24 - Siapa yang Menang?

226 29 14
                                    

Alya tak menyangka dampak dari menerima kartu undangan VIP dari Gino akan seperti ini; ia diwawancarai oleh orang-orang yang mengenakan seragam dari bermacam stasiun televisi. Padahal ia sama sekali tak memiliki sebuah bisnis dan tak pernah menuai kotroversi dalam bentuk media apapun.

Wawancara itu semakin gempar ketika Gino mendekatinya dan mengajaknya berkeliling. Ramai blitz kamera yang mengarah kepadanya.

Banyak dari mereka yang langsung menyimpulkan bahwa Alya adalah ibunda Reon yang selama ini tak terlihat. Gino tak kunjung membuka mulut untuk klarifikasi, menyebabkan dugaan wartawan itu terasa benar.

"Saya menyesal nerima kartu undangan itu hanya untuk menginjakkan kaki di lantai dua ini," desis Alya sambil tersenyum karena masih ada saja yang memotret mereka.

Seandainya Alya tadi masih bisa sedikit sabar memantau Smara dan Reon dari belakang mereka—tanpa penasaran apa yang akan dua remaja lakukan jika tak ada dirinya—dipastikan Alya tak menjadi pusat perhatian.

"Lihat mereka langsung beraksi ketika Anda pergi," sahut Gino. Pria itu menarik lengan Alya agar mengikuti ke mana dua remaja itu berlalu.

Alya memicingkan mata. "Mereka sepertinya mengikuti seseorang."

"Melvin dan Zira."

Alya membenarkan. Melvin dan Zira sudah tidak terlihat di perkumpulan acara besar itu.

"Mau ke mana?" Gino terbelalak saat tangannya justru ditarik Alya, berlawanan arah dengan dua remaja itu.

"Jangkauan kita rendah, terlalu banyak orang. Kita bisa saja kehilangan jejak mereka. Kita pantau mereka dari CCTV."

Gino tersenyum tipis, menyetujui. Tangan mereka masih saling menggenggam, meski mereka tahu langkah lari mereka cepat. Tidak saling memerlukan bantuan.

"Mereka bersembunyi." Alya berkata ketika mereka telah sampai di ruang CCTV dan memantau puluhan monitor yang terpasang di dinding.

Gino menunjuk salah satu layar monitor. "Mereka di dekat ruang kerja Zira. Belokan toilet."

Alya menatap layar monitor yang ditunjuk oleh Gino. "Mereka sepertinya sedang—"

"Menguping," potong Gino. "Zira dan Melvin tadi masuk ke ruang kerja itu."

"Apa yang akan mereka dapat dari menguping pembicaraan Zira dan Melvin?"

Dari puluhan layar monitor ini, Alya dan Gino tidak bisa melihat isi ruangan kerja Zira. Ada CCTV di ruang CEO itu, tapi tidak disambungkan ke monitor di ruangan itu, hanya Zira sendiri yang tahu. Hanya CCTV di koridornya saja yang terhubung ke ruangan itu.

"Kita susul ke sana," cetus Gino, lagi-lagi ia menggenggam telapak tangan Alya dan berlari.

"Jangan." Alya menghentikan langkahnya. "Arah berlawanan."

"Arah berlawanan?"

Alya mengangguk. "Fokus kita jangan lagi di Smara dan Reon, tapi Melvin dan Zira. Kita bisa menebak apa rencana dua remaja itu kalo kita juga menguping informasi di tempat yang berbeda tapi masih dekat dengan ruang kerja Zira."

Ruangan Zira diapit oleh dua belokan; belokan toilet dan belokan koridor. Smara dan Reon berada di belokan toilet, sedangkan Alya dan Gino telah sampai di belokan koridor samping ruangan Zira.

Betapa terkejutnya mereka ketika sampai di sana dan langsung disuguhi suara bentakan yang saling sahut menyahut, suara tamparan, dan suara vas bunga yang terjatuh.

Gino mengumpat pelan, ia hendak mendatangi ruangan itu jika saja tangan dingin Alya tak menahannya. Alya menggenggam erat telapak tangan pria itu. Zira dan Melvin sedang membahas masa lalu.

HaplessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang