T I G A P U L U H E M P A T

206 32 100
                                        

• DETIK •

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

• DETIK •

Suasana kamar rawat Sangga sangat sepi. Sangga sibuk bergulat dengan pikirannya sementara Fernan bermain game online untuk menambah kesibukan.

Keduanya tak saling berbicara. Mereka saling termakan ego dan gengsi satu sama lain.

Tenggorokan Sangga rasanya kering. Sangga sangat haus dan ia kesulitan menjangkau segelas air di nakas. Sangga mendelik kesal, bagaimana caranya ia meminta tolong pada Fernan?

Sangga membuang egonya dengan cepat. Sangga menoleh kearah Fernan dan bersuara.

"Fer.." suara khas Sangga menganggu indera pendengaran Fernan. Fernan segera mempause game yang sedang ia mainkan.

Fernan mengangkat alisnya, "Apa?" Tanyanya singkat.

"Gue haus. Ambilin minum." Ujar Sangga setelah berusaha menurunkan gengsinya.

Senyum tipis tercetak dibibir Fernan. Senyum itu bahkan hampir tak terlihat. Fernan menatap Sangga dengan tatapan seperti biasanya.

"Gue bukan babu lo. Tangan lo nggak patah, lo bisa sendiri." Ujar Fernan terdengar menyebalkan.

Sangga mendengus, "Kaki gue patah, bego. Kalau bisa, gue nggak bakal minta tolong lo!" Balas Sangga menahan kesal.

Fernan bersedekap, "Bicara yang bagus dulu. Nggak ada orang yang minta tolong sambil marah-marah." Ujar Fernan sedikit mengerjai Sangga.

Sangga menarik nafas dalam. Terkadang berbicara dengan Fernan sangat menguras emosinya.

"Bang Fernan, adikmu yang ganteng ini mau minta pertolongan.." Ujar Sangga dengan intonasi suara yang dibuat-buat.

Fernan tergelak. Fernan mengambilkan segelas air untuk Sangga dan membantu adik tirinya itu minum.

Sangga menerimanya dengan cepat. Lelaki itu meneguk segelas air hingga tersisa setengah. Sangga benar-benar terlihat kehausan.

Setelah itu, Fernan membantu Sangga untuk kembali berbaring. Fernan juga menaruh kembali gelasnya ke atas nakas.

Diam-diam Sangga memperhatikan setiap gerak-gerik Fernan. Sejak dulu, Sangga kira jika Fernan sangat membencinya.

Ternyata, Sangga salah duga. Fernan yang ia kira membenci justru malah setia berada disini.

Fernan terlihat tulus namun orang yang Sangga kira bisa saling mengerti malah berjalan pergi.

Membahas Fernan, Sangga jadi ingat sesuatu. Sangga berpikir keras tentang kamera Fernan yang ia simpan. Kamera yang menjadi bukti akan pengkhianatan. Apa Sangga perlu memberikan kamera itu pada Fernan sebagai balas budinya?

Sangga menatap Fernan yang kini kembali bermain ponsel. Sangga menatap Fernan ragu.

Bisa-bisanya Fernan berada disini untuk merawatnya setelah Sangga sendiri yang telah mengakibatkan Fernan celaka.

BULLY : Undesirable [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang