Nyatanya Gino tak langsung mengantarkan Alya pulang. Mereka singgah di angkringan pecel lele.
Alya menahan senyum. Rasanya aneh melihat pria berjas mahal makan di tepi jalan.
"Kenapa?" Gino bertanya sambil memasukkan potongan timun ke mulut.
Alya menggeleng, kembali melanjutkan makan.
"Smara gimana sekarang?" tanya Gino.
"Udah mendingan. Dia udah gak marah-marah, nangis atau ketawa sendiri lagi." Alya mendadak diam, kembali memikirkan Smara yang tadi pagi bertanya mengenai perceraian Melvin dan Zira.
Apa Smara benar-benar telah sembuh sesuai dugaannya? Jika memang sudah sembuh karena obat itu, mengapa Smara ingat mengenai perceraian Melvin dan Zira?
Gino memesan satu porsi pecel lele untuk dibungkus. "Reon pernah beli pecel lele di sini, saya kira buat dia sendiri, tapi malah dikasih ke Smara."
Alya tersenyum. "Pecel lele makanan kesukaan Smara."
Gino lebih dulu menyelesaikan makan dan membayar. Bungkusan pecel lele yang dipesannya tadi diberikan kepada Alya. "Buat Smara," ujarnya.
Alya menatap bungkusan itu sebelum menerimanya. "Thanks."
Gino membukakan pintu mobil untuk Alya, satu tangan lainnya terulur untuk melindungi kepala wanita itu agar tak terbentur bagian sisi atap mobil. Wangi mint menyeruak ketika Gino duduk di kursi sebelah wanita itu.
"Lya," panggil pria itu sambil mulai melajukan mobil.
Alya menoleh.
"Saya penasaran, kamu kerja apa?"
"Saya sudah tidak kerja lagi."
"Sebelumnya?"
"Tidak sembarangan orang yang boleh tahu apa pekerjaan saya."
Gino tertawa pelan. "Saya berarti termasuk orang sembarangan itu?"
"Ya."
"Jawaban kamu buat saya yakin kamu pegawai BIN karena gak sembarangan pegawai BIN kasih tau apa pekerjaannya ke orang lain."
Alya menghela napas, sudah ke sekian kalinya pria itu menganggap dirinya pegawai BIN. "Saya bukan pegawai BIN. Anda tidak perlu penasaran dengan pekerjaan saya," ujarnya setengah kesal.
Gino terkekeh singkat. "Soal pendapat kamu tadi, kalau Zira benar kabur atas kemauan dia sendiri berarti dia yang menghapus dan menghajar dua petugas CCTV? Tapi saya gak yakin Zira melakukan itu, apalagi dia belum pulih sepenuhnya. Menurut kamu siapa yang membantu Zira kabur?"
Alya terdiam. Niat sebenarnya bukan membantu Zira, melainkan ia ingin Zira hilang tanpa diketahui Melvin.
Tanpa Melvin yang mencari-cari Zira.
Tanpa Melvin yang kembali kepada Zira.
Tanpa Melvin yang lebih mencintai Zira daripada dirinya.
"Lya?" panggil Gino.
Alya mengerjap. "Mungkin orang suruhan baru. Bisa aja Zira membayar salah satu orang di rumah sakit," bohongnya yang tentu saja tak akan mengaku bahwa dirinya sendiri yang membantu Zira.
Gino mengangguk-angguk sembari memutar setir mobil dengan satu tangannya, gerakannya gesit dan tatapannya melirik spion dekat pintu Alya.
Sejak pertama kali Alya masuk ke mobil Gino, diam-diam ia selalu memperhatikan pria itu menyetir yang terkadang hanya menggunakan satu tangan dan tangan yang lainnya tersimpan di paha, terkadang rahang tegas pria itu mengarah ke arahnya untuk melirik spion dan hal itu selalu membuat Alya merasa Gino memperhatikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hapless
Teen FictionKomitmen adalah landasan penting yang harus dimiliki pasangan dalam menjalin hubungan. Bagi Smara hidup orang dewasa itu rumit dan banyak drama. Komitmen bukan landasan orang tuanya untuk menjalin hubungan, tapi kesalahan yang menjadi landasan mere...