Ruang rawat serba putih itu lenggang. Hanya Gino dan Reon yang Zira lihat ketika ia sadar, mereka masih mengenakan jas putih, pakaian yang masih sama seperti di acara tadi.
Bola mata Zira merotasi, pria yang ia risaukan rupanya tidak ada.
"Ra." Gino tersenyum dengan mata yang masih memerah.
Zira menggenggam jemari pria itu, ia balas tersenyum. "Apa yang udah terjadi?" tanyanya.
Genangan bening perlahan mengisi di pelupuk mata Gino. Seperti tak kuasa menahan tangis dan belum sanggup menceritakan bahwa Zira keguguran, Gino memilih pamit keluar ruang rawat.
"Reon, jaga bunda bentar," ujar Gino dengan suara bergetar sebelum pergi.
"Reon," panggil Zira, menyuruh putranya itu mendekat. Zira bangkit dari tidurnya dengan hati-hati, ia langsung memeluk Reon.
Laki-laki itu mengernyit pelan, masih tak terbiasa. Meski tetap membalas pelukan sang bunda.
"Apa yang udah terjadi, Reon?" tanya Zira lagi.
Reon menggeleng, memilih tidak menceritakan kejadian di gedung tadi.
Zira mengusap pipi Reon, menatapnya dengan lembut. "Cerita, nggak apa-apa."
"Bunda jatuh, banyak darah yang ngalir dari kaki Bunda. Terus dibawa ke rumah sakit," cerita singkat Reon.
Zira terdiam. "Terus kata dokter Bunda kenapa?"
"Reon gak tau. Cuma papah sama om Melvin yang mungkin tau."
Napas Zira mulai tercekat, ia teringat Melvin membopongnya hingga rumah sakit. "Apa ... Melvin ngomong sesuatu sama kamu?"
"Om Melvin cuma minta sampel darah. Papah juga."
"Sampel darah? Buat?" Zira nyaris terbelalak. Baru saja sadar, otaknya telah dipaksa berpikir menghasilkan banyak spekulasi.
"Tes DNA." Reon diam sejenak, ia sempat mendengar perbincangan sengit antara Melvin dan Gino di dekat pintu UGD tadi. "Bunda, sebenarnya Reon anak siapa?" tanyanya.
Jantung Zira kehilangan fungsi untuk beberapa detik. Susah payah ia menegak ludah. Sepertinya Melvin dan Gino sempat cekcok mengenai siapa Reon, sehingga mereka selangkah lebih maju; menemukan kebenaran dari tes DNA.
Zira melirik jam dinding. Baru beberapa jam dari ia dilarikan ke rumah sakit ini. Hasil tes DNA bisa diketahui dalam satu atau dua minggu, tetapi untuk keadaan darurat dalam 24 jam hasil tes DNA bisa langsung diketahui.
Dan mungkin ... Melvin dan Gino menganggap ini darurat.
Dengan tangan bergetar, Zira mencopot selang infus dari punggung tangannya dan turun dari brangkar.
"Bunda." Reon berusaha menahan bundanya. "Bunda masih sakit."
Zira menggeleng, ia segera membuka lemari dan mengambil baju salinnya. "Reon, tinggalin semua barang kamu di sini, simpan hp kamu di meja."
Reon menatap bingung bundanya yang kini telah berganti pakaian dengan pakaian kasual. Zira mengeluarkan seluruh isi tasnya di atas meja dengan terburu-buru. Ponsel, alat-alat kosmetik, beberapa kartu debit, dan dompet-dompet berserakan.
Zira mengambil satu dari beberapa kartu debitnya, lalu mengambil semua uang tunai dari tiap-tiap dompetnya. Reon seperti sedang melihat bundanya merampok. Merampok harta milik bundanya sendiri.
Beberapa tumpuk uang tunai yang berantakkan dan satu kartu debit asli miliknya itu dimasukkan ke tas kosong dengan tergesa-gesa. Beberapa lembar uang merah berterbangan akibat rusuhnya Zira.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hapless
Teen FictionKomitmen adalah landasan penting yang harus dimiliki pasangan dalam menjalin hubungan. Bagi Smara hidup orang dewasa itu rumit dan banyak drama. Komitmen bukan landasan orang tuanya untuk menjalin hubungan, tapi kesalahan yang menjadi landasan mere...