Mencurigai seseorang yang bertahun-tahun menjadi partner kerja itu... seperti bom yang meledak bertubi-tubi dalam otak, tak pernah berakhir. Terlebih konfliknya adalah mereka masing-masing.
Yang memberatkannya adalah bermacam-macam prasangka mereka.
Ingin mengetahui bagaimana cara kerja otak dari lawannya masing-masing.
Seharusnya Melvin tidak bertanya apa maksud tindakan yang dilakukan Alya, jika Melvin benar-benar cerdik.
Entah Alya yang ceroboh,
atau
Melvin yang sengaja memancing?
Melvin menatap Alya, sedangkan wanita yang ditatap hanya diam.
Diamnya mereka adalah berpikir dua langkah dari kejadian sekarang..
..atau mungkin salah satu dari mereka berpikir beberapa langkah lebih banyak.
Melvin kebingungan, itu hipotesis pertama Alya.
Alya yakin Melvin bukan kebingungan karena apa yang telah dilakukannya, melainkan pria itu kebingungan karena beribu-ribu prediksi yang keluar dalam otaknya.
Lalu, strategi dan taktik apa yang harus pria itu pakai—jika memang Alya sepenting itu di mata Melvin.
Namun, Alya rasa, bukan ia yang dipentingkan pria itu. Melainkan masalah utama, si pemeran utama tersebut bermasalah dengan dirinya.
Alya tak bodoh. Ia sudah menduga Melvin akan terus mencari tahu siapa perusak rekaman CCTV yang menjadi satu-satunya petunjuk kepergian Zira.
Ketika Melvin mengetahui hasil tes DNA Reon berbeda dengan perkataan Zira di ruangan waktu itu, Alya sudah bisa menduga Melvin akan melakukan tes ulang DNA.
Hari itu, Alya sebenarnya bisa saja mencuri sampel darah Reon agar tes ulang DNA tak akan pernah bisa dilakukan.
Sayangnya, ia terlalu banyak menyebarkan petunjuk.
Dan ia cukup terkejut dengan dugaan yang ia buat sendiri.
Alya tak tahu apa Zira juga selalu ditatap seperti ini oleh Melvin; mengintimidasi.
Alis tebal pria itu sedikit menukik, mata bermanik abu sayunya lekat menatap sang lawan bicara. Garis bibirnya masih datar, akan sedikit melengkung ke atas ketika pria itu mengerjapkan mata. Jika sudah seperti itu—yang Alya tahu selama ini—berarti Melvin telah menyimpulkan sesuatu.
Melvin selalu mencari jawaban melalui mata sang lawan.
"Kamu mau narik ucapan kamu beberapa hari yang lalu, Al? Apa kamu menyesal sampai berbuat sejauh ini?" tanya Melvin.
Alya mengernyit. Melvin berbelit, meski Alya bisa menebak kemana pembicaraan ini akan berakhir.
"Kamu gak perlu berbuat sejauh ini kalau cuma mau ngelanjutin komitmen kita."
Cukup jauh, jika prediksi Melvin seperti itu.
Alya tersenyum miring. "Apa gak ada yang lebih dari itu?"
Alya menghela napas ketika Melvin memilih diam, tak menjawab. Alya membalikkan badan dan menyusul Gino dan Smara yang sudah mencapai pintu utama pengadilan.
"Al," panggil Melvin.
Alya berbalik. "Aku berbuat sejauh ini bukan karena menyesali perkataanku waktu itu. Justru aku berkata begitu karena komitmen kita memang harus diakhiri untuk memulai sesuatu yang baru, sebuah pernikahan."
Dan itu sangat jauh, jika Melvin memprediksikan apa yang dikatakan Alya tadi.
"Kamu yang bilang 'kan aku ceroboh?" tanya Alya. "Pernah gak kamu mikir aku ceroboh buat siapa? Siapa yang bakal tau itu adalah aku, kalau bukan kamu sendiri?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hapless
Teen FictionKomitmen adalah landasan penting yang harus dimiliki pasangan dalam menjalin hubungan. Bagi Smara hidup orang dewasa itu rumit dan banyak drama. Komitmen bukan landasan orang tuanya untuk menjalin hubungan, tapi kesalahan yang menjadi landasan mere...