Extra Chapter - 3

304 25 4
                                    

Melvin menunggu waktu yang tepat selama empat tahun ini.

Ketika Areez dan Aretha masih berumur di bawah dua tahun, Zira masih memikirkan seseorang dari masa lalunya.

Empat tahun ini mungkin Zira masih menunggu Gino dan semua spekulasinya yang mengatakan bahwa Gino masih hidup.

Namun, dua tahun terakhir ini Melvin lihat Zira sudah berhenti mencari-cari keberadaan Gino. Melvin rasa hari ini-setelah dua tahun pria itu meyakinkan diri berkali-kali-adalah waktu yang tepat untuk mengembalikan hubungan mereka.

Zira sudah resmi mengundurkan dari perusahaannya. Wanita itu menjalani hari baru-barunya bersama si kembar di rumah dengan pakaian rumah yang sederhana. Melvin harus mengakui bahwa ia lebih suka melihat Zira seperti itu. Sederhana dan terlihat lebih bahagia bersama si kembar.

"Mel?" Zira terlihat kaget dengan keberadaannya. "Udah pulang? Kok nggak kedengaran suara mobilnya?" tanyanya.

Bagaimana bisa mendengar suara mobil jika Zira sejak tadi asyik menemani Areez dan Aretha menggambar dan mewarnai.

"Baba!" Aretha tersenyum riang, ia membawa hasil gambaran untuk dipamerkan ke ayahnya.

Melvin masih lengkap dengan jas formalnya, ia tersenyum. Pria itu memangku Aretha dan mengecupi pipi gembulnya. Hilang sudah segala penat di kantor, tergantikan dengan keriangan anak-anaknya.

"Aku sama abang gambar ini!" seru Aretha dengan girang.

Melvin memperhatikan gambaran kertas yang Aretha pamerkan. Tangan Aretha menunjuk-nunjuk sambil berceloteh, "Ini Baba yang tinggi, ini Bubu di sebelah Baba. Ini aku, ini abang, dan ini kakak Reon."

Ada lima orang yang si kembar gambar. Keluarga mereka.

Melvin menatap Zira. Wanita yang dulu ragu bisa menjadi Ibu yang baik, sekarang ia bisa melakukan apapun untuk anak-anaknya.

Zira tersenyum, ia dan Areez masih duduk di karpet empuk dan lembut tempat mereka menggambar. "Mereka yang gambar itu," kata wanita itu pelan.

Melvin melangkah mendekati mereka dan menurunkan Aretha. Ia mengusap puncak kepala dan mengecup pipi Areez yang sedang membuka buku cerita. "Gambaran kalian bagus, Baba suka."

Si kembar tersenyum kegirangan. Tak lupa Melvin juga mengecup singkat bibir Zira, berterima kasih karena telah menjaga anak-anaknya.

"Aku titip bentar mereka," ujar Zira kepada Melvin yang diangguki pria itu.

"Tadi di sekolah ngapain aja?" tanya Melvin yang sudah menjadi rutinitasnya mengetahui apa saja yang si kembar lakukan.

Meskipun Melvin tahu duluan dari Zira yang setiap sekolah selalu merekam kegiatan si kembar, lalu dikirimkan kepadanya sebagai penghilang stress. Namun, Melvin lebih suka mendengar cerita anak-anaknya. Itu pelipur penat yang paling ampuh.

Aretha bersemangat menceritakan apa yang dilakukannya tadi pagi, sedangkan Areez yang pembawaannya tenang hanya menambahkan apa yang belum Aretha jelaskan.

Melvin tertawa kecil dan kembali mengecup pipi si kembar dengan gemas.

"Baba," panggil Areez sambil menyerahkan kotak beludru berwarna biru dongker. "Ini jatuh dari saku celana Baba."

"Baba itu apa?" tanya Aretha yang selalu semangat, ingin tahu.

Melvin tersenyum dan membuka isi kotak kecil itu. "Ini cincin buat Bubu."

"Buat aku mana?" tanya Aretha cemberut.

Areez meraih pergelangan tangan Aretha yang bergelang emas. "Kan udah dikasih gelang ini."

HaplessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang