Nyanyian Si Gembala

239 10 0
                                    

Oleh Endang Firdaus

Bobo Nomor 16 Tahun XXIX 19 Juli 2001

Ada dua kerajaan, Sindu dan Makati. Keduanya bertetangga. Kerajaan Sindu diperintah oleh Prabu Malyana, dan Kerajaan Makati oleh Prabu Tantra. Kedua raja saling tidak menyukai. Keduanya memiliki sifat yang sama, sama-sama malas dan boros. Mereka tak mau mengakui kedaulatan masing-masing. Keduanya sama-sama berusaha untuk menyerang dan menaklukkan.

Di perbatasan kedua kerajaan, hidup seorang gembala. Ia seorang yang selalu riang gembira. Ia pergi dari kerajaan yang satu ke kerajaan yang lain untuk menggembalakan ternak-ternaknya. Gembala itu mempunyai kebiasaan yang sangat aneh. Ia suka menciptakan syair-syair aneh. Disusunnya kata-kata sedemikian rupa, hingga orang sangat sukar memahami maksudnya.

Suatu ketika, Prabu Malyana duduk di sebuah ayunan di kebun istana. Kebun itu dikelilingi pagar tembok yang sangat tinggi. Tak seorang pun dapat melihat ke dalamnya. Saat itu Prabu Malyana sedang merencanakan untuk menyerang dan menaklukkan negeri Prabu Tantra. Di benaknya terlintas pikiran, begitu ia berhasil menaklukkan kerajaan itu, Prabu Tantra akan dibunuhnya.

Si Gembala melintas istana Prabu Malyana. Ternak gembalaannya terdiri dari beberapa ekor domba dan biri-biri. Seekor biri-biri jantan menyerudukkan tanduknya pada seekor biri-biri jantan yang lain. Melihat hal itu, seketika bernyanyilah si Gembala.

Prabu Malyana tersentak karena nyanyian itu.

Prabu Malyana tersentak karena nyanyian itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Karna bertemu Arjuna,

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Karna bertemu Arjuna,

Dan tanduk-tanduk mereka pun beradu.

Begitu ayunan roboh,

Seluruh harapannya sirna."

Prabu Malyana tercengang mendengar nyanyian itu. Ia tahu tak akan ada orang di luar yang dapat melihatnya di balik tembok. Namun orang yang bernyanyi itu tahu jika ia sedang duduk di ayunan. Ia sangat heran. Ia merasa kata-kata dalam nyanyian itu menceritakan tentang dirinya.

Prabu Malyana merasa "karna" dalam nyanyian itu adalah dirinya. "Karna pastilah aku, dan Arjuna tentu Prabu Tantra. Kami berdua selalu bersitegang. Dan ayunan patah, oh, Dewa! Aku sedang duduk di ayunan!" seru Prabu Malyana. "Seluruh harapannya sirna. Dewa yang Agung, artinya aku akan mengalami kekalahan bila menyerang Prabu Tantra."

Akhirnya Prabu Malyana mengira nyanyian itu merupakan peringatan dari para Dewa. "Aku harus menghentikan niatku untuk menyerang Kerajaan Makati," putusnya.

Di luar, si Gembala tak pernah tahu jika nyanyiannya telah menimbulkan gejolak dalam diri Prabu Malyana. Perlahan ia melangkah menuju Makati. Ia tiba di satu desa. Dilihatnya seorang pemerah susu tengah memerah seekor sapi. Tak lama, si pemerah keluar membawa seember susu. Kemudian ia sibuk dengan pekerjaan lainnya. Tak lama, seekor anjing muncul. Diminumnya susu dalam ember.

Ketika si pemerah melihat hal itu, diusirnya anjing itu. Cepat-cepat si anjing menjilati susu. Tak sengaja kakinya menyepak ember. Seluruh susu tumpah ke tanah. Si pemerah sangat marah. Diburunya anjing itu. Si Gembala memperhatikan kejadian itu. Dari mulutnya kemudian keluar nyanyian:

"Susu ditambah air,

Adalah cerita di negerimu.

Anjing akan bergembira ria,

Saat si Pemerah susu

mengusirnya."

Prabu Tantra memiliki usaha penjualan susu. Ia selalu mencampur susunya dengan air. Para pekerjanya tengah menambahkan air ke dalam susu saat Prabu Tantra mendengar nyanyian itu. Di tangannya pun saat itu tengah ada seember air. Ia begitu kaget mendengar nyanyian itu. Ember pun terlepas dari pegangannya. Ia measa sangat berdosa. Pikirnya pelantun lagu itu telah melihatnya menambahkan air ke dalam susu. Ia tahu hal itu sangat salah. Ia merasa malu melakukan perbuatan itu. Maka ia lalu memutuskan untuk tidak lagi menambahkan air ke dalam susu.

Si Gembala melanjutkan langkah. Hari hampir gelap ketika ia tiba di satu tempat terbuka. Diputuskannya bermalam di tempat itu. Seluruh ternak dikumpulkan. Si Gembala kemudian membuat tenda. Selesai itu ia merasa sangat letih dan lapar. Ia membuat perapian. Dipanggangnya empat kerat daging. Sial. Sekerat daging jatuh ke api dan hangus seketika. Si Gembala merasa daging itu tak lagi bisa dimakan. Satu syair tiba-tiba timbul di benaknya. Ia lalu menyanyikannya keras-keras.

"Semua empat,

Berkurang satu.

Bekerja keras sepanjang hari,

Hanya Dewalah yang tahu apa yang bakal terjadi!"

Tak jauh dari si Gembala berada, ada sebuah bukit. Di bukit itu ada satu gua. Tiga orang pencuri tengah bersembunyi di dalamnya. Sebelumnya, mereka berempat. Namun seorang dari mereka tertangkap saat melakukan pencurian. Mendengar nyanyian si Gembala, seketika mereka terkesiap. Mereka mengira setiap kata dalam nyanyian itu ditujukan buat mereka.

Mereka gemetar, takut tertangkap juga. Mereka pun memutuskan kabur untuk menyelamatkan diri. Mereka berlari meninggalkan gua sekencang-kencangnya. Tak mereka sadari jika seluruh uang dan perhiasan hasil curian mereka jatuh.

Barang-barang yang jatuh itu menimbulkan suara berisik. Si Gembala mendengarnya, lalu diambilnya sebatang kayu menyala. Kemudian ia melangkah mendatangi gua. Ketika tiba di gua, ia menemukan kepingan uang emas dan perak, serta aneka perhiasan tercecer di tanah.

Gembala itu seorang yang jujur. Diambilnya seluruh kepingan uang, lalu dilemparkannya ke dalam sungai. Hal serupa juga dilakukannya pada semua perhiasan. Setelah itu si Gembala kembali ke tenda. Dimakannya seluruh daging. Lalu ia pergi ke sungai untuk minum. Merasa kenyang ia pun membaringkan tubuh beristirahat. Ia bernyanyi kecil:

"Domba lebih baik dari perak,

Biri-biri lebih baik dari emas.

Kekayaan bagaikan debu,

Kau tak dapat membedakan

Yang palsu dari yang asli."

Tanpa takut dan cemas, Gembala itu segera tertidur dengan lelapnya. Ia tidak pernah tahu jika nyanyian-nyanyiannya telah menimbulkan dampak bagi orang lain. *****

Kumpulan Cerpen dan Dongeng Bobo 2001Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang