Bobo Nomor 49 Tahun XXVIII 8 Maret 2001
Pada suatu hari di musim dingin, Pak Leon pergi ke kota untuk berbelanja. Ia adalah seorang pedagang kelontong. Sejak subuh ia meninggalkan rumah, berjalan kaki menuju kota yang terletak satu setengah hari perjalanan. Ketika senja tiba, angin dingin dan rasa lelah menyebabkan tubuhnya gemetar. Saat ini ia ingin sekali menemukan tempat dengan perapian hangat untuk melepas lelah.
Harapannya terkabul. Sesudah melewati satu kelokan jalan, ia melihat seberkas cahaya memancar dari gundukan salju. Dihampirinya berkas cahaya itu. Ternyata berkas cahaya itu keluar dari jendela sebuah rumah yang atapnya tertutup salju.
Pak Leon mengetuk pintu rumah itu. Seorang lelaki yang sebaya dengannya mempersilakan masuk. Mereka bertukar salam dan saling memperkenalkan diri. Yang empunya rumah bernama Pak Jahil. Lalu Pak Leon mengutarakan maksudnya. Ia bersedia membayar ongkos menginap dan makan secukupnya.
"Tentu saja Anda dapat bermalam di sini. Anggap seperti rumah sendiri," kata Pak Jahil ramah. "Hangatkanlah dulu tubuh Anda, sesudah itu kita makan malam bersama. Semuanya gratis. Hanya saja, Anda harus dapat menjawab beberapa pertanyaan saya. Bila jawaban Anda salah, saya hanya akan menampar Anda. Setuju?"
Pak Leon tidak melihat rumah lain di sekitar situ. Syarat itu begitu mudah ... daripada mati beku di perjalanan .... "Setuju!" jawab Pak Leon secepatnya. Sesudah Pak Leon menghangatkan tubuhnya, Pak Jahil mengajaknya makan malam bersama. Mereka makan sambil bercakap-cakap dan bersenda gurau dengan gembira.
Makan malam sudah selesai. Pak Jahil mulai mengajukan pertanyaan. "Anda tahu, apa yang membuat tubuh kita hangat saat ini?"
"Tentu saja api itu!" jawab Pak Leon sambil menunjuk ke perapian. "Salah. Itu bukan api. Itu adalah kesenangan!" bantah Pak Jahil. Plak! Plak! Pak Jahil menampar pipi kanan kiri Pak Leon. "Benda apa itu?" katanya sambil menunjuk seekor kucing yang sedang tidur bergulung di bawah meja.
"Seekor kucing!" jawab Pak Leon sambil tersenyum.
"Salah. Itu bukan kucing. Itu adalah kebersihan!" Plak! Plak! Pak Jahil menampar pipi kanan kiri Pak Leon lagi. Seketika itu wajah Pak Leon menjadi kecut.
Mereka terdiam sejenak. Kemudian Pak Jahil menunjuk sebuah kendi berisi air. "Apakah isi benda itu?"
"Air," jawab Pak Leon mantap.
"Salah. Itu adalah kebaikan!" Plak! Plak! Pak Jahil kembali menampar pipi Pak Leon. "Sejauh ini Anda tidak dapat menjawab pertanyaan saya. Cobalah sekali lagi. Mungkin Anda dapat menjawabnya kali ini," kata Pak Jahil dengan mata berkilat bahagia. "Coba katakan, apakah itu?" tanyanya sambil menunjuk ke loteng.
"Itu adalah loteng!"
"Salah lagi! Itu adalah ketinggian!" Pak Jahil curang. "Jawaban-jawaban Anda itu salah menurut kebijaksanaanku," jelas Pak Jahil. Menurutnya, yang masuk rumahnya harus patuh dengan kebijaksanaannya. Pak Leon jadi jengkel dan muak dengan tuan rumah.
"Dalam rumah yang hangat ini, otakku jadi buntu. Udara dingin mungkin dapat menolongku untuk dapat menjawab dengan benar," ujar Pak Leon, minta izin keluar rumah.
"Silakan," Pak Jahil membuka pintu rumah. Saat Pak Leon keluar rumah, si kucing membuntutinya. Pipi Pak Leon yang memerah bekas tamparan Pak Jahil, terasa pedih tertiup udara dingin. Tapi hati Pak Leon lebih pedih lagi. Ia merasa telah dipermainkan tanpa dapat membalas. Apa akal? Suara kucing yang mengeong memberi sebuah gagasan.
Pak Leon mengambil beberapa dahan kering yang teronggok di tempat persediaan kayu bakar. Ditangkapnya kucing itu, diikatnya dahan-dahan kering pada ekor kucing, lalu dibakarnya. Kucing itu kepanasan lalu lari masuk ke rumah dan melompat ke atas loteng sambil mengeong-ngeong keras. Pak Leon menyusul ke dalam rumah. Ia berkata kepada Pak Jahil. "Kebersihan bersama kesenangan pergi ke ketinggian. Jadi sebaiknya Anda mengambil kebaikan untuk memadamkan kesenangan!"
Pak Jahil melongo, tidak tahu maksud Pak Leon. Ia bahkan sudah tidak ingat lagi kata-kata yang telah diucapkannya. Sementara itu, si kucing makin ribut mengeong-ngeong dan membuat gaduh. "Jelaskan maksudmu!" teriak Pak Jahil mengimbangi suara kucingnya.
"Kalau Anda tidak mengerti kata-kata Anda sendiri, maka terimalah kembali kebijaksanaanmu ini!" kata Pak Leon. Lalu, plak plak ... ditamparnya Pak Jahil enam kali. "Artinya, rumah Anda kebakaran!" Sesudah itu Pak Leon mengangkat tasnya dan meninggalkan rumah Pak Jahil tanpa menoleh lagi.
(Diceritakan kembali oleh Eko Cahyono)
(I really hate this story -__-
Mari hindari animal abuse .... )
Hai! Terima kasih telah membaca kliping cerita ini. Kalaukamu tertarik membaca kliping sejarah juga, silakan berkunjung ke http://klipingsejarahku.blogspot.com/.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen dan Dongeng Bobo 2001
Short StoryD A F T A R I S I Bobo Nomor 8 Tahun XXIX 24 Mei 2001 - Cerpen "Jangan Bukan Amplop Ini" oleh Ellen Kristi - Dongeng "Lelaki Penunggang Beruang" oleh Ayu S. Aulina - Cerpen "Pengalaman Baru Pino" oleh Ny. Widya Suwarna Bobo Nomor 9 Tahun XXIX 31 M...