E N A M P U L U H

153 27 5
                                        

• RENCANA LICIK •

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

• RENCANA LICIK •

"Oh, kamu berhasil membawa tikus kecil itu?" Suara dari arah teras rumah membuat Ares menoleh.

Marzel berdiri disana dengan sebuah pisau tajam yang ada di genggaman lelaki itu.

Wajah Ares menegang. Ares tak dapat menebak apa yang akan Marzel lakukan. Untuk berjaga-jaga, Ares menarik Flea ke belakang tubuhnya. Bagaimanapun, Ares harus selalu melindungi gadis itu.

Marzel menarik sudut bibirnya. Seringaian miring khas Marzel tercetak jelas. Lelaki paruh baya itu menodongkan pisau di tangannya pada wajah Ares.

Ares terkejut. Cowok itu terdiam kaku merasakan sensasi dingin pisau yang menempel di pipinya. Pisau tajam itu tampak mengkilat dan dapat melukai pipi Ares jika Ares bergerak sedikit saja.

Tak hanya Ares yang terkejut, Flea yang berada dibelakang Ares juga terlihat takut dan gemetar. Keduanya tak menyangka jika akan berada dalam posisi seperti ini.

"Sambutan selamat datang." Sambut Marzel sambil terkekeh. Marzel menurunkan pisaunya dari pipi Ares. Lelaki paruh baya itu menyelipkan kembali pisau itu ke saku celana.

Ares menghela nafas lega. Ares menyalami tangan Marzel tanda hormat diikuti Flea yang sebenarnya juga masih gemetaran.

"Dad--"

"Shut up, Ares. Ayo masuk!" perintah Marzel memotong ucapan Ares. Marzel menggandeng tangan Ares untuk ikut bersamanya.

Ares dan Flea mengikuti Marzel dari belakang. Keduanya melangkahkan kaki dengan ragu karena tak tahu apa yang sudah Marzel persiapkan.

Meskipun Marzel adalah daddynya, Ares tetap tak bisa paham tentang jalan pikiran lelaki paruh baya itu.

Marzel membuka sebuah kamar tamu. Kamar yang tampak bersih dan tertata rapi. Senyum Marzel mengembang. Marzel menatap Flea dengan sorot mata yang tak dapat dijelaskan.

"Ini kamar buat kamu." tutur Marzel sambil tersenyum. Entah kenapa, seperti ada sesuatu dibalik senyuman itu.

Flea menatap Marzel canggung, "tapi saya nggak menginap, om." tolak Flea tak enak.

Marzel menarik senyumnya, "Menginap saja semalam. Saya tidak ingin Ares kelelahan." bujuk Marzel lembut. Wajahnya yang bak malaikat itu membuat Flea semakin bingung.

"Dad--"

"Hei, tidak ada yang mengajakmu berbicara." Tegur Marzel galak.

Ares mengatupkan bibirnya rapat. Ares melirik pada Flea yang menganggukkan kepalanya samar.

"Baik, om." ucap Flea patuh.

Marzel mengangguk puas. Lelaki paruh baya itu meninggalkan Ares dan Flea begitu saja.

Ares dan Flea berpandangan. Entah kenapa, semuanya terlihat aneh dan tak seharusnya.

"Lo ngerasa aneh nggak sih?" Tanya Ares bingung.

BULLY : Undesirable [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang