Surat gugatan cerai itu teronggok bisu di lantai kamar.
"Aku kecewa sama kamu, Mel," lirih Zira. Wanita itu berjalan mendekati tasnya dan melempar sebuah berkas. "Kita seharusnya selesai dari lama. Tolong tanda tangani ini dan temui aku di pengadilan."
Tanpa surat itu atau tidak, Melvin yakin Zira telah mengajukan gugatan ke pengadilan karena pada kenyataannya menggugat cerai tidak memerlukan tanda tangan ataupun izin dari pihak tergugat.
Dimana Zira adalah pihak penggugat dan Melvin adalah pihak tergugat.
Berkas yang dikirim Zira beberapa hari yang lalu merupakan surat kesepakatan cerai yang akan mempermudahkan proses perceraian jika Melvin menandatanganinya.
Dalam hening, Melvin membaca alasan-alasan Zira menggugat cerai dirinya. Setelah itu, Melvin meraih bolpoin dan membubuhkan tanda tangan pada surat kesepakatan cerai itu.
Hari ini Melvin mendapatkan dua amplop; amplop hasil tes DNA Reon dan amplop berisi surat panggilan (Relaas) dari jurusita pengadilan. Besok sidang pertama perceraiannya dan Zira.
Melvin menandatangani surat panggilan tersebut yang berarti Melvin akan hadir di persidangan itu dan (jika ia berubah pikiran) ia bisa membantah gugatan dan mengajukan banding agar proses perceraian itu dibatalkan.
Namun, jika Melvin tidak menandatangani surat itu dan tidak hadir di persidangan, persidangan itu akan tetap berlanjut dan bahkan akan mempercepat proses perceraian karena Melvin dianggap tidak membantah gugatan Zira dan menyetujui untuk bercerai dengan Zira.
Melvin menatap monitor PC-nya yang masih belum bisa melacak keberadaan wanita itu. Melvin juga meminta bantuan dari beberapa pihak berwajib untuk mencari Zira, hingga kini masih belum ada laporan.
Ketidak terlacaknya Zira oleh Melvin membuat pria itu yakin Zira kabur, alih-alih diculik. Wanita itu langsung belajar dari rahasia Melvin selama lima belas tahun ini, dimana selama itu Melvin meretas ponselnya, mengetahui segala aktivitasnya juga perselingkuhannya dengan Gino.
"Aku tunggu kamu di pengadilan besok, Ra." Melvin bergumam lirih.
Jika memang sidang perceraian menjadi satu-satunya cara supaya ia bisa bertemu Zira sebelum ia kembali pergi tugas, Melvin menyanggupinya.
Titik-titik air dari shower membasahi kepala hingga ujung kaki pria itu. Kerap kali suara Zira mengisi telinganya.
"Andai aja aku dikaruniai anak, pasti setiap kamu pulang tugas bisa main sama anak kamu. Maaf," lirih Zira.
"Aku bisa lihat kamu setiap pulang tugas aja udah bersyukur, Ra." Melvin memaksakan senyum, meski keinginan untuk mempunyai keturunan dari Zira belum terkabul, ia tetap menyanyangi wanita itu.
Seandainya hari itu...
.
"Smara siapa? Anak kamu?" Zira lagi-lagi bertanya dengan tatapan dingin.
"Soal Smara, dia ...." Melvin menarik napasnya dengan lambat. "Smara anaknya Alya, mereka selamat dari kecelakan pesawat yang ke Beirut waktu itu dan aku yang menemukan mereka. Tapi, ayah kandung Smara gak selamat. Dari sana aku udah anggap Smara kayak anak aku sendiri, Smara juga udah anggap aku sebagai ayah. Kejadian kemarin, Smara salah paham, dia belum tau kalo aku udah punya istri."
Zira mengusap bahu Melvin. "Aku baru tau itu. Maafin aku kemarin sempet nuduh yang enggak benar soal Smara ke kamu."
...seandainya hari itu Melvin dan Zira tidak saling berbohong, lagi.
.
"Kamu tau Gino punya anak?" tanya Melvin.
"Anak?" tanya balik Zira.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hapless
Teen FictionKomitmen adalah landasan penting yang harus dimiliki pasangan dalam menjalin hubungan. Bagi Smara hidup orang dewasa itu rumit dan banyak drama. Komitmen bukan landasan orang tuanya untuk menjalin hubungan, tapi kesalahan yang menjadi landasan mere...