Nona. Apa Nona sudah menunggu dari tadi ya? Nona ingin memesan apa?" tanyanya kepada Zira.

Zira terdiam setelah menatap wajah wanita itu. "A-apa benar toko ini sedang mencari pegawai?"

Sama halnya dengan Zira, wanita itu terdiam sejenak setelah mengamati wajah orang yang telah membantunya. Tangannya mengibas dengan kaku.

HaplessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang