17 - Sandiwara yang Tak Pernah Usai

292 34 16
                                    

Reon mencabut kaca mata yang selalu ia gunakan ketika belajar, ia memijit pelan pangkal hidungnya. Besok adalah terakhir ujian nasional dan ia harap besok ia bisa bertemu dengan Smara di kawasan sekolah tanpa ada Melvin, apalagi Alya.

Pasalnya mereka hanya bisa bertemu di Madera House itupun hanya untuk les, mereka hanya memiliki sedikit waktu untuk berbincang karena bubar les Smara selalu langsung dibawa pulang oleh Melvin, takut putrinya dibawa kabur lagi oleh Reon seperti hari itu. Melvin juga mengganti uang Reon yang sempat membiayai les Smara dan meminta Reon agar tak mendekati Smara lagi.

Reon tak memedulikan Melvin yang melarang dirinya bertemu dengan Smara, malah mereka sedang sama-sama merangkai misi yang tentunya tak diketahui siapapun. Reon meraih buku yang hari itu ia sodorkan kepada Smara untuk membuatkan puisi. Tulisan ceker ayam Smara masih bisa Reon baca. Dalam tulisan itu, Smara bukan menuliskan diksi-diksi puisi, melainkan ujaran kebencian kepada bundanya. Reon tertawa kecil membacanya.

Reon mengeluarkan ponselnya, ia membuka aplikasi galeri dan menatap halaman majalah yang ia foto dari majalah tua Smara. Foto pernikahan Melvin dan Zira. Tatapan Reon beralih ke figura yang tersimpan di meja belajarnya, di sana ada foto keluarga kecilnya. Senyum Zira, Gino, dan dirinya tertangkap di sana. Seketika suara Smara mengisi pendengarannya.

Gue cuma mau ngasih tips buat ngebuktiin lo anak di luar nikah atau bukan. Di rumah lo ada foto keluarga sama foto pernikahan ortu lo gak? Kalo ada itu normal, fine.

Kalo di rumah lo cuma ada foto keluarga aja ... lo harus cari tau foto pernikahan mereka. Kenapa? Karena kalo cuma ada foto keluarga aja tanpa ada foto pernikahan, bisa jadi foto keluarga itu cuma buat manipulasi.

Reon termenung memikirkan perkatan Smara waktu itu. Di rumah besarnya ini, hanya ada foto keluarga yang sering diabadikan setiap satu tahun sekali, sudah ada tiga belas foto keluarga –dimulai dari Reon masih bayi sampai umurnya ketiga belas ini. Tapi, Reon tak pernah melihat foto pernikahan kedua orang tuanya.

Foto dijadiin barang bukti yang kedua. Barang bukti pertama dan paling valid, akta kelahiran. Itu bukti paling kuat dan gak bisa disangkal, kalo lo mau tau lo anak di luar nikah atau bukan, lo tinggal lihat akta kelahiran lo sendiri.

Semoga di akta kelahiran lo, ada nama bokap sama nyokap lo di sana. Gak kayak gue, cuma ada nama nyokap doang. Anak yang lahir di luar nikah, akta kelahirannya ditulis anak seorang ibu doang, gak ada nama ayahnya.

Reon meninggalkan meja belajarnya, ia berjalan keluar kamar. Ia harus mencari akta kelahirannya, sesuai dengan perintah Smara. Reon berhenti melangkah saat ia melihat papahnya dan bundanya baru saja keluar dari kamar. Reon termenung sejenak, hampir seminggu ini ia melihat bundanya selalu ada di rumah.

"Reon, udah belajarnya?" tanya Zira, senyum hangatnya terlihat.

Reon membalas senyum kaku kepada Zira, ia senang bundanya akhir-akhir ini banyak meluangkan waktu untuk keluarga. Namun, Reon akan lebih senang jika wanita itu mau menjelaskan kejadian di gedung kantornya waktu itu.

Reon mengangguk. "Akta kelahiran Reon disimpan dimana, Pah?" tanyanya kepada Gino.

"Buat apa?" tanya balik pria itu.

"Sebentar lagi Reon masuk SMA, persyaratannya harus disiapin dari sekarang."

"Biar Papah yang urus, kamu tenang saja."

Zira memegang pundak Gino. "Pendaftaran SMA Reon biar aku yang urus." Zira menatap putranya sambil tersenyum. "Reon, ikut Bunda. Ada yang mau Bunda omongin."

Reon memperhatikan bundanya yang berbalik badan dan berjalan mendekati ruang tamu. "Akta kelahiran Reon mana?" tanyanya kepada Gino.

"Buat apa, Reon?" tanya Gino.

HaplessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang