2 - Berjumpa

602 123 112
                                    

Pertemuan tak terduga adalah awal masalah yang akan terjadi.

* * *

Hari ini Smara bolos sekolah.

Kemeja putih dengan logo sekolah di lengan atas kanannya ditutupi dengan jaket cokelatnya. Ia tak tahu harus menutupi rok biru SMP-nya dengan apa, ia tak peduli. Gadis itu memperkuat scrunchie kuning yang menyatukan rambutnya menjadi satu dengan kedua kaki yang melangkah mengikuti ayahnya dari belakang, diam-diam.

Salah satu gedung pencakar langit yang menjadi tujuan ayahnya hari ini. Smara mengerutkan alisnya, setahunya ayahnya itu tak bekerja di sebuah perusahaan.

Melvin memakai kaus hitam yang dibalut dengan jaket bomber abu dengan celana panjang hitam, juga topi hitam yang selalu menempel di kepala pria itu, sama sekali bukan pakaian khas kantoran.

"Adik mau ngapain ke sini?" tanya satpam yang berjaga di pintu kaca gedung itu.

Smara gelagapan, bisa-bisa ia ketinggalan jejak ayahnya. "Anu, Pak ... saya mau ...." Smara menoleh ke sana-sini mencari alasan yang masuk akal.

Smara menoleh ke belakang dan menangkap sosok cowok tinggi yang menggunakan topi bucket hitam, berseragam putih biru dengan balutan jas almamater salah satu SMP elit, di pergelangan tangan kirinya terlingkar jam tangan rolex.

Cowok itu sedang berjalan ke arahnya, tepatnya ke arah pintu masuk gedung.

"Ah iya! Saya nunggu teman!" Smara langsung merangkul cowok itu saat hendak melewatinya. "Ini Pak teman saya, baru datang!"

Reon yang baru saja tiba di perusahaan bundanya, dibuat kaget dengan tingkah gadis asing yang tiba-tiba merangkulnya dan mengaku-ngaku temannya.

"Bantu gue masuk ke gedung ini," bisik Smara dengan tangan yang masih merangkul Reon. Dari penampilan cowok itu yang tak biasa, Smara yakin ia bisa masuk ke gedung ini berkat bantuan cowok itu.

"Gue gak kenal lo," desis Reon dengan matanya yang melirik tajam, tapi dibalas dengan tatapan memelas dari Smara.

"Kalian berdua mau apa ke sini? Kalian harusnya berangkat sekolah." Satpam itu membuka suara.

"Saya mau ketemu bunda." Reon hendak melangkahkan kakinya masuk ke gedung, tapi tertahan.

"Nama bunda Adik siapa? Biar Paman panggilkan–" suara satpam itu tertahan saat Reon menunjukkan foto pada ponselnya.

"Bunda saya CEO di sini." Reon melangkahkan kakinya masuk ke gedung tanpa ada pencegahan lagi.

Satpam itu terdiam kaku di tempat, semua karyawan yang kerja di sini tahu bahwa wanita yang menjabat sebagai pimpinan mereka belum dikaruniai anak.

Tapi tak lama satpam itu mengendikkan bahunya, di foto tadi juga ada Gino yang sama-sama punya pengaruh kuat di tempat ini dan sangat dekat dengan Zira.

Mungkin anak tadi adalah anak Gino yang sudah biasa memanggil Zira dengan bentuk sapaan bunda.

Reon menepis tangan Smara yang masih melingkar di pundaknya dan membenarkan posisi topinya yang miring.

Sebelum pergi, Reon menatap cewek itu dengan alis yang menukik tajam. Smara membalas tatapan Reon dengan cengiran, lalu ia membututi cowok yang menolongnya hari ini.

Smara berlari kecil agar langkahnya sejajar dengan cowok di hadapannya. "Gue Smara, lo Alzareon, kan? Gue manggil lo Reon aja deh." Tangan Smara terulur, minta dijabat tangan oleh Reon.

Untung saja Smara melirik nama di name tag cowok itu, setidaknya ia bisa berbasa-basi seperti sekarang.

Reon menghentikan langkah, ia menatap galak cewek yang tingginya sebatas dagunya. "Jangan ngikutin gue," desis Reon.

HaplessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang