42 - Kepingan-kepingan yang Hancur

219 37 23
                                    

Smara belum tahu bahwa ibunya bukan lagi bekerja sebagai intel, melainkan hanya seorang pegawai kasir minimarket.

Smara belum tahu bahwa ibunya sudah memesan tiket untuk perpindahannya ke luar kota besok.

Smara belum tahu bahwa hanya gadis itu yang pindah, ibunya tidak. Alya akan menetap di Jakarta bersama Melvin. Berusaha mewujudkan impian putrinya.

Sudah pukul sepuluh malam, waktunya pergantian shift kerja. Namun, pegawai peganti Alya belum datang.

BRUK

Alya tersentak kaget, dari pintu minimarket terlihat seorang pria yang terjatuh ketika hendak duduk. Alya mendekatinya, menolong.

Hidung Alya terasa tersengat. Tericum parfum mint yang bercampur alkohol dari tubuh pria yang ditolongnya tadi.

"Mereka udah pulaaang," racau pria itu.

Alya mendengus kesal ketika mengetahui pria berparfum mint itu adalah Gino. Di parkiran juga terlihat mobil yang biasa mengantarkannya pulang.

"Mabuk," gerutu Alya sambil menatap Gino yang menelungkupkan kepalanya di meja.

"Apa, Ra?" Gino mengangkat kepalanya, menatap Alya.

Ra.

Zira.

Alya tersenyum miris, bahkan ketika mabuk Gino mengingat Zira.

Sama seperti kejadian enam belas tahu yang lalu.

Sama seperti pria yang dulu menjadi partnernya.

Bukan panggilan Alya, Al, ataupun Lya yang keluar dari mulut pria-pria yang pernah ia temani mabuk. Melainkan panggilan Zira, Ra, dan Cantik yang keluar dari mulut mereka.

Tubuh Alya memanas, ia tak suka mengingat kejadian enam belas tahun yang lalu itu.

"Kamu kemana aja, Ra?" tanya Gino.

"Saya bukan Zira." Sia-sia saja Alya berbicara kepada orang mabuk.

Alya melihat pegawai penggantinya telah datang, segera ia berkemas untuk pulang ke rumah.

"Ziraaa." Gino ambruk sendiri dari kursi.

Jika Alya tak punya hati nurani, ia akan membiarkan pria mabuk yang setengah gila itu meracau memanggil-manggil nama Zira di depan minimarket.

Alya mendengus sebelum mendekati Gino dan memapahnya ke mobil. Gino bahkan sejak tadi membiarkan mobilnya hidup.

"Nyusahin," gerutu Alya usai mendudukkan Gino di samping kemudi. Tak mungkin Alya membiarkan Gino menyetir dengan kesadaran yang lemah.

Alya membaca riwayat lokasi di layar GPS mobil. Tempat yang sering mobil itu kunjungi kemungkinan rumah tempat pria itu tinggal.

Melihat Gino mabuk sama seperti melihat Smara waktu itu.

Tertawa tiba-tiba.

Nangis tiba-tiba.

Untungnya pria itu tak teriak-teriak.

"Ra, aku minta maaf." Gino kembali meracau. "Aku gak bisa jaga kamu, aku gak bisa jaga anak kita."

Anak kita?

Kandungan Zira yang gugur?

Seharusnya Zira yang meminta maaf, bukan pria itu. Aneh, pikir Alya.

"Ra, kamu kenapa gak pernah cerita..." Gino menangis. "Kalau Reon sebenarnya anak Melvin?"

Alya sejak tadi diam, mendengarkan. Beruntungnya Gino tak mengganggunya selama menyetir, hanya melantur.

HaplessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang