Oleh Opan
Bobo Edisi Detektif Edisi Khusus III/2001
Ada saudagar kaya yang sering bepergian jauh untuk berdagang. Saking seringnya bepergian, ia sampai tidak punya waktu untuk memperhatikan anak tunggalnya, Putri. Ibu Putri telah lama meninggal. Sehari-hari Putri hanya ditemani pengasuhnya. Putri menjadi kesepian.
Suatu hari, si saudagar tiba di sebuah desa kecil yang terpencil. Karena tidak ada hotel dan penginapan, terpaksa sang saudagar menginap di salah satu rumah penduduk. Rumah tempat sang saudagar menginap sangat sederhana. Hanya terbuat dari bambu dan atapnya dari daun kelapa. Namun saudagar itu merasa beruntung karena rumah itu cukup terawat, rapi, dan bersih.
Pemilik rumah itu adalah seorang anak perempuan dengan ayahnya. Mereka berdua sangat akrab dan ramah. Sang saudagar mendapat hidangan buah-buahan hutan yang lezat pada saat makan malam. Anak perempuan itu bernama Uti.
Sang saudagar jadi teringat pada Putri. Cantiknya hampir sama. Tapi wajah Uti tampak riang dan manis. Walaupun mainannya hanya boneka kayu. Tidak seperti Putri yang selalu kelihatan sakit, sedih dan muram. Apakah gerangan penyebabnya? Sang saudagar ingin anaknya bisa semanis dan seriang Uti.
Ketika malam telah larut, sang saudagar pergi ke kamarnya. Mendengar canda Uti dengan ayahnya di kamar sebelah, sang saudagar menjadi tidak bisa tidur. Ia semakin teringat pada Putri. Sang saudagar mengeluarkan potret anak dan istrinya dari dompetnya. Ia sebenarnya rindu sekali pada Putri. Namun pekerjaannya masih banyak. Saudagar berjanji akan membawa oleh-oleh yang istimewa untuk anaknya nanti.
Sepulang dari perjalanan jauh sang saudagar memang selalu membawa oleh-oleh yang mahal buat Putri. Namun kali ini ia ingin membawa hadiah yang bisa membuat Putri riang. Hadiah yang bisa membuat Putri tersenyum manis seperti senyum Uti.
Sang saudagar mengira boneka kayu itulah yang membuat Uti selalu riang gembira. Karena itu, ia berusaha mendapatkan boneka itu. Tapi ternyata Uti tidak mudah dibujuk. Ketika ayah Uti sedang pergi ke sawah, sang saudagar kembali membujuk Uti, "Ayolah anak manis! Paman akan membeli bonekamu dengan uang banyak. Uang itu bisa untuk membuat rumah yang indah untukmu. Atau, bagaimana kalau Paman tukar bonekamu dengan mainan yang lebih bagus? Atau dengan baju-baju yang indah?"
"Uti tidak mau! Uti tidak mau memberikan boneka ini kepada siapa pun! Boneka ini kenang-kenangan dari almarhum Ibu Uti. Boneka ini milik Uti satu-satunya," Uti memeluk erat bonekanya.
Sang saudagar hampir putus asa. Tapi tiba-tiba ia mendapat akal. Ia berlutut dan menangis tersedu-sedu di hadapan anak perempuan itu.
"Tolonglah anak manis. Anak Paman satu-satunya, sebesar kamu, sedang sakit. Ia selalu menangis karena ingin punya boneka seperti itu. Apa kamu tidak kasihan kepadanya?"
Uti menjadi iba. Ia mengira anak perempuan sang saudagar itu benar-benar sedang sakit. Uti yang baik hati akhirnya melepaskan bonekanya. Sambil menitikkan air mata ia menyerahkan boneka itu kepada sang saudagar. Mata sang saudagar berbinar-binar. Ia mengeluarkan beberapa keping uang emas kepada Uti. Tapi Uti tidak mau menerimanya. Ia malah berlari ke kamarnya dengan berurai air mata.
Begitu mendapat boneka kayu itu, sang saudagar segera pulang. Tapi sungguh ia tak menyangka! Ternyata Putri tidak menyukai boneka itu. Wajah Putri tetap pucat dan murung ketika menyambutnya. Putri juga tidak mau bicara apa-apa padanya. Ketika ditanya, Putri malah meneteskan air mata. Sang saudagar menjadi bingung.
Hanya beberapa jam saja di rumah, sang saudagar kembali pergi untuk berdagang. Di tengah perjalanan sang saudagar merenung. Boneka kayu itu tidak ada gunanya untuk Putri. Namun bagi Uti, itu adalah harta satu-satunya peninggalan ibunya. Oh, sang saudagar menyesal sekali. Pasti sekarang tanpa bonekanya Uti sangat sedih dan menderita, pikirnya.
Saudagar itu lalu datang kembali ke rumah Uti untuk mengembalikan boneka itu. Tapi ternyata dugaannya keliru. Tampak Uti sedang tersenyum sangat manis di pangkuan ayahnya. Ayahnya sedang membuatkan boneka kayu yang baru buatnya.
"Kebahagiaan tidak dapat dibeli dengan uang," kata ayah Uti tiba-tiba. Sang saudagar menunduk malu. Ia kini tahu, apa sebabnya Putri selalu murung dan Uti selalu gembira. Bukan karena boneka kayunya, tapi karena kasih sayang dari ayahnya.
Oh, sang saudagar jadi ingin cepat pulang. Ia membatalkan rencana pekerjaannya yang menumpuk. Ia ingin cepat membawa oleh-oleh kasih sayang pada Putri.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen dan Dongeng Bobo 2001
Cerita PendekD A F T A R I S I Bobo Nomor 8 Tahun XXIX 24 Mei 2001 - Cerpen "Jangan Bukan Amplop Ini" oleh Ellen Kristi - Dongeng "Lelaki Penunggang Beruang" oleh Ayu S. Aulina - Cerpen "Pengalaman Baru Pino" oleh Ny. Widya Suwarna Bobo Nomor 9 Tahun XXIX 31 M...