E N A M P U L U H D E L A P A N

182 20 14
                                    

• AKHIR SESUNGGUHNYA •

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

• AKHIR SESUNGGUHNYA •

Sangga duduk ditepi danau. Cowok itu menggenggam erat jepit rambut yang harusnya ia berikan pada Flea.

Sangga memang tak jadi memberikan jepit rambut itu pada Flea. Awalnya, Sangga ingin memberikan jepit rambut agar Flea selalu mengingatnya. Namun, jika sudah seperti ini, semuanya terasa sangat terlambat. Sangga sudah dipaksa mundur oleh keadaan.

"Lo layak dapetin cewek yang lebih baik dari Flea."

Suara seseorang yang sangat Sangga kenal membuat Sangga menoleh dengan cepat. Sangga terkejut melihat Ares yang entah sejak kapan sudah berdiri disebelahnya.

Ares menepuk belakang celananya. Ares duduk disebelah Sangga tepatnya diatas rerumputan.

"Lo ngapain disini?" Tanya Sangga datar. Sejujurnya, Sangga sangat terkejut. Sangga tak menyangka jika ternyata Ares masih sudi untuk menemuinya. Sangga kira, Ares marah.

"Nyelesaian persaingan kita." jawab Ares apa adanya.

Sangga melamun. Sangga menatap lurus ke arah danau sambil menggoyangkan tangannya dengan gusar. Melihat sesuatu di genggaman tangan kanan Sangga, Ares merebutnya.

Sangga yang langsung menyadari terkejut, "Ngapain lo?!" Tanya Sangga hendak merebut kembali jepitan rambutnya. Sayangnya, Sangga gagal. Ares sudah keburu menyimpan jepit rambut itu di saku celana.

"Jepitnya buat Flea, kan? Gue bakal kasih langsung. Dia pasti suka pemberian lo." ucap Ares membuat Sangga tertegun.

"Yakin lo nggak marah sama gue?" Tanya Sangga sambil mengernyit bingung.

Ares tertawa. Ares merangkul bahu Sangga bersahabat.

"Lo bagian dari Avior, gue juga. Gue nggak mungkin bisa marah sama saudara gue sendiri." tutur Ares jujur.

Sangga speechless. Sangga sangat merasa bersalah, "Maafin gue." ucap Sangga menyesal.

"Nggak ada yang perlu dimaafin. Rasa cinta lo itu nggak salah."

"Ya, tapi gue minta maaf." ucap Sangga lagi membuat Ares mengangguk.

"Kalau gitu gue pamit. Lo hati-hati." Pamit Ares sambil menepuk pundak Sangga. Ares segera meninggalkan Sangga yang sepertinya masih ingin menenangkan dirinya di tepi danau.

Sangga, ia harus mengikhlaskan sebelum bisa menggenggam.

•••

Ares memberhentikan motornya didepan area pemakaman. Cowok itu turun dari motor dan melangkah masuk sambil membawa sekantung kresek bunga.

Tanah disekitar sini basah. Tanah yang Ares lalui terasa becek ketika sepatu Ares menginjaknya. Semalam, hujan memang turun dengan deras.

BULLY : Undesirable [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang