Baju Panggung Ilun

123 8 0
                                    

Oleh Uci Anwar

Bobo Nomor 20 Tahun XXIX 16 Agustus 2001


"Yaaa, ini kan latihan terakhir, Mak. Tidak apa-apa bolos. Kan, Ilun sudah hafal lagunya," rengek Ilun kepada Emak.

Emak yang asyik membersihkan tauge, mengangkat kepalanya, memandang Ilun. "Tapi apa uangmu cukup?" tanya Emak.

Dengan bersemangat Ilun menunjukkan sebuah kaleng susu bekas. Isinya penuh uang receh, hasil tabungan Ilun. Hasil jerih payahnya menjajakan bakwan tauge buatan Emak.

"Kalau begitu, tunggu Emak berganti baju dulu," Emak menyerah.

Berdua mereka berjalan ke pasar tradisional Sayati Indah. Tujuannya, membeli baju idaman Ilun. Minggu depan, Ilun dan kelompoknya akan tampil menyanyi di panggung kesenian. Ada acara perayaan kemenangan Pak Saiman, Kepala Desa yang terpilih untuk kedua kalinya.

Sudah tiga minggu Kak Wawan dari karang taruna melatih mereka bernyanyi dalam grup vokal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah tiga minggu Kak Wawan dari karang taruna melatih mereka bernyanyi dalam grup vokal. Lagunya ada tiga. Lagu perjuangan, lagu daerah, dan ini yang paling menarik bagi Ilun, yaitu lagu "Twinkle-twinkle Little Star". Bayangkan, tak pernah bermimpi ia bisa membawakan lagu berbahasa Inggris. Aduh bangga sekali nanti ditonton oleh orang sedesa!

Agar cocok dengan tema lagu, menurut Ilun, baju yang cocok adalah baju berkelap-kelip penuh manik. Ia pernah melihatnya di pasar Sayati. Selain itu, Ilun membayangkan ia akan tampak seperti Teh Cicih, penyanyi dangdut kebanggaan desanya. Teh Cicih selalu memakai baju berkilauan jika ada pesta Agustusan. Belum lagi decak kagum teman-temannya melihat penampilannya kelak. Setahu Ilun, teman-temannya akan memakai baju Lebaran tahun lalu.

"Untung baju itu masih ada, Mak!" bisik Ilun lega sambil menunjukkan baju yang dimaksud.

Emak menunjuk secarik kertas yang tertempel di gantungan baju itu. "Dua puluh lima ribu, Lun! Uangmu kurang."

Ilun melongo.

Tak tega melihat itu, Emak berbisik, "Yah sudah, pakai dulu uang Mak. Gantinya, dua bulan tak ada upah berjualan, ya!"

"Terima kasih, Mak," bisik Ilun terharu.

Hari yang dinantikan hampir tiba. Sore itu Ilun dijemput Ria, Neneng, Dedeh, dan Sari. Kak Wawan ingin memberikan pengarahan terakhir sebelum besok tampil.

"Latihan terakhirnya sudah, kan, minggu kemarin," ujar Ilun memastikan.

"Iya, tapi Kak Wawan mau membagikan syal merah putih buat kita," jawab Dedeh.

"Syal untuk apa?" tanya Ilun.

"Oh, iya. Minggu kemarin kamu tidak latihan, sih. Jadi tidak tahu pengumuman Kak Wawan. Ibu Lurah menyumbang syal buatannya untuk pemanis baju seragam kita di panggung nanti," jelas Dedeh.

"Pada masa krismon sekarang, Kak Wawan tak mau memberatkan orang tua kita untuk membeli pakaian yang sama untuk tampil di panggung. Kita disuruh memakai seragam sekolah saja. Untuk pemanisnya, memakai syal merah putih. Cocok kan dengan baju seragam merah putih kita," lanjut Sari.

Lo? Ilun melongo. Uh ... melayang sudah uang tabungannya.

"Kupakai untuk Lebaran tahun depan saja deh. Hitung-hitung tak usah memberatkan Emak lagi," ujarnya dalam hati, menghibur diri sendiri.***


Hai! Terima kasih telah membaca kliping ini. Kalau kamu sukamembaca kliping sejarah juga, silakan berkunjung ke http://klipingsejarahku.blogspot.com/.

Kumpulan Cerpen dan Dongeng Bobo 2001Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang