Oleh Dra. L. Heni Susilowati
Bobo Nomor 51/XXVIII/01
Dum derudum dum dum! Dum derudum dum dum!
Ayaya, Sayap Rajawali segera menutup telinga dengan kedua belah tangannya! Selalu dan selalu. Sejak dulu hingga sekarang. Sayap Rajawali heran, untuk apa Paman Guruh Menderu memukul genderang setiap pagi-pagi sekali. Ia juga tidak mengerti, mengapa ibunya selalu menyuruh Pipit Kecil membangunkannya jika bunyi genderang yang berirama itu tidak membuatnya terbangun.
"Sayap Rajawali, bangun, Kak!" terdengar seruan kecil dari kemah di sebelahnya.
Nah, benar, kan!? Itu suara adiknya. Apa yang mesti diperbuat? Daripada kena marah Ibu Pipit Jelita, lebih baik ....
Beberapa saat kemudian, ketika Pipit Kecil menyibak pintu kemah kakaknya, Sayap Rajawali sudah tak tampak lagi. Pipit Kecil mengedikkan bahu. Biar saja! Rasakan nanti kalau Ibu Pipit Jelita memarahi habis-habisan.
Ke mana Sayap Rajawali? Ah, akan ke mana lagi jika bukan ke kemah Angin Gemulai! Teman perempuannya yang baik hati itu tak pernah keberatan membagi makanannya kalau Sayap Rajawali tampak lapar. Tak perlu makan di kemah sendiri, kan!? Yang penting ia tidak kelaparan sepanjang hari. Sayap Rajawali terus melenggang tenang menuju kemah Angin Gemulai.
Begitulah kelakuan Sayap Rajawali, Putera Rajawali Perkasa, sang kepala suku. Baginya hidup itu hanya main-main. Tak perlu harus diatur-atur. Sebenarnya ia anak yang menyenangkan. Hanya ia tidak sadar bahwa semua kebaikan yang ia rasakan selama ini tidak terlepas dari aturan-aturan yang dibuat bersama untuk ditaati bersama pula.
Mendekati kemah Angin Gemulai, Sayap Rajawali melihat Paman Elang Pintar sedang menumbuk sesuatu.
"Apa itu, Paman?!" tanya dia.
"Oh, ramuan obat tidur untuk menangkap hewan!"
"Bagaimana cara kerjanya?" Sayap Rajawali berhenti untuk mengamati.
"Gampang, campurkan saja pada makanan atau minuman umpan buruan. Jika nanti buruan kita memakan atau meminumnya, dijamin ia akan tertidur. Kita tinggal mengambil buruan kita."
Tiba-tiba tebersit sesuatu di benak Sayap Rajawali.
"Paman, andaikan orang yang memakan atau meminumnya, apakah ia akan mati?"
"Hus, ngomong apa kamu!" seru Paman Elang Pintar.
"Aku kan hanya tanya, Paman," Sayap Rajawali pura-pura mengkerut takut.
Paman Elang Pintar menghela napas. "Hanya akan tertidur. Nanti juga bangun sendiri."
Sayap Rajawali lega. Apa yang ingin diketahuinya ternyata dijawab juga. Ia tinggal mengatur rencana.
Suatu pagi ....
Perkemahan yang selama ini tenteram dan damai, tiba-tiba menjadi hiruk-pikuk. Ada apa? Oo .... Ternyata Paman Guruh Menderu bangun kesiangan. Sayap Rajawali telah membubuhkan ramuan obat tidur ke dalam minumannya tadi malam. Seisi perkemahan ikut kesiangan karena tidak mendengar suara genderang yang dipukul sebagai tanda waktu bangun.
Celaka! Padahal hari itu Kepala Suku Beruang Besar akan datang berkunjung. Hidangan yang hendak disajikan belum disiapkan sama sekali. Ibu Pipit Jelita dan para ibu lainnya tergopoh-gopoh dan bergegas mempersiapkan segala sesuatunya. Pagi itu benar-benar kacau-balau. Apalagi di sana-sini terdengar tangisan anak-anak kecil yang tidak sabar menunggu sarapan mereka dibuatkan. Para bapak pun tak bisa segera bekerja karena mereka pun perlu sarapan.
Sayap Rajawali duduk termenung di depan kemahnya. Ia merasa sangat bersalah dan menyesal. Tahulah ia sekarang mengapa Paman Guruh Menderu selalu memukul genderangnya setiap pagi-pagi sekali.
Sayap Rajawali ingat, ada beberapa hal yang ia anggap itu-itu saja tapi ternyata ada gunanya. Sayap Rajawali belum paham semuanya. Namun kini ia bertekad akan mempelajarinya. Bukankah saat dewasa nanti ia akan menggantikan kedudukan ayahnya? Ia ingin sebijak ayahnya. ***
Hai! Kalau kamu suka membaca kliping sejarah juga, silakan berkunjung ke http://klipingsejarahku.blogspot.com/.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen dan Dongeng Bobo 2001
Короткий рассказD A F T A R I S I Bobo Nomor 8 Tahun XXIX 24 Mei 2001 - Cerpen "Jangan Bukan Amplop Ini" oleh Ellen Kristi - Dongeng "Lelaki Penunggang Beruang" oleh Ayu S. Aulina - Cerpen "Pengalaman Baru Pino" oleh Ny. Widya Suwarna Bobo Nomor 9 Tahun XXIX 31 M...