Zeralda dan Raksasa

155 8 0
                                    

Bobo Nomor 51/XXVIII/01


Suatu ketika, hiduplah seorang raksasa yang sebatang kara. Gigi-giginya runcing, jenggotnya lancip, dan hidungnya sangat besar. Ke mana-mana ia membawa sebilah pisau panjang. Jika merasa lapar, ia suka memakan anak kecil.

Setiap hari raksasa itu datang ke kota dan menangkap beberapa anak. Para orang tua yang ketakutan menggali tempat-tempat perlindungan rahasia. Mereka menyembunyikan anak-anak mereka ke dalam peti dan tong kayu yang disimpan di dalam gua di bawah tanah.

Akibatnya, tak seorang anak pun terlihat di kota itu. Sang raksasa terpaksa menyantap bubur padi, kubis dan kentang yang hambar. Ia menggerutu sendiri, "Huh! Benar-benar lapar aku pagi ini. Alangkah renyahnya jika sekarang aku bertemu lima atau enam anak. Akan kulahap daging mereka yang empuk."

Di sebuah lembah di tengah hutan, hiduplah seorang petani bersama puteri satu-satunya, Zeralda. Mereka tidak pernah mendengar cerita tentang sang raksasa. Zeralda sangat suka memasak. Pada umur enam tahun, ia sudah tahu cara menggoreng, memanggang, membuat gulai dan daging panggang.

Sekali setahun, petani itu pergi ke kota untuk menjual kentang, gandum, daging dan ikan. Siang itu, sehari sebelum pasar dibuka, ia memanggil puterinya.

"Zeralda anakku sayang, aku merasa tak enak badan. Badanku lemas sekali. Besok aku tak bisa pergi ke pasar. Kau harus menggantikanku."

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, Zeralda menyiapkan keledainya. Ia memuati pedatinya dengan barang-barang dan memulai perjalanannya. Pagi itu, sang raksasa berkeliaran di daerah itu dan tampaknya ia sangat kelaparan. Angin pagi menghembuskan aroma tubuh Zeralda kecil. Sambil bersembunyi di atas batu karang, ia menunggu gadis kecil itu, siap menerkamnya.

"Ah ... akhirnya sarapanku datang juga!" gumamnya.

Zeralda semakin dekat. Raksasa itu menghambur ke arahnya dengan tergesa-gesa ... tapi astaga! Ia terpeleset dan jatuh tersungkur di tengah jalan. Ia terbaring pingsan di sana, dengan kaki terkilir dan hidung berdarah.

"Oh, ada orang yang malang!" jerit Zeralda. Ia berlari mencari air di sungai dan membasuh wajah raksasa yang terluka itu.

 Ia berlari mencari air di sungai dan membasuh wajah raksasa yang terluka itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Grrr, gadis kecil! Oh, kepalaku! Grrr ... aku lapar sekali!" erang sang raksasa. Ia membayangkan enaknya melahap anak-anak yang digoreng atau digulai dengan bumbu garam dan lada.

"Orang malang ini benar-benar kelaparan," pikir Zeralda. Tanpa membuang waktu lagi ia mengambil beberapa panci dari dalam pedatinya, mengumpulkan kayu kering, membuat api dan memasak. Begitu kasihannya pada raksasa yang hampir mati kelaparan, hingga ia menggunakan setengah dari persediaan yang hendak dibawa ke pasar. Lalu ia menyodorkan makanan itu pada sang raksasa. Sup selada saus krim, ikan trout dengan kuntum kapri, bekicot dengan mentega dan bawang, ayam panggang dengan susu ....

Sang raksasa menjadi tertarik pada Zeralda. Aroma semua masakan itu betul-betul baru baginya. Ia tak menyangka makanan-makanan seperti itu bisa sama enaknya dengan makanan kesukaannya: anak-anak kecil.

"Gadis kecil yang baik," katanya. "Aku memiliki sebuah puri dengan ruang bawah tanah yang penuh emas. Aku akan memberimu kekayaan jika kau mau datang dan membuatkanku masakan-masakan enak seperti ini."

Zeralda berpikir sejenak lalu menerima tawaran itu. Ia membantu raksasa naik ke pedatinya, lalu mengemudikannya ke arah puri. Ayahnya yang kemudian diberi tahu, segera datang bergabung dengan puterinya. Ayah Zeralda diberi tugas membeli bahan-bahan makanan yang terbaik dari seluruh negeri.

Raksasa membangun sebuah dapur yang luas dan bersih di dalam puri untuk Zeralda. Gadis kecil itu membuat menu-menu yang luar biasa dan mencoba resep-resep baru dari buku-buku memasak. Menu makan malam lengkap ala puri itu misalnya: pastel bakar, iga kambing dengan jamur, pompano Sarah Bernhardt, saus Rasputin, kalkun betina muda dan kue-kue manis.

Pesta makan pun diadakan untuk para raksasa yang tinggal di sekitarnya. Sungguh,mereka tak tahu lagi apa yang akan dikatakan untuk menyatakan kekaguman mereka.

"Enak sekali! Luar biasa! Tak terbayangkan! Sungguh nikmat!" kata para raksasa itu. Mereka meminta resep masakan itu pada Zeralda.

Karena sudah merasakan masakan yang betul-betul enak, sudah tentu mereka tak ingin lagi makan anak-anak! Dan karena sudah tak berbahaya lagi, anak-anak pun keluar dari tempat persembunyian mereka. Para penduduk desa bisa menjalani kehidupan seperti dulu lagi.

Dan demikianlah, berkat pertemuan Zeralda dengan Sang Raksasa, akhirnya bangsa manusia dan bangsa raksasa pun hidup berdampingan dengan damai selamanya. (Dari Le Geant de Zeralda, karangan Toni Ungerer, diceritakan oleh Yudith Listiadi)


Hai! Kalau kamu suka membaca kliping sejarah juga, silakan mampir ke http://klipingsejarahku.blogspot.com/.

Kumpulan Cerpen dan Dongeng Bobo 2001Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang