Di Balik Penampilan Geri

109 8 0
                                    

Oleh Hanna Sibarani

Bobo Nomor 26 Tahun XXIX 27 September 2001


Geri adalah murid kelas V SD yang baik hati. Wajahnya lugu dan polos. Jaka, teman Geri yang berbadan besar, selalu mengganggunya. Jaka sering menyembunyikan kacamata Geri, sehingga Geri tak bisa membaca tulisan di papan tulis.

Pagi ini, Jaka mengancam Geri, "Kalau kamu tidak memberi contekan saat ulangan Matematika nanti, akan kuhancurkan kacamatamu! Awas, ya!"

Geri hanya mengangguk santai ketika mendengar ancaman Jaka. Sementara teman-teman yang lain ngeri mendengar ancaman itu. "Eh, Ger, memangnya kamu tidak takut? Kok, kamu santai sekali sih?" tanya Rena setelah Jaka pergi.

"Kenapa mesti takut?" jawab Geri tetap santai.

"Aduh! Kamu pasti lagi tidak waras!" ledek Jeremy sambil meletakkan punggung tangannya ke dahi Geri.

Jam pelajaran ketiga pun tiba. Saatnya ulangan Matematika. Geri sama sekali tidak menengok ke arah Jaka, apalagi memberi contekan padanya. Itu membuat Jaka geram. Karena ia sama sekali tak bisa mengerjakan soal-soal itu.

Selesai ulangan, anak-anak berhamburan keluar kelas, begitu juga Geri. Jaka mengejarnya dari belakang. "Hei, Ger! Kamu lupa ya ancamanku?!" teriak Jaka sambil menarik leher baju Geri.

"Aku ingat terus kok!" jawab Geri santai.

"Eerrrgggh!" teriak Jaka sambil memuntir tangan Geri. Namun Geri lebih gesit. Ia berputar dan menendang tulang kering Jaka. Itu cukup membuat Jaka merintih kesakitan.

"Aku tidak mau berkelahi denganmu. Tapi kalau mau, kita adu main catur. Kamu bisa, kan? Kalau kamu menang, kamu boleh ganggu aku terus. Tapi kalau aku yang menang, kamu tak boleh ganggu aku dan teman-teman yang lain. Setuju tidak?"

"Iya deh," janji Jaka.

Geri segera mengeluarkan kotak catur mini dari saku celananya dan menyusun bidak-bidaknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Geri segera mengeluarkan kotak catur mini dari saku celananya dan menyusun bidak-bidaknya. Ia memegang bidak hitam.

"Kamu lebih dulu. Kan putih selalu lebih dulu."

Jaka segera menggerakkan salah satu bidaknya. Ia tidak begitu suka permainan ini, karena ia harus berpikir. Sekarang giliran Geri. Dengan penuh perhitungan ia menggerakkan bidak caturnya. Begitu seterusnya. Dalam beberapa langkah saja ia berhasil mengalahkan Jaka.

"Nah, Ka. Kalah kamu!" teriak Jeremy begitu Geri mengatakan, "Skak mat!"

"Kamu mau dihajar, ya?!" ancam Jaka sambil mengarahkan telunjuknya pada Jeremy.

"Ingat janji kamu lo, Ka," sahut Geri.

"Iya, iya. Aku minta maaf deh teman-teman. Sebenarnya aku mau berteman sama kalian, cuma kelihatannya kalian tidak suka dan takut sama aku. Jadi aku berbuat seperti itu. Sori ya!"

"Iyaaa deeeh," jawab murid-murid lain serentak.

"Ngomong-ngomong, kamu kok jago catur, Ger?" tanya Rena.

Timo langsung nyeletuk, "Dia kan pecatur cilik nomor satu di Jakarta, Ren. Dia juga pemegang sabuk cokelat karate. Nih buktinya!" Timo menunjukkan foto Geri di salah satu majalah anak-anak.

"Oooh, panteees!" terdengar koor anak-anak. Geri hanya tersenyum malu. Sementara Jaka semakin salah tingkah. ***

Kumpulan Cerpen dan Dongeng Bobo 2001Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang