Perjalanan Rahasia di Larut Malam

88 7 0
                                    

Oleh Widya Suwarna

Bobo Nomor 36 Tahun XXIX 6 Desember 2001


Jam 11.45. Suasana istana sunyi senyap. Putri Mei Mei yang berusia sepuluh tahun terbangun dari tidurnya. Tenggorokannya agak sakit. Sore tadi adalah sore yang menjemukan. Ia latihan menari kipas. Ibunya menyuruhnya berlatih agar tiga bulan lagi ia bisa menari pada acara ulang tahun Raja, ayahnya.

"Tarian kipas sangat sulit. Tanganku pegal dan tubuhku lelah. Lebih baik aku membeli hadiah saja dari uang tabunganku!" keluh Putri Mei Mei waktu itu.

"Ayahmu bisa membeli benda apa saja. Justru tarianmu akan menjadi hadiah yang istimewa!" begitu desak ibunya saat itu.

Putri Mei Mei merasa tenggorokannya makin sakit. Ia keluar menuju ke ruang obat dan meminta obat pada Tabib. Tenggorokannya terasa lega setelah meminum obat. Ketika akan kembali ke kamar, ia berpapasan dengan ayahnya. Ayahnya sedang memegang bungkusan kado.

"Ayah!" panggil Putri Mei Mei. "Hadiah itu untuk siapa?"

Raja menaruh telunjuk di bibirnya lalu berbisik ke telinga Putri Mei Mei.

"Sst! Ini hadiah rahasia. Kamu boleh ikut, tapi jangan bicara!" kata Raja.

Mata Putri Mei Mei berbinar. Ia mengangguk tanda setuju. Raja mengajaknya ke sebuah pintu kamar di dekat dapur. Kamar itu ternyata kosong. Tapi ada anak tangga menuju ruangan bawah tanah. Dengan hati-hati mereka berdua menuruni anak-anak tangga. Akhirnya mereka tiba di depan sebuah sel berjeruji. Di dalamnya ada pria tua beruban sedang duduk membaca.

 Di dalamnya ada pria tua beruban sedang duduk membaca

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Selamat malam, Paman. Selamat ulang tahun!" kata Raja. Raja memasukkan hadiahnya melalui lubang tempat memasukkan nampan makanan.

Laki-laki tua yang dipanggil paman itu mendekat ke jeruji besi. Ia mengambil hadiahnya. "Terima kasih, Yang Mulia! Tapi Yang Mulia kan tahu. Bukan itu yang hamba butuhkan!" kata pria tua itu dengan nada pahit.

Raja menghela napas. Putri Mei Mei menyaksikan dengan tegang.

"Paman, jangan memanggil aku dengan sebutan Yang Mulia!" kata Raja.

"Baiklah. Itukah anakmu yang bernama Mei Mei?" tanya pria itu sambil memandangi Mei Mei. Raja mengangguk.

"Ia cerdas dan baik hati seperti Bibi!" kata Raja. "Ia memergokiku ketika aku akan ke sini!"

"Ya, kalau dulu aku menuruti nasihat bibimu, tentu aku takkan di penjara seperti ini! Gara-gara memberontak terhadap ayahmu, aku jadi begini. Untung aku masih bisa hidup sampai sekarang," kata pria tua itu. "Kapan aku akan dibebaskan? Kau kan tahu. Aku sudah insaf!" sambungnya.

"Entahlah! Aku tidak tahu kapan Paman bisa dibebaskan. Harus ada alasan yang kuat untuk membebaskan Paman. Kalau tidak, jenderal-jenderal tua pengikut setia almarhum Ayah tentu akan marah padaku!" jawab Raja. "Aku sendiri yakin Paman sudah jauh lebih bijaksana sekarang."

Sebelum Raja dan Mei Mei kembali, pria tua itu memberikan Mei Mei sebuah bandul kalung yang indah.

"Ini peninggalan almarhuman istriku. Ambillah untukmu!" kata pria itu.

"Terima kasih, Kakek!" jawab Mei Mei penuh haru.

Ketika kembali ke kamarnya, Raja berpesan, "Mei Mei, yang kita lakukan tadi adalah perjalanan rahasia. Jangan beri tahu siapa pun. Waktu Ayah masih kecil, pamanku itu sangat baik dan sayang pada Ayah. Kami berkuda, menjelajah hutan, memancing dan bermain catur bersama. Kami mengalami banyak saat-saat yang indah!"

"Ya, Ayah!" jawab Mei Mei patuh.

Mei Mei masuk ke kamarnya dan menyimpan bandul kalung itu. Ia lalu mencoba untuk tidur. Namun matanya sulit dipejamkan. Ia merasa paman ayahnya itu sudah insaf dan pantas untuk dibebaskan. Tapi, bagaimana caranya? Akhirnya setelah merancang suatu rencana, Mei Mei pun tertidur.

Sejak itu, latihan menari merupakan saat yang ditunggu-tunggu Mei Mei. Ia berusaha menari sebaik mungkin. Guru dan ibunya sangat puas melihatnya.

Ketika hari ulang tahun Raja tiba, Mei Mei mempersembahkan tariannya. Ia menari dengan gemulai bagaikan dewi. Semua bertepuk tangan kagum.

Raja memeluknya dan berkata, "Terima kasih, putriku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Raja memeluknya dan berkata, "Terima kasih, putriku. Kau sungguh hebat!" Tiba-tiba saja Raja berdiri dan berkata pada hadirin, "Hadiah ulang tahun dari putriku sungguh luar biasa. Apakah kalian setuju bila aku memberinya hadiah?"

"Setujuuu!" bagaikan koor para hadirin menjawab.

"Aku ingin putriku memilih sendiri hadiah apa yang diinginkannya!" kata Raja. "Apakah kalian setuju?"

"Setujuuu!" seru para hadirin.

Putri Mei Mei berdiri dengan tegang. Saat seperti ini sudah lama dinantikannya. Sejak ia mengadakan perjalanan rahasia bersama ayahnya. Dengan suara bergetar, Putri Mei Mei lalu mengatakan permohonannya,

"Ayah, aku ingin seorang narapidana dibebaskan!" Lalu sambungnya, "Narapidana itu adalah kakekku, paman Ayah!"

Raja sangat terkejut. Demikian pula semua yang hadir. Raja kemudian menjelaskan tentang keadaan pamannya yang sudah bertobat.

"Ini terserah para hadirin. Apakah permintaan putriku layak dipenuhi? Atau apakah ada yang keberatan?" tanya Raja.

Seorang jenderal tua tampil dan berkata, "Janji seorang raja tak baik diralat. Menurut hamba, kabulkanlah permintaan Putri Mei Mei. Lagi pula, kesalahan pamanmu itu sudah ditebusnya dengan hukuman yang cukup lama. Kini biarlah ia menjalani hari tuanya dengan bahagia!"

Hadirin yang lain setuju. Putri Mei Mei sangat gembira. Perjuangannya latihan menari tidak sia-sia. Raja pun bangga akan kecerdasan putrinya. Perjalanan rahasia di larut malam itu telah menyelesaikan satu masalah sulit.

***

Hai! Terima kasih telah membaca kliping cerita ini. Kalau kamu suka membaca kliping sejarah juga, silakan berkunjung ke http://klipingsejarahku.blogspot.com/.

Kumpulan Cerpen dan Dongeng Bobo 2001Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang