- Special Part -

141 25 21
                                        

[Sudut Pandang Marzel]
[Alur Mundur]
[Saat Ares masih di rumah sakit]

• SPECIAL PART •

Marzel mengetuk-ngetuk bolpoin ke meja kerjanya dengan gusar. Sebagai seorang ayah, ia tentu tak bisa tenang.

Ayah mana yang membiarkan anaknya sendiri berpacaran dengan adik dari seorang pembunuh ibunya?

Semenjak meninggalnya Clauren, mama Ares. Marzel menjadi pribadi yang semakin kaku. Tentu saja kehadiran Clauren sangat berarti baginya.

Kehilangan Clauren bukanlah sesuatu yang biasa tetapi sesuatu yang sangat luar biasa menyakitkan. Marzel jauh lebih kehilangan dari apa yang kalian duga. Marzel hanya selalu berusaha tegar demi anak-anaknya.

Marzel sadar jika caranya salah. Marzel juga tahu jika bahagianya Ares adalah Flea. Tetapi, Marzel tak ingin Ares larut dalam cintanya. Pada takdirnya, Ares dan Flea memang sudah tak diharuskan bersama.

Disaat Marzel melamun sendirian, pintu kantornya di buka paksa.

Damian masuk dengan wajahnya yang tampak marah. Lelaki paruh baya itu menatap Marzel nyalang. Bahkan, dasi yang dikenakan lelaki paruh baya itu sudah terpasang berantakan.

Sebelum Damian bersuara, Marzel terlebih dahulu berucap.

"Jauhin anak kamu dari anak saya!" Titah Marzel tajam. Marzel lebih baik berbicara duluan dibanding ia lebih dulu disudutkan.

Damian menatap Marzel tak kalah tajamnya, "Justru anak kamu yang berulah. Saya nggak akan pernah mau besanan sama kamu." Balas Damian sambil mengangkat dagunya tak kalah angkuh.

Marzel menghela nafas, "Saya udah terlanjur merestui mereka." katanya tak ikhlas.

Damian berdecih muak, "Sial." umpatnya menahan kesal.

"Saya masih harus memanfaatkan Flea agar Ares semangat untuk sembuh." Kata Marzel dengan senyum penuh kemenangan.

Damian mengepalkan tangannya menahan emosi. Damian tak akan membiarkan Marzel hanya memanfaatkan putrinya saja. Lelaki paruh baya itu berbalik pergi sambil menahan emosinya yang sudah memuncak.

Beberapa detik setelah Damian pergi, senyum kemenangan milik Marzel luntur begitu saja. Anggap saja, semua keangkuhannya hanyalah topeng belaka.

Marzel tak ingin mengulang kesalahan untuk kedua kalinya. Marzel tak ingin menjadi munafik. Marzel tak ingin terlalu baik. Apalagi, untuk memaafkan keluarga yang sudah membunuh istri tercintanya sebegitu mudahnya.

BULLY : Undesirable [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang